Bos-bos Bank Dunia Kumpul Ritz Charlton Bahas Perekonomian Indonesia Lesu

Bos-bos Bank Dunia Kumpul Ritz Charlton Bahas Perekonomian Indonesia Lesu

Bank dunia

BATAMNEWS.CO.ID - Puluhan bos-bos bank dunia hadir dalam agenda seminar yang berlangsung di Jakarta, Kamis (7/5/2015). Mereka hadir untuk membahas berbagai isu terkait perekonomian negara-negara yang sedang lesu dan upaya utuk mengatasi kondisi tersebut.  

Seminar yang dilangsungkan oleh Institute of International Finance (IIF) itu dihadiri direktur atau CEO dari perusahaan ternama, di antaranya DBS, JP Morgan, Commonwealth, Barclays, Deutsche Bank, Goldman Sachs, hingga Bank Central Asia, dan ANZ Indonesia.

Direktur Utama Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin, menuturkan, kehadiran para CEO tersebut membuktikan bahwa masih ada optimisme terhadap perekonomian Indonesia, meskipun pada kuartal I 2015, ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,71%.

"Semua CEO ini datang karena sangat optimis terhadap Indonesia, sebab kita adalah pilar di Asia," ungkapnya dalam seminar yang digelar di Hotel Ritz Charlton, Jakarta, Kamis (7/5/2015).

Dikatakan, ada banyak sektor yang bisa digarap dan berpeluang untuk tumbuh tinggi ke depannya. Misalnya, terkait dengan infrastruktur, seperti pembangunan bandar udara, kereta api, pelabuhan dan lainnya. Budi menyebutkan pembiayaan bank masih sangat dibutuhkan.

"Setiap tahun harus mencapai US$ 80 juta untuk membangun infrastruktur," jelasnya.

Lemahnya pertumbuhan ekonomi tak lepas dari perekonomian global yang lebih rendah dari tahun sebelumnya. Kemudian juga ada persoalan harga komoditas yang turun sejak tiga tahun terakhir,  ditambah harga minyak dunia yang turun pada akhir tahun lalu.

Dari dalam negeri, konsumsi rumah tangga cenderung stabil. Padahal pada tahun-tahun sebelumnya, konsumsi menjadi pendorong yang cukup besar untuk perekonomian dalam negeri.

"Makanya kita harus banyak konsumsi dalam negeri. Seperti dulu kita menyuarakan untuk menggunakan batik, saya juga pakai batik hari ini mendorong industri dalam negeri," imbuhnya.

Pada sisi lain akses masyarakat ke jasa keuangan sangatlah lemah. Setelah 350 tahun lahirnya perbankan, baru 60% masyarakat Indonesia yang terkoneksi dengan jasa keuangan. Posisi bahkan jauh lebih rendah dibandingkan dengan pangsa pasar industri rokok.

"Perusahaan rokok sangat mudah mengakses masyarakat. Karena masyarakat perokok itu lebih banyak dari pada yang melek keuangan," terang Budi.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews