Syazwan Abdul Majid: Pewaris Pulau Ubin Singapura yang Berkomitmen Lindungi Warisan Budaya Muslim

Syazwan Abdul Majid: Pewaris Pulau Ubin Singapura yang Berkomitmen Lindungi Warisan Budaya Muslim

Nor Syazwan Abdul Majid, pewaris Pulau Ubin Singapura bertekad untuk membangun kembali Pulau Ubin dengan budaya Muslim (today)

Singapura, Batamnews - Dalam usaha luar biasa untuk menjaga warisan dan budaya komunitas Muslim di Pulau Ubin, seorang pewaris keturunan pulau ini, Mr. Nor Syazwan Abdul Majid, telah muncul sebagai tokoh yang berkomitmen. 

Kenangan tentang kunjungan pertamanya ke Pulau Ubin pada tahun 2003 masih terpatri dalam pikirannya. 

Ia mengayuh sepeda tandem bersama ibunya, menyusuri jalan-jalan pulau yang menyeberang beberapa gubuk terbengkalai, hingga akhirnya berhenti di dekat rumah tempat ibunya tumbuh besar.

Syazwan waktu kecil bersama ibunya di Pulau Ubin (dok pribadi/today)

Pada hari itu, ibunya, Ms. Noor Riah Sulong, membagikan rahasia yang selama ini tersembunyi: Syazwan adalah keturunan asli pulau ini. 

Baca juga: Perayaan Hari Nasional di Singapura Dimulai dengan Festival Heartland GetActive!

Lahir pada tahun 1959 di Pulau Tekong, ibunya dan keluarganya pindah ke Pulau Ubin di tahun yang sama demi mencari peluang pekerjaan yang lebih baik.

Pulau Ubin menjadi rumah bagi Ms. Riah selama 20 tahun berikutnya, sebelum menikah dan pindah ke daratan Singapura. 

Namun, kunjungannya ke pulau tersebut tetap berlanjut saat ia mengunjungi ibu dan dua saudaranya di Pulau Ubin di akhir pekan. Semua anggota keluarga akhirnya pindah ke daratan Singapura pada tahun 1990-an.

Meskipun Syazwan telah mengetahui akar-akarnya sejak usia dini, ketertarikannya terhadap Pulau Ubin semakin mendalam selama dinas nasionalnya. 

Baca juga: Tas Ditinggalkan saat Pengeledahan: Penumpang Kapal Ferry Gagal Selundupkan Ribuan Benih Lobster ke Singapura

"Saya mulai bertanya-tanya tentang tujuan hidup saya sedikit lebih banyak. Itu saat saya diingatkan tentang kisah-kisah ibu saya saat tumbuh besar di pulau itu, dan rasa ingin tahu saya semakin memuncak," katanya seperti dilansir today, Senin (7/8/2023)

Dari minatnya ini lahir suatu misi untuk menemukan sisa-sisa rumah leluhurnya dan lebih memahami warisannya. 

Pada tahun 2018, ia memulai "Wan’s Ubin Journal" di berbagai platform media sosial, membuka jalan bagi interaksi lebih mendalam dengan penduduk lokal.

Rumah di Pulau Ubin tempo dulu (dok pribadi/today)

Tahun yang sama, keberuntungan berpihak padanya ketika Badan Taman Nasional (NParks) mengumumkan pencarian proposal dari masyarakat untuk merestorasi lima rumah di Pulau Ubin. Salah satunya adalah "Rumah 6J" di Kampung Sungei Durian.

Baca juga: Waspada Macet di Gerbang Singapura- Johor Bahru Selama Hari Kemerdekaan, Waktu Tunggu Bisa 3 Jam

Melalui percakapan dengan penduduk Pulau Ubin, Syazwan menyadari bahwa belum ada mushala atau masjid bagi komunitas Muslim di sana. Pengalaman kehilangan anggota keluarga dan sahabat yang berarti baginya semakin menguatkan tekadnya untuk melestarikan warisannya.

"Ketika orang-orang ini menghilang, cerita-cerita mereka pun ikut hilang. Kita tak akan bisa mengabadikan pengetahuan yang telah diwariskan selama berabad-abad," ungkapnya.

Dengan pemikiran ini, Syazwan memiliki gagasan untuk mengubah Rumah 6J menjadi galeri komunitas dan mushala tempat salat bagi umat Muslim.

"Semoga, dengan pembangunan galeri komunitas, kami mampu mengabadikan cerita-cerita ini. Sehingga saat orang mengunjungi tempat ini di pulau, mereka dapat memahami lebih banyak tentang gaya hidup kami," tambahnya.

Baca juga: Wisata Batam Semakin Bergairah, Jumlah Wisman Melonjak dengan Wisatawan Singapura Terbanyak

Proposalnya untuk mengubah rumah tersebut diajukan kepada NParks melalui jaringan komunitas Friends of Ubin dan telah mendapatkan dukungan prinsip.

Pada tahun 2019, saat bekerja sebagai petugas hubungan komunitas untuk NParks, ia bertemu dengan Mr. Raja Mohd Fairuz, seorang arsitek dan dosen politeknik yang sedang melakukan penelitian desain partisipatif tentang arsitektur Pulau Ubin. Kerja sama mereka pun dimulai.

Saat ini, keduanya bekerja sama untuk memimpin proyek ini. Langkah selanjutnya adalah mencari relawan untuk proyek tersebut. 

Setelah relawan ditemukan, riset lapangan akan dilakukan bersama penduduk Pulau Ubin sebelum elemen-elemen desain akhirnya ditentukan dan perkiraan biaya awal diserahkan kepada NParks.

Melalui proyek ini, Syazwan berharap dapat menghormati penduduk Pulau Ubin dan membantu mereka merayakan kebanggaan akan pulau tersebut. 

Ia juga berharap para pengunjung dapat lebih menghargai Pulau Ubin sebagai tempat yang sarat dengan budaya dan warisan yang kaya, selain hanya sebagai ruang alam.

Baca juga: Seorang Istri Hilang di Kapal Pesiar Milik Royal Caribbean, Diduga Jatuh ke Laut Singapura

Pada 1 Agustus lalu, Syazwan mulai mencari relawan pemuda melalui berbagai platform media sosialnya, terutama mereka yang memiliki latar belakang dalam arsitektur, riset, atau publikasi. Selama beberapa hari terakhir, ia telah menerima lebih dari 30 aplikasi.

Ini bukanlah proyek pertama Syazwan di Pulau Ubin. Pada tahun 2019, ia memulai proyek "WUJ Kampung Clean-Up," yang kemudian berganti nama menjadi "Project Gotong Royong" pada tahun 2022. Proyek ini berlangsung setiap bulan, di mana para relawan membantu penduduk setempat dalam menjaga dan membersihkan kampung mereka.

Kondisi rumah di Pulau Ubin saat ini (today)

Penduduk Kampung Sungei Durian di Pulau Ubin, baik yang masih tinggal maupun yang pernah tinggal di sana, sangat mendukung usaha-usaha Syazwan. Mereka percaya bahwa menjaga budaya dan warisan tempat tersebut adalah hal yang penting.

Mr. Othman, yang saat ini berusia 78 tahun dan tinggal bersama istrinya di salah satu rumah di Kampung Sungei Durian, mengatakan bahwa kehidupan di Pulau Ubin adalah pengalaman yang asing bagi sebagian besar orang.

"Alasan mengapa saya masih memiliki banyak stamina adalah karena tinggal di kampung. Ini tentang kedamaian dan ketenangan. Begitu Anda berada di sini, udaranya lebih segar, dan Anda bisa bersantai lebih banyak," kata Mr. Othman.

Baca juga: Politik Singapura Mulai Panas, Ng Kok Song: Calon Presiden Harus Paham Tentang Kekuasaan Presiden Terpilih

Mr. Abdul Malek Salleh, yang kini berusia 68 tahun, dulunya tinggal di Kampung Sungei Durian sebelum pindah ke daratan Singapura pada tahun 2000. Ia percaya bahwa penting untuk memamerkan perjuangan dan warisan komunitas Melayu di Kampung Sungei Durian dan Pulau Ubin.

"I feel very good about the project. It will showcase the struggles, hard work, culture and heritage of the Malay community in Kampung Sungei Durian and Pulau Ubin."


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews