Drama Ratna Sarumpaet Bikin Prabowo Blunder dan Elektoral Negatif

Drama Ratna Sarumpaet Bikin Prabowo Blunder dan Elektoral Negatif

Foto: Prabowo Subianto bertemu Ratna Sarumpaet. (Dok Twitter Fadli Zon).

Jakarta - Drama penganiayaan Ratna Sarumpaet terbongkar sudah. Pengakuan atas kebohongan yang diceritakan sembari terisak itu pun berujung permintaan maaf dari capres nomor urut 02 sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

Founder Lingkaran Survei Indonesia, Denny JA menyebut kebohongan tersebut sudah bertaraf skandal. Drama penganiayaan oleh Ratna akan selalu dikenang dan tak termaafkan. 

"Kebohongan Ratna Sarumpaet ini sudah taraf skandal. Karena diucapkannya secara sengaja membuat efek kehebohan sebuah negara. Ibarat bola, ini dia sudah terkena kartu merah," kata Denny saat dihubungi detikcom, Kamis (4/10/2018).

"Seharusnya dia mendapatkan kartu merah tak hanya dari timses Prabowo tapi juga dari aktivis pada umumnya, karena ini menjadi blunder dan menjadi contoh publik lebih luas," imbuhnya. 

Denny mengatakan, drama ini pun memberikan kerugian terhadap Prabowo. Mengingat, kabar penganiayaan pertama kali diungkap oleh tim capres nomor urut 02 itu dan Ratna sendiri merupakan jurkamnas Tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi sebelum akhirnya dipecat. 

"Efeknya elektoral negatif terhadap Prabowo. Mengapa? Karena menunjukkan bahwa tim Prabowo ini mudah dikecoh ya," ujarnya. 

Apalagi, kata Denny, kebohongan tersebut kemudian justru dijadikan senjata politik untuk menyerang petahana, Presiden Joko Widodo (Jokowi). Padahal, belum ada konfirmasi dan check and recheck terhadap informasi yang didapat dari Ratna itu. 

"Jadi publik mendapat gambaran ini, gimana ini negara dipimpin oleh elite yang terlalu mudah dikecoh dan tanpa melakukan check and recheck secara memadai," kata Denny. 

Menurut Denny, 'kartu merah' dari tim pemenangan Prabowo-Sandi dan permintaan maaf langsung oleh Prabowo kepada masyarakat juga dinilai tak cukup. Prabowo seharusnya berjanji kepada masyarakat untuk tak lagi mengulangi hal seperti itu. 

"Tidak akan menjadikan informasi itu untuk meng-attack atau mengkritik lawannya sebelum itu diyakini info yang benar. Kalau tidak ruang publik ini akan mudah dipengaruhi oleh mereka yang berbohong," tuturnya. 

"Sekarang modal kita belajar, jangan lagi mudah percaya, meneruskan informasi apalagi menyerang sebelum ada fact verification, cek and ricek secara memadai kalau nggak akan rawan ruang publik ini. Terlalu banyak kebohongan yang terlalu cepat diproduksi," pungkas Denny.

(*)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews