Suku Melayu Menjadi Penengah Dari Berbagai Suku di Kepri, Sukses Menjaga Persatuan

Suku Melayu Menjadi Penengah Dari Berbagai Suku di Kepri, Sukses Menjaga Persatuan

Kenduri Seni Melayu (Foto: Istimewa)

Batam – Kepulauan Riau (Kepri) menjadi salah satu daerah yang terdiri dari berbagai suku bangsa, namun suku melayu menjadi suku tanah leluhur. Kesultanan Melayu Riau (Riau-Lingga) menjadi jejak suku melayu di Kepri yang sudah ada sejak abad 18. 

Kepulauan Riau adalah sebuah provinsi di Indonesia. Provinsi Kepulauan Riau berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja di sebelah utara; Malaysia dan provinsi Kalimantan Barat di timur; provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Jambi di selatan; Negara Singapura, Malaysia dan provinsi Riau di sebelah barat. Provinsi ini termasuk provinsi kepulauan di Indonesia.

Secara keseluruhan wilayah Kepulauan Riau terdiri dari 5 kabupaten, dan 2 kota, 52 kecamatan serta 299 kelurahan/desa dengan jumlah 2.408 pulau besar, dan kecil yang 30% belum bernama, dan berpenduduk. Adapun luas wilayahnya sebesar 8.201,72 km², sekitar 95% merupakan lautan, dan hanya sekitar 5% daratan

Berdasarkan data dari Wikipedia Kepri memiliki penduduknya berjumlah 1.864.142 (2015) yang terdiri dari Melayu 29.97%,  Jawa24.97%, Batak 12.48%, Minangkabau 9.71%, Tionghoa 7.70%, Sunda2.96%, Bugis 2.22%, Suku NTT 2.22% Suku Sumatera Selatan 1.97%, Banjar 0.70%, dan Suku Lainnya 5.10%. 
Hal ini membuat Kepri menjadi salah satu provinsi heterogen. Beberapa waktu lalu Gubernur Kepri menyatakan bahwa Kepri menjadi ikon daerah toleransi. 

“Tanpa membangun konektivitas hati, tak mungkin membawa Kepri sukses. Mari jadikan Kepri sebagai rumah dan surga untuk anak cucu kita,” kata Nurdin saat memberi sambutan pada Temu Kerukunan Umat Agama di Hotel Haris, Batam, beberapa waktu lalu.

Ketua Lembaga Adat Melayu, Kepri Nyat Kadir mengatakan bahwa kerukunan di Kepri tercipta karena masyrakat melayu menerima dengan tangan terbuka suku-suku lain. 

Pihaknya menjunjung tinggi sikap hidup kemanusiaan, antara lain masyarakat ungkapan yang merupakan kearifan lokal berbunyinya : Hidup jelang menjelang, sakit jenguk menjenguk, Lapang sama berlegar, sempit sama berhimpit dan Lebih beri memberi, kurang isi mengisi.

“Kami menerima dengan tangan terbuka, baik dari suku dan agama manapun, hal ini yang membuat Kepri terhindar dari peristiwa yang berbenturan dengan suku maupun agama,” ujar Nyat Kadir. 

Nyat juga menyebutkan Pembinaan sikap hidup persatuan, dikenal juga oleb masyarakat ungkapan yang merupakan kearifan lokal berbunyinya :

Hidup sekampung sehalaman, tidak boleh tengking menengking, tidak boleh tindih menindih, tidak boleh dendam kesumat, pantang membuka aib orang, merobek baju di badan, menepuk air di dulang, kalau berjalan beriringan, yang dulu jangan menunjang; yang tengah jangan membelok, yang dibelakang jangan manumit;

Lalu ada istilah yang lupa diingatkan, yang bengkok diluruskan, yang tidur dijagakan, yang salah tegur menegur, yang rendah angkat mengangkat , yang tinggi junjung menjunjung;

Dan yang tua memberi wasiat, yang alim memberi amanat, yang berani memberi kuat yang berkuasa memberi daulat, serta kuat lidi karena diikat, kuat hati karena mufakat. 

“Semua itu menjadi penopang,” katanya. 

Untuk membangun kerukunan antar suku, agama, puak dan menyatukan keragaman budaya di Kepulauan Riau, Raja Ali Haji telah menulis palakat untuk kita pahami agar hidup rukun dengan Gurindam Dua Belasnya. Pemahaman Gurindam dari sudut budaya masing-masing yang dipoles dengan pemahaman agama, maka ianya akan menjadikan semua orang yang tinggal di Kepri akan merasa tenang dan tenteram. Untuk itu, UU Hamidy (2005) telah membuat rangkaian gurindam dengan makna sebagai berikut:

Pasal pertama mengenai tauhid, artinya mengenal Allah, pasal ke dua mengenai syari’at, pasal ke tiga mengenai pengendalian panca indera dan anggota badan,pasal ke empat mengenai sifat-sifat yang buruk, pasal ke lima mengenai sifat-sifat yang baik, pasal ke enam mengenai pedoman atau pertanda masyarakat yang baik, pasal ke tujuh mengenai kesalahan dalam perbuatan. 

Pasal ke delapan mengenai kritik pada diri sendiri, pasal ke sembilan mengenai kejahatan syaitan, pasal ke sepuluh mengenai adab pada ibu-bapa dan kawan, pasal ke sebelas mengenai panduan bergaul dalam masyarakat dan pasal ke dua belas mengenai tanda raja dan orang yang berilmu.

Ada juga ajakan-ajakan untuk persatuan yaitu Marilah kita jadikan keberagaman kita, keberagaman agama dan kepercayaan, keberagaman adat dan budaya, keberagaman usia, keberagaman kerja sebagai kekayaan khasanah dan budaya bagaikan taman bunga yang warna warni, bagaikan pelangi yang indah di langit tinggi. 

Marilah kita memahami hakikat kebersamaan di dalam keberagaman, menghayati rasa “senasib sepenanggungan, seaib dan semalu” tanpa memandang suku dan puak, tanpa memandang agama dan kepercayaan, tanpa memilah dan memilih kasih. 

Seandainya ada silang pendapat, seandainya ada perbedaan pandangan, seandainya ada permasalahan, marilah bersama-sama kita selesaikan melalui asas musyawarah dan mufakat, kita selesaikan dengan fikiran jernih dan dada lapang, untuk hal ini orang Kepri dalam pelukan Santun Melayu-nya diharapkan: “yang kusut akan selesai, yang keruh akan jernih, yang berbongkol sama ditarah, yang kesat sama diampelas, yang melintang sama diluruskan, yang menyalah sama dibetulkan, salah besar kita perkecil, salah kecil kita habisi “.

Pada beberapa ungkapan memang terdapat beberapa diataranya yang mempunyai kesamaan arti atau hanya berbeda se¬dikit dengan ungkapan yang telah dipublikasikan. Hal ini dilakukan karena agak sulit menemukan ungkapan yang benar benar “asli” berasal dari ma¬syarakat Melayu Kepulauan Riau tetapi belum pernah dipublikasikan. Sebagaimana kita ke¬tahui, dengan dijadikannya bahasa Melayu menjadi bahasa Nasional, beri¬kut juga dengan ungkapannya. Orang tua-tua mengatakan: 

“Banyak galah perkara galah, galah patah tidakkan kuat, banyak salah perkara salah, salah nasehat merusak umat”. Seterusnya: “Berbuah betik di tengah ladang, jatuh berdebuk menimpa padi, mana yang baik bawalah pulang, jika buruk tinggalkan disini“.

Selain itu suku melayu selalu menjadi penengah jika terjadi konflik antar suku, hal ini yang membuat Kepri tetap kondusif. Karena Kepri terdiri dari berbagai suku dan agama. LAM juga telah bekerjasama dengan Pemerintah Daerah untuk dapat mengajarkan kearifan lokal melayu bagi anak-anak di Kepri, melalui muatan lokal yang diajarkan di sekolah-sekolah. 

“Kami semua masih berpedoman dengan istilah, dimana langit bumi dipijak, disitu langit dijunjung, baru-baru ini pemerintah kota Batam telah menerbitkan Perda tentang Pemajuan Kebudayaan Melayu tahun 2018 ini,” sebutnya. 

Dalam Perda ini diatur pengelola tempat hiburan, hotel, restoran, bandara, pelabuhan dan tempat perbelanjaan wajib untuk memperdengarkan musik dan lagu melayu kepada pengunjung dan wisatawan. Termasuk menyediakan makan melayu bagi pengelola hotel.

Di perda ini juga mewajibkan bagi pengelola bandara, pelabuhan dan tempat-tempat pelayanan publik lainnya untuk mempergunakan bahasa mlayu dalam memberikan informasi publik. Contoh di Bandara Hang Nadim, bila selama ini informasi publik disampaikan dalam dua bahasa yakni Indonesia dan Inggris, maka nanti ditambah bahasa melayu.

Dan juga setiap sekolah, harus ada mata pelajaran muatan lokal yang berisi keraifan lokal melayu, maupun seni dan budaya melayu. 

“Yang terpenting anak-anak tahu, dan bias mengaplikasikannya,” kata dia. 

Namun ia menegaskan bahwa sebagai suku lain dan pendatang ke Kepri juga tidak boleh melupakan kearifan lokal masing-masing. 

Ketua LAM Kepri, Nyat Kadir (Foto: Johannes/Batamnews) 

“Di sekolah boleh mereka belajar seni dan budaya melayu, tetapi di rumah juga dihimbau agar kearifan lokal masing-masing tetap diajarkan terhadap anak-anak,” katanya. 

Walaupun memiliki kearifan lokal sendiri, Nyat menyampaikan bahwa pihaknya tetap menerima terbuka dan terkadang menggunakan kearifan lokal dari suku lain. 

“Seperti suku Jawa yang menunjuk sesuatu dengan menggunakan jempolnya, ini salah satu sopan santun yang luar biasa, ini juga bisa dicontoh,” kata dia. 

Nyat yang juga sebagai anggota DPR RI menngakui bahwa keadaan Kepri memang sangat kondusif, walaupun kondisi politik di Jakarta ataupun daerah lainnya memanas. Namun tidak berpengaruh di Kepri. 

Hal ini menurutnya membuktikan bahwa masyrakat Kepri sadar akan keberagaman dan rasa persatuan dan kesatuan. Akan tetapi, ia mengimbau kepada masyarakat melayu khususnya dan masyarakat Kepri pada umumnya agar tetap saling menjaga. 

Ia juga meminta pemerintah untuk tetap selalu mempertahankan kearifan lokal saat ini. 

“Kita semua jangan sampai terlena, harus tetap dipertahankan,” katanya. 

Hal yang menggembitakan baginya juga bahwa ornamen melayu mulai menjadi tren di tengah masyarakat Kepri. Pemakaian tanjak sudah mulai disukai oleh anak muda. Tanjak yang merupakan penutup kepala untuk laki-laki. 

Dan saat ini salah satu universitas di Batam sudah menggunakan tanjak sebagai pengganti toga untuk wisuda. 

“Universitas tersebut yaitu unibersitas Batam, Bulan Oktober ini saya ikut menghadiri wisuda mereka sekaligus saya akan berikan sertifikat bagi universitas sebagai penghargaan,” katanya. 

Pagelaran seni melayu juga tiap tahun diselenggarakan, salah satunya kenduri seni melayu di Batam. Adapun acara ini digelar  wonderfood, pentas seni melayu, pentas seni melayu serumpun, dan penampilan artis melayu, dan pentas sastra. 

Dalam pentas seni melayu serumpun juga akan diisi oleh beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Tahiland, Vietnam dan Kamboja, selain itu juga dari negara Belanda. 

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar), Ardi Winata mengatakan bahwa acara kenduri seni melayu ini menjadi alat pemersatu suku maupun antar bangsa, karena berbagai kebudayaan suku lain juga dipentaskan, sehingga tidak hanya seni budaya melayu saja. 

“Kenduri Seni Melayu ini juga turut serta dari berbagai Negara lain, baik itu malaysi dan singapura, ini salah satu bentuk kesenian yang bisa kita nikmati bersama,”  ujar Ardi Winata, Sabtu (28/9/2018). 

 

Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews