Pemprov Kepri Siapkan Penobatan Gelar Pahlawan Sultan Mahmud Riayat Syah III

Pemprov Kepri Siapkan Penobatan Gelar Pahlawan Sultan Mahmud Riayat Syah III

Salah satu seminar dan diskusi soal Sultan Mahmud Riayat Syah III, belum lama ini. (foto: istimewa)

BATAMNEWS.CO.ID, Tanjungpinang - Pemprov Kepri sudah mengusulkan ke pemerintah pusat untuk gelar kepahlawanan dari Kepri yaitu Sultan Mahmud Riayat Syah III, Riau-Lingga-Johor-Pahang (1761-1812).

Kepri telah memiliki dua nama besar pahlawan nasional, yakni Raja Ali Haji dan Raja Haji Fisabilillah. Tapi, sejak menjadi provinsi, inilah usulan pertama Kepri untuk Pahlawan Nasional. 

Rencananya, upacara penyambutan gelar pahlawan nasional Sultan Mahmud Syah III atau Sultan Mahmud Syah III dilaksanakan pada Hari Pahlawan Nasional, 10 November 2017.

Upacara ini dipersiapkan secara matang oleh Pemprov Kepri. "Pada Rabu pukul 08.30 WIB, ada gladi kotor upacara Hari Pahlawan di Halaman Kantor Dompak Tanjungpinang," kata Zulkifli Kabag Humas dan Dokumentasi Pemprov Kepri, Rabu.

Gubernur Kepri H Nurdin Basirun akan mewakili menerima penobatan gelar pahlawan nasional di Jakarta.

Sultan Mahmud Riayat Syah dilantik menjadi Sultan tahun 1761 M pada usia belia, saat masih berusia dua tahun. Pusat pemerintahannya berada di Hulu Riau (Kota Raja) selama 26 tahun (dari tahun 1761-1787 M).

Demi taktik perang melawan Belanda, Sultan Mahmud Syah III kemudian memindahkan Ibukota kerajaan di Lingga hingga akhir hayatnya, tahun 1812 M. Sebagai pemimpin tertinggi Kerajaan Johor-Riau-Lingga dan Pahang, banyak kebijakan Sultan Mahmud Syah III yang strategis dan monumental.

Salah satunya dengan memerintahkan perjuangan melawan penjajah dalam perang di Teluk Riau dan Teluk Ketapang Melaka pada tahun 1784. Dalam peperangan ini, panglima perang Raja Haji Fisabillillah, tewas sebagai syahid.

Meski mengalami kekalahan, tidak menyurutkan perjuangan Sultan Mahmud Syah III melawan penjajah. Beliau justru semakin memperkuat armada perangnya, menyusun strategi dan membangun pusat-pusat ekonomi.

Sultan Mahmud Syah III juga mempererat kerajaan Riau-Lingga-Johor dan Pahang dengan beberapa kerajaan lainnya seperti Jambi, Mempawah, Indragiri, Asahan, Selangor, Kedah dan Trenggano. 

Sultan Mahmud Syah III, menguatkan persaudaraan antara Melayu dan Bugis melalui sumpah setia dan pernikahan antara kedua belah pihak. Kebijakan Sultan ini terbukti mampu menjadi senjata ampuh, melawan penjajah yang terkenal dengan politik adu dombanya.

Pada masanya juga, Lingga dirintis menjadi pusat tamaddun Melayu. Diantaranya menggalakkan dunia tulis (mengarang) dalam kitab-kitab ajaran agama Islam dan bahasa (sastra) Melayu. Kelak, bahasa Melayu menjadi cikal bakal bahasa pemersatu nusantara, yakni bahasa Indonesia.

Sultan Mahmud Syah III, menjadikan Pulau Penyengat sebagai maskawin pernikahannya dengan Engku Puteri Raja Hamidah binti Raja Haji. Berkat perjuangan Sultan pula, akhirnya Lingga dan Pulau Penyengat menjadi kota yang hebat. Lingga kemudian dikenal sebagai Bunda Tanah Melayu dan Pulau Penyengat sebagai Pulau Indera Sakti.

Kepala Dinas Kebudayaan (Disbudl Kabupaten Lingga Muhammad Ishak mengatakan, sosok Sultan Mahmud Riayat Syah III adalah contoh kepemimpinan orang Melayu yang tegas, adil dan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap agama.

Dengan ketokohan tersebut, kata Ishak, menjadi cikal bakal sosok kepemimpinan Kepri hari ini yang perlu didukung seluruh pihak untuk dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional.

"Kalau tahun 2013 itu kita belum tahu spesifikasinya apa. Ternyata dari dokumen ahli ilmu sejarah, dia (Sultan Mahmud Riayat Syah III) itu ahli gerilya laut," kata Ishak kepada batamnews.co.id, belum lama ini.

Kata dia, di Indonesia baru ada dua orang pahlawan yang ahli terhadap perang gerilya, yang pertama Jenderal Sudirman ahli di darat dan Sultan Mahmud Riayat Syah III yang ahli gerilya di laut.

"Apalagi kita tahu Presiden Jokowi sekarang kan penekanan kepada kemaritiman. Jadi, kita tahu Sultan Mahmud ini mulai melakukan itu pada zamannya. Artinya beliau telah menguasai laut dengan mengembangkan perang gerilya laut yang ditakuti oleh VOC. Dan, kedua adanya pengakuan dari sejarawan luar negeri berbahasa Belanda," kata dia.

(ind/ruz)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews