Ada Lukisan Tokoh PKI Aidit di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta

 Ada Lukisan Tokoh PKI Aidit di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta

Lukisan tokoh bangsa di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta. Terselip lukisan tokoh PKI DN Aidit. (foto: istimewa)


BATAMNEWS.CO.ID, Jakarta - Lukisan DN Aidit yang ditemukan terpampang di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta langsung dicopot. Hal itu dilakukan pihak Angkasa Pura II untuk menghindari polemik yang berlebihan di masyarakat.

Lukisan itu terpasang dengan ukuran besar berisi wajah-wajah para tokoh-tokoh pahlawan zaman kemerdekaan Indonesia hingga tokoh-tokoh nasional saat ini. Mulai dari Pendiri NU KH Hasyim Asyari termasuk Presiden pertama RI Sukarno hingga Presiden Jokowi.

Dirut Angkasa Pura II mengaku berterima kasih atas laporan soal lukisan ini karena pihaknya tidak terlalu memperhatikan detail dari wajah-wajah tokoh dalam lukisan tersebut.

“Setelah dipasang kita nggak sadar ada foto itu. Karena itu kan ada di berbagai foto. Saya juga terima kasih ada yang jeli,” ujar Plt dirut AP II, Djoko Murjatmodjo dalam keterangannya di Terminal 3, Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jumat (12/8/2016).

Namun apa sebenarnya tujuan dari sang pelukis menyisipkan gambar DN Aidit di lukisan tersebut? Apakah ada unsur kesengajaan?

Diketahui pelukis lukisan itu adalah seniman Galam Zulkifli. Sementara kuratornya dari Semarang, Chris Dharmawan.

Chris Dharmawan kepada media mengungkapkan bahwa memang sengaja memasukan DN Aidit dalam lukisan itu karena menganggap sejarah tokoh bangsa selama ini masih terkotak-kotakan antara asumsi pahlawan dan pemberontak.

Padahal ada sejarah yang sekian lama dibengkokan sehingga menjadi bias dan kesalahan yang sangat fatal. Termasuk dengan DN Aidit.

“Itu sebetulnya menggambarkan sejarah Indonesia dalam lukisan. Baik pahlawan dan pemberontak. Dari awal Indonesia sampai sekarang kan banyak peristiwa. Itu digambarkan di situ. Itu mengambarkan apa adanya. Nggak ada maksud sama sekali untuk menyinggung PKI,” jelas Chris.

“Dia (Aidit) kan pelaku sejarah untuk menjadikan Indonesia sampai sekarang. Sejarah kan nggak bisa motong-motong kaya sekarang. Jadi harus secara utuh. Nggak maksud politik, tapi lebih ke unsur objektifitas sejarah,” papar Chris.

(ind/pojoksatu)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews