Jejak Limbah Minyak di Pantai Kampung Melayu: Dari MT Pablo hingga Pantai Stress

Jejak Limbah Minyak di Pantai Kampung Melayu: Dari MT Pablo hingga Pantai Stress

Seorang ayah dan anaknya tengah menyusuri limbah di pantai Kampung Melayu, Nongsa, Batam, Kepri (Foto: Batamews)

AIR jernih dan pantai yang cukup memesona di Kampung Melayu, Kecamatan Nongsa, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, pagi buta, 3 Mei 2023, berubah menjadi gelap, hitam, dengan bau menyengat.

Orkestra deburan ombak di tepi pantai berubah irama. Berganti menjadi deburan limbah minyak hitam yang misterius, lalu menjilati bibir pantai. Pagi itu sebuah bencana lingkungan telah tiba.

Warga Kampung Melayu nyaris tak percaya pantai tempat mereka menyandarkan nasib jadi tempat kiriman limbah.

"Laut menjadi hitam semua, tak nampak airnya lagi, minyak hitam semua," ujar seorang warga Kampung Melayu pagi itu.

Kejadian ini bukan hanya sekali. Namun kali ini boleh dibilang yang juga yang terparah. "Siapa yang tanggungjawab ini, tempatnya cantik dikotorin," ujarnya.

Sejumlah petugas bergegas turun ke lokasi. Limbah itu dibersihkan. Tak cukup sehari. Sepekan kemudian siksaan minyak hitam baru mulai terlihat berkurang.

Melihat itu, sebagian nelayan hanya bisa termenung. Mereka tak bisa melaut. Berdasarkan pengalaman warga, efek dari limbah minyak itu bisa mencapai 6 bulan baru benar-benar hilang.

"Bisa enam sampai tujuh bulan, itu pun tak pulih seperti semula,” kata Sulaiman, seorang nelayan kepada Batamnews.

Andi, rekan Sulaiman menyela. Dia bilang, tidak saja merusak pantai, tapi kejadian itu sudah barang tentu merusak kantong. Pengunjung pantai tak kedatangan wisatawan, nelayan kehilangan mata pencaharian, pengelola kuliner merugi.

“Coba lihat, sudah dibersihkan petugas [pantai], tetapi tetap kotor,” kata dia.

Petugas Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kepulauan Riau turun ke lokasi. Hasilnya, setelah dibersihkan, ada belasan drum limbah minyak hitam.

"Ada12 drum besar ditambah 3 karung berkapasitas 1-2 ton berisi minyak hitam," ujar Edison, Kepala Bidang Pengolahan Sampah B3 dan Kajian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kepulauan Riau, pada 9 Mei 2023..

Peristiwa ini sudah berulang. Perairan Batam seolah sudah jadi langganan pembuangan limbah minyak hitam. Apalagi ketika angin utara tiba.

Tidak saja Batam, Lagoi, perairan Bintan, juga kerap jadi langganan. Pelakunya tak kunjung terungkap. Pada tahun 2021 kejadian terparah juga pernah terjadi. Ada 176 drum limbah yang diangkut dari pesisir Nongsa.

Celakanya, lagi-lagi siapa pelakunya tak pernah terungkap. Lemahnya penegakan hukum terhadap kasus ini membuat para pelaku terus leluasa. Aparat seolah tak berdaya.

“Kalau dari citra satelit sebaran [minyak hitam] saja yang keliatan, tetapi sumbernya belum diketahui,” kata Edison.

Petugas tak berani menduga-duga asal limbah. Kapal MT Pablo berbendera Gabon, dengan rute China-Singapura adalah sosok yang paling dicurigai.

Kapal berisi minyak itu terbakar di Perairan Sedili, Kota Tinggi, Johor Bahru, Malaysia, 1 Mei 2023. Polda Kepri juga mencium penyebab limbah itu berasal dari kapal tersebut.

Sementara itu pada saat kapal MT Pablo terbakar, petugas Malaysia berhasil mengevakuasi 25 kru selamat, dan 3 krunya dinyatakan hilang. Jaraknya dari Nongsa bekisar 64 kilometer.

Selain itu, terdeteksi pula tumpahan minyak berada di 15 mil antara lokasi kapal dan pencemaran. Pada waktu kejadian, angin juga sedang berembus ke utara--mengarah ke Kampung Melayu.

Namun, petunjuk lain juga tersibak. Di pesisir pantai, warga menemukan belasan karung berisi sludge oil. “Saya curiganya itu dari kegiatan tank cleaning (pembersihan tangki kapal),” kata Edison.

Aktivitas Mencurigakan di Pantai Stres Sehari Sebelum Kejadian

 

Batamnews mendapat informasi mengenai aktivitas mencurigakan di Pantai Stress, Jodoh, Batam. Ada pergerakan 30 pekerja pembersih limbah kapal yang beraktivitas dan melintasi Pantai Stres, sambil memanggul ransel, sepatu karet, serta karung goni dan besar berkapasitas tampung 1 ton.

Tampilannya berbeda dari pengguna pelabuhan rakyat umumnya. Dari pelabuhan rakyat itu, mereka menyewa perahu bermesin tempel 15 PK. Tujuannya adalah sebuah kapal yang sedang angker di sekitaran perairan Batuampar.

"Namun aktivitas itu sudah biasa. Mereka naik pancung pergi ke kapal tanker," ujar seorang sumber yang namanya sengaja dirahasiakan kepada Batamnews, 4 Mei 2023.

Ia juga tak mengira setelah melihat itu, keesokan harinya terjadi pencemaran di pantai Kampung Melayu. Namun ia tak dapat memastikan apakah ada kaitan dengan orang-orang misterius tersebut.

“Saya dengar di Nongsa [lokasi pencemaran] ditemukan karung-karung. Ada juga persis seperti yang mereka bawa [karung tempat menyimpan lumpur],” kata pemuda usia 20 tahunan ini. Begitu juga dengan dua rekannya.

Keberadaan karung-karung itu diakui Kepala Seksi Penegakan Hukum Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Khusus Batam, Rahmat Nasution.

Bahkan sebagian minyak hitam masih dalam kemasan karung di sekitar pantai. "Di sekitaran pantai ditemukan sedikitnya ada 10 karung besar,” ujar Rahmat.

Informasi di lapangan, keberadaan para pekerja pembersih tank cleaning itu udah menjadi profesi. Mereka bekerja berdasarkan perintah dan orderan.

Lokasi pekerjaannya hingga ke perairan internasional atau OPL (out port limited). Pelabuhan rakyat menjadi titik para pekerja ini berangkat ke kapal-kapal besar dengan menggunakan pancung.

Terungkap Modus Pencemaran Minyak Hitam

 

Kepala Bidang Pengolahan Sampah B3 dan Kajian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kepulauan Riau, Edison mengatakan, selama ini ada berbagai modus yang dipakai oleh para penjahat lingkungan ini.

Kegiatan tank cleaning ilegal hanya salah satunya. “Apalagi sekarang ABK sudah bisa melakukan tank cleaning sendiri,” kata dia.

Modus lainnya, yaitu perdagangan minyak ilegal (kencing atau jual minyak di laut).  Modus ini disebut trading. “Kalau sedang ‘kencing’ kapal tidak berhenti, karena jika ketahuan GPS-nya berhenti, bisa bermasalah dengan kantor pusat mereka. Mereka mengelabui [perusahaannya] dengan kapal tetap berjalan,” kata Edison.

Perilaku ‘kencing’ inilah yang menjadi salah satu sumber masalah pencemaran di pesisir Kepulauan Riau saat angin utara tiba. Setiap berkegiatan minyak yang tumpah ke laut bisa sampai 50 ton.

Ini terjadi karena selang atau hose yang digunakan diameternya bisa 6 sampai 10 meter dengan kecepatan pompa mulai dari 300 sampai 500 ton perjam. “Jadi kalau mereka lepas pipa sambil jalan, kan banyak tumpahan,” katanya.

Satu modus yang perlu juga mendapat perhatian, meski belum disoroti saat ini, adalah pencemaran di Batam dilakukan oleh semacam sindikat.

Yaitu limbah dari luar negeri diangkut oleh kapal kecil memasuki Batam, kemudian limbah itu akan ditransfer ke kapal yang ukurannya lebih besar. Kapal besar inilah yang berperan mengalirkan limbah ke laut saat angin utara berembus.

KSOP Khusus Batam sebetulnya pernah berhasil mengungkap kasus impor limbah B3 pada 2021 lalu. Yaitu saat petugas menangkap kapal SB Cramoil Equity.

Kapal milik perusahaan asal Singapura itu ditahan karena kedapatan mengangkut 20 ton limbah secara ilegal dari Singapura ke Indonesia. Petugas menduga aktivitas mereka berkaitan dengan pencemaran di Perairan Utara Kota Batam.

Pada 15 Juni 2021, sekitar pukul 23.00 WIB, petugas menertibkan kapal itu di Perairan Batuampar. Kala itu, selama tiga hari kapal berbendera Belize (Marinetraffic: Singapura) tersebut terpantau berputar-putar di Perairan Nongsa dan Batuampar.

Dia sedang menunggu MT Tiger Star untuk menjemput muatannya. (MT Tiger Star meledak pada 17 April 2023 lalu di perairan Malaysia dekat dengan Indonesia.)

Seorang penegak hukum di lingkungan KSOP Khusus Batam mengatakan, kapal tanker tersebut diduga menjadi biang masalah pencemaran.

Menurut dia, dalam pemeriksaan, nakhoda serta ABK SB Cramoil Equity mengakui, mereka memang bertugas mengantarkan limbah ke MT Tiger Star untuk kemudian dibuang.

“Fakta hukumnya mengatakan seperti itu,” kata dia. (Menurut keterangan nahkoda kepada petugas saat diperiksa, setiap bulan kapalnya mengangkut sekitar 100 ton limbah. Dia sendiri sudah bekerja mengemudikan kapal itu selama 2,7 tahun, dan kegiatan ia akui, sudah dilakukan Cramoil Singapura sebelum ia bekerja di sana.)

Suka atau tidak, penindakan semacam itu menurut Edison membuat pencemaran di Batam sempat menghilang selama dua tahun belakangan.

Padahal periode 2018 sampai 2020, ada sekitar 600 drum limbah yang dibersihkan dari pesisir Nongsa. “Permasalahan di laut ini, kan, di hulu ya. Artinya di laut. Yang punya akses ke laut kan bukan kita. Kalau bisa pengawasan ditingkatkan oleh Aparat penegak hukum di laut. Seperti pengalaman kita tahun kemarin kan. Itu jauh sekali berkurangnya."

Pertanyaannya kemudian, bila benar itu terjadi, bagaimana cara penjahat lingkungan menumpahkan minyak hitam dari kapal tanker?

Saya mewawancarai seorang pengusaha dan praktisi tank cleaning Indonesia. Dia bersedia diwawancara, tetapi meminta namanya disamarkan karena sejumlah alasan.

Menurut dia, setelah pencucian tanki, pelaku akan membuang limbah tersebut melalui sistem pembuangan yang ada di kapal atau melalui kotak isap buang air laut (sea chest).

Alat ini mengisap air laut kemudian menyaringnya menjadi pendingin generator kapal atau mesin induk kapal. Cara kerjanya adalah dengan sea chest dipompakan ke dasar laut. Setelah minimal satu jam di dasar, sea chest ini akan mengapung ke permukaan laut.

Selain sea chest, pembuangan juga biasa dilakukan melalui pipa kargo yang ada di manifold yang letaknya di tengah-tengah dek kapal.

“Diduga limbah dibuang pada dinihari hingga menjelang subuh. Karena pada jam tersebut, sangat lemah pengawasan. Tapi jika pelaku beraksi di siang hari, tidak mungkin karena banyaknya kapal patroli dari masing-masing negara di perairan bebas tersebut,” kata praktisi yang mengaku hasil investigasinya ini sudah pernah dibongkar di depan para petinggi negara perwakilan Asean 5 tahun silam, di Best Western Premier Panbil, 16-18 April 2018.

Dia bilang, banyaknya limbah yang dibuang melalui sea chest tergantung seberapa banyak limbah yang dicuci. Agar proses cepat, limbah yang dibuang biasanya bekisar di bawah 100 ton. Namun, ada juga yang sampai 200 ton.

Untuk menangkap pelaku menurut dia, perlu kerjasama bilateral dengan tiga negara yaitu Indonesia, Singapura dan Malaysia. Terlebih dukungan Singapura dengan satelitnya yang canggih, yang bisa menangkap kegiatan di dalam kapal. Begitu juga dengan riak air serta kecepatan kapal. Jika ada tumpahan minyak, maka air di belakang kapal akan nampak berwarna merah di satelit.

Aktivis Lingkungan: Aparat Terkesan Tidak Serius

 

Menurut Azhari Hamid, aktivis lingkungan hidup di Kepri, pencemaran di pesisir adalah permasalahan tak kunjung selesai. Hilang dan timbul. Dia mengapresiasi ketegasan aparat yang dulu mulai berani menangkapi kapal-kapal nakal.

Akan tetapi, ia meminta pemerintah juga harus memberikan perhatian khusus terhadap lingkungan hidup di laut. Bukan cuma membentuk satgas, melakukan rapat secara maraton, koordinasi antar-instansi, tetapi tidak menghasilkan hasil.

Solusi harus aplikatif, bukan hanya menemukan atau memecahkan masalah di atas meja. Harus jelas rencana jangka pendek dan jangka panjangnya.

Ketidakseriusan pemerintah menurutnya bisa terlihat ketika lembaga sekelas DLHK Kepri dan Batam sampai saat ini belum memiliki memiliki armada dan personel yang mumpuni untuk mengawasi di laut.

Padahal menurut Azhari, secara keseluruhan 96 persen wilayah Kepri adalah lautan, terutama karena provinsi ini terletak pada jalur lalu lintas laut yang ramai, Selat Malaka. Pun, masalah pencemaran di pesisir juga datang dari ulah kapal-kapal di sana.

“Persoalannya dari zaman dulu kita tidak punya satuan pengawasan laut yang dilengkapi dengan fasilitas yang baik. Padahal ini penting, itu saja dulu yang diperhatikan. Jika ini jalan, kan, bisa dilihat tahun depan, apakah masih ada kejahatan lingkungan di laut itu?” kata pria yang menyelesaikan S2 program studi teknologi pegelolaan sampah dan limbah perkotaan, fakultas teknik di Universitas Gajah Mada ini.

Limbah sludge oil juga cuma satu dari sekian masalah kejahatan lingkungan di laut, yang diam-diam terus masuk ke Indonesia. Ketegasan harus ditingkatkan, tidak bisa tidak. Dia berpendapat, hukuman badan harus direalisasikan kepada penjahat-penjahat lingkungan ini.

“Jadi tidak hanya sebatas memabayar denda, kemudian pergi dan masuk lagi. Sementara status material yang ada dalam kapal mereka itu sudah status limbah yang mau dibuang. Dia bilang tidak buang di Indonesia, kan bisa saja dia buang di OPL, Malaysia, arah Bangladesh. Kalau itu terjadi, Indonesia kena juga. Anggaplah tidak kena Batam, tetapi dia bisa kena di Aceh, tidak di aceh, kena di Riau. Sama saja.”

Menurut dia solusi konkret untuk mengatasi kejahatan lingkungan di laut, yaitu dengan adanya satu sistem pengawasan bersama dari aparat-aparat yang terkoneksi dengan permasalahan penanganan limbah di laut.

“Jadi harus ada forum bersama dan harus ada pembiayaan. Di sini pemerintah provinsi atau kabupaten kota harus berbagi dana pengeloaan untuk kegiatan itu,” kata dia.

“Kalau ada anggaran untuk itu [kegiatan mengantispasi kejahatan lingkungan] mereka [aparat] mau bekerja dengan baik. Tetapi kan, tidak ada. Mohon maaf ini asumsi saya, sekarang ini menurut saya banyak oknum-oknum yang mempelajari aturan soal limbah ini untuk kepentingan pribadi . Mereka pelajari undang-undangnya, kemudian mereka tangkap, mereka takut-takuti pelaku dengan ancaman akan dibawa ke DLHK. Ini potensi berbahaya buat lingkungan,” katanya.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews