Ramadan dan Senarai Politik Umat

Ramadan dan Senarai Politik Umat

Oleh:  Effendy Asmawi Alhajj, Ketua I MUI Kota Batam / Anggota Komisi Fatwa MUI Povinsi Efendi

“Katakanlah! Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan Pemelihara Alam Semesta”…(QS.6: 162).

Melihat perkembangan dan kran politik demokrasi dewasa ini, kita cukup terenyuh, dengan suasana demikian berbagai pilar pintu-pintu sosial dan krannya seolah begitu deras meluncur bagaikan air bah yang selalu menerjang suasana dan dimensi politik kita dewasa ini.

Kadang dengan suara bergetar yang penuh kegugupan, mengutarakan egonya atau orang berbicara sudah tidak mengindahkan lagi estetika moral dan hanya menurut maunya sendiri.

Dengan menghalalkan semua cara yang penting dia “action”, apakah asbun (asal bunyi) atau hanya sekedar unjuk gigi dan otot kekarnya belaka.

Banyak ahli sosiologi beranggapan, orang seperti ini kalau diberikan kesempatan laksana memelihara anak harimau. Kecil menjadi mainan tapi kalau sudah besar kita dijadikan santapan. Karena orang seperti ini dia selalu menatap mentari, sehingga susah melihat bayangannya sendiri.

Inilah sebagian gambaran cuaca senarai politik umat dewasa ini hiruk-pikuk dengan berbagai teriakan mengatasnamakan umat atau masyarakat, lebih-lebih (di program radio swasta), padahal sebenarnya banyak sekali udang di balik bakwan.

Golongan seperti ini kelihatannya seperti orang yang sangat disiplin, seolah-olah sangat patuh kepada konstitusi/peraturan apabila orang lain yang melakukannya, tapi apabila dia sendiri semua itu harus berlalu tanpa rintangan.

Maka di bulan yang penuh berkah ini, minimal bisa mengerem kita untuk sedikit otokritik terhadap diri dan keperluan kita.

Ada intermezzo dari teman-teman tatkala naik pancung (perahu) ke Belakangpadang dan ternyata perahunya bocor, maka demi tegaknya demokrasi si tukang pancung mengadakan musyawarah dulu dengan membuka undang-undang pengasuransian hingga perahunya keburu tenggelam.

Inilah fenomena politik kita dewasa ini, kadang disatu sisi kita tertawa geli, disisi lain kita sedih.

Dan inilah sebenarnya yang diingatkan Ramadhan kepada kita dengan “imanan wahtisaban”!

Banyak lagi kran-kran air demokrasi yang bocor, mengalir dan terus mengalir merembet ke seluruh sector, mulai air ekonomi, air politik, air hukum, dan sampai kepada air bah, hingga kebanjiran.

Maka dengan derasnya arus reformasi yang ditandai banyak riak-riak social di masyarakat, sebagai pertanda bahwa arus demokrasi di tanah air kita sudah barang tentu diharapkan dapat membuka wacana baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih maju, mandiri dan sejahtera di masa yang akan datang.

Allah mengingatkan kita,”…waltandzur nafsun maqaddamat lighad”… (dalam memproyeksikan pribadi terhadap masa depan) dengan berbagai aspek persiapan, mulai  pengetahuan, kualitas pribadi, nuansa kepribadian yang bermuara pada keimanan.

Apalagi di Batam, otonomi daeran ini plus sebagai daerah industry yang metropolis menambah gairah teman-teman parpol dalam meraih ambisi untuk menjadi pemimpin atau wakil rakyat yang terhormat.

Wakil rakyat kata Bung Chaidir (si dokter hewan) yang menjadi wakil rakyat, sungguh kasihan. Sebab kalau anda menjadi wakil, maka anda harus menunggu dulu rakyatnya berhenti, baru anda bisa menjadi rakyat. Demikian mafhum canda yang beliau kemukakan di tabloid. 

Tentang criteria kepemimpinan ini Rasul Saw memberi sindiran satire dengan sabda beliau,...” orang yang pantas menjadi imam ialah orang yang pandai membaca Kitabullah…”

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim yang merupakan salah satu criteria yang digariskan Rasul Saw untuk seorang Imam (pemimpin) yang berarti seorang pemimpin harus pandai membaca (memahami dan mengamalkan) signal-signal sunnatullah.

Banyak orang bercita-cita menjadi pemimpin (wakil rakyat)? Baik dilingkungan kecil maupun besar, seperti pemimpin bangsa dan negara. Karena dengan duduk di kursi kepemimpinan, segera terbayang kekuasaan, fasilitas, kehormatan (dengan sebutan anggota dewan yang terhormat)?sanjungan, pujian dan semua kenikmatan duniawi.

Sehingga untuk menggapai cita-cita itu segala cara dianggap halal.

Syahdan, belasan abad kemudian, seorang tokoh tarekat al-Jazair bernama Said Muhammad bin as-Sanusi mengembangkan zawiyahnya (sanusiyah) di Tripoli pada pertengahan abad XIX, menangkap pesan Rasul SAW tentang criteria tersebut sebagai pemimpin orang yang pasrah sepenuhnya akan kehendak Allah. Karena itu jalan sukses versi as-Sanusi untuk ukuran sekarang menjadi terasa sangat surealistis (religius).

Dan konon tatkala beliau ingin memilih putranya sebagai pemimpin menggantikan beliau, ada dua orang putranya untuk dipilih. Syaratnya ia menyuruh kedua putranya untuk memanjat pohon kurma yang cukup tinggi. Lalu di daulat dengan mengucapkan syahadat.

Kedua putranya disuruh terjun dari atas pohon. Tapi ternyata hanya si bungsu, Sanusi al-Mahdi yang mengikuti perintah ayahnya tanpa cedera sedikitpun, sedangkan abangnya menolak. 

Maka kepada putranya yang terpilih (ia tak gentar menyerahkan diri kepada Allah) dalam memegang estafet kepemimpinannya berkembang baik dan pesat.

Tentu saja sukses versi as – Sanusi bila diterapkan di zaman sekarang untuk mencari pemimpin abad XXI khususnya di kota ini akan konyol karena bisa fatal akibatnya. 

Untuk ukuran kita, mngkin bukan terjun dari pohon kurma atau kelapa yang tinggi, tapi cukup terjun ke bawah ke tengah-tengah masyarakat, agar bisa membaca dan memenuhi aspirasi umat/masyarakat. Sebab seperti yang diucapkan Rasul Saw,”… pemimpin yang menyulitkan (mempersulit) umatnya niscaya akan dipersulit pula oleh Allah (jalan kepemimpinannya). Wallahu a’lam.

(tan)


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews