Pilkada Kepri 2015

Dewan Etik: Lembaga Survei Pilkada Sering Manipulasi Hasil

Dewan Etik: Lembaga Survei Pilkada Sering Manipulasi Hasil

Ilustrasi hasil survei

BATAMNEWS.CO.ID, Jakarta - Lembaga survei memiliki peran penting di era demokrasi. Jelang pemilu kepala daerah Desember mendatang, lembaga survei adalah lembaga yang paling ditunggu masyarakat pemilih. 

Menurut mantan Direktur Lembaga Pendidikan, Penelitian dan Penerangan, Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Rustam Ibrahim, survei yang dilakukan sering kali menyuarakan keinginan publik terkait gambaran tokoh yang diidamkan untuk menjadi pemimpin.

"Secara ideal, survei politik adalah untuk mengembangkan demokrasi, menyuarakan suara masyarakat yang selama ini jarang atau justru tidak pernah disuarakan," kata Rustam saat diskusi bertajuk Survei Politik Bermutu Dalam Pilkada Serentak 2015 di Jakarta, Rabu (30/4/2015).

Meski memiliki peran penting, tak jarang ada lembaga survei yang "bermain" untuk membentuk opini publik. Pada umumnya tindakan itu dilakukan oleh lembaga survei yang menjalankan survei pesanan.

Rustam menuturkan, salah satu problem yang dihadapi oleh lembaga survei yaitu besarnya anggaran yang harus dikeluarkan oleh lembaga tersebut untuk setiap kali survei. Hal itu juga diamini oleh Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya.

Ia mencontohkan, untuk setiap survei terhadap elektabilitas calon bupati atau walikota, setidaknya diperlukan biaya Rp 100-150 juta. Sedangkan, untuk survei elektabilitas calon gubernur, diperlukan biaya setidaknya Rp 200-250 juta untuk setiap kali survei.

"Sering terjadi perdebatan apakah lembaga survei itu bersih dari kepentingan atau tidak. Kalau dalam setahun saja misalnya ada lembaga survei yang bisa sampai 5-6 kali melakukan survei, itu perlu dipertanyakan sumber dananya," ujarnya.

Lebih jauh, ia mengatakan, survei juga memiliki peran strategis dalam menentukan "mahar politik" seorang kandidat. Semakin tinggi elektabilitas seseorang, maka mahar yang harus dikeluarkan calon partai pengusung akan semakin besar, begitu pula sebaliknya. Ia menambahkan, strategisnya nilai hasil survei yang dilakukan tak jarang membuat lembaga survei memanipulasi data perhitungan yang ada.

Kondisi ini tentu akan membiaskan informasi yang sebenarnya dari survei itu sendiri. Sementara itu, anggota Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) Hamdi Muluk mengatakan, manipulasi hasil survei kerap kali dilakukan oleh lembaga survei yang juga merangkap sebagai tim sukses atau konsultan politik calon kepala daerah tertentu.

"Kalau yang sering kejadian, lembaga pemenangan sering kali merangkap pollster. Nanti informasi dibiaskan sesuai dengan keinginan kandidat dan itu dapat mempengaruhi pemilih," ujarnya.

sumber: kompas.com

 

[snw]


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews