Khawatir Diusir Warga, Masyarakat Suku Laut Tanjung Gundap Ngadu ke DPRD Batam

Khawatir Diusir Warga, Masyarakat Suku Laut Tanjung Gundap Ngadu ke DPRD Batam

Masyarakat bersama warga suku laut Kampung Tua Tanjung Gundap menemui DPRD Batam (Foto: Arjuna/Batamnews)

Batam, Batamnews - Permasalahan ketersediaan lahan tempat tinggal bagi masyarakat suku laut di Kampung Tua Tanjung Gundap, Kecamatan Sagulung, Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri), mencuat.

Masyarakat suku laut mengklaim jika mereka mendapat semacam ancaman dari warga Kampung Tua Tanjung Gundap. Mereka takut nantinya bakal berakhir pada pengusiran.

Hal itu juga dijelaskan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang mendampingi masyarakat suku laut dalam mengadukan nasibnya ke DPRD Batam. Rapat bersama anggota dewan dengan sejumlah warga Tanjung Gundap pun berlangsung, Rabu (24/8/2022).

Baca juga: Sui Hiok Ungkap Kondisi Rumah Suku Laut: Sudah Banyak yang Rusak

Sesuai dengan namanya, masyarakat suku laut tinggal tak jauh dari lautan. Mereka tinggal pada pondok di bibir pantai Tanjung Gundap. Di sana, ada 21 kepala keluarga. Mereka lahir dan hidup di laut. Hampir semua aspek di kehidupan mereka bergantung ke laut.

Suku laut sudah tinggal di kawasan itu sejak tahun 1970-an. Sebagaimana yang dijelaskan oleh kepala suku, Badar.

"Kami tak tahu apa-apa. Kami tak punya tempat tinggal jika dihalau. Kami tak sanggup bikin rumah di situ (Tanjung Gundap). Hanya itu (pondok) lah, tempat kami," ujarnya.

Masyarakat suku laut lainnya, Akim pun menjelaskan hal serupa. Katanya, selama puluhan tahun mereka tak pernah diklaim sebagai penumpang di kawasan itu. Dari situ, Akim dan masyarakat suku laut lain risau akan keberlangsungan hidupnya. Jika saja mereka benar diusir, maka tak ada lagi tempat mereka untuk berteduh.

 

"Kami tinggal di situ sejak tahun 70. Selama ini kami tidak pernah dibilang menumpang. Selama ini apa yang kami lakukan di situ (laut) untuk kami hidup. Kalau ada tempat yang layak tolong tunjukkan tempatnya. Kami bangun rumah panggung di atas air, di bibir pantai, tak ganggu lahan orang," katanya.

Sebagaimana yang dipaparkan oleh tim LBH itu, bahwa sejak awal 2020, ada orang yang menyatakan bahwa tanah tersebut sudah punya hak milik. Orang tersebut pun menyarankan ke masyarakat suku laut untuk meninggalkan tempat tersebut.

Secara umum, memang tidak ada intimidasi. Hanya ada orang yang mengklaim tanah itu milik mereka. Namun mungkin masyarakat suku laut agak sensitif hingga menilai itu sebagai tindakan intimidasi.

Bahkan tokoh masyarakat Tanjung Gundap, Selamat menepis tudingan intimidasi itu, apalagi sampai ada tindakan pengusiran. Hanya saja warga ingin menata lahan Kampung Tua tersebut.

Baca juga: Nizar-Neko Serius Perhatikan Suku Laut di Lingga, Ini Buktinya

"Masyarakat tidak pernah mengintimidasi dan mengancam saudara kita suku laut yang tinggal di garis pantai Kampung Tua. Mereka saudara kami yang tinggal di sana sejak puluhan tahun lalu," ujarnya.

"Memang kami sedang ingin menata lahan itu. Tapi kami akan memberikan mereka lahan untuk tempat mereka tinggal," tambah Selamat.

Tetua di Tanjung Gundap lain, Ramli menyebut, jika Kampung Tua itu sudah ada sejak 3 keturunan dari ahli waris keluarga mereka. Luasnya sekitar 13 hektare.

"Kami tidak pernah berbahasa keras mengintimidasi atau mengusir masyarakat suku laut. Jika ada yang melakukan tindakan seperti itu, lapor ke saya. Saya akan pasti masyarakat suku laut dapat hidup sebagaimana biasanya dengan aman," katanya.

 

Dewan Minta Pemko Batam Turun Tangan

Anggota Komisi I DPRD Batam, Utusan Sarumaha meminta semua pihak harus menahan diri dalam proses sengketa yang terjadi di Tanjung Gundap. Sebab kedua belah pihak masing-masing mendalilkan bahwa masing-masing memiliki surat.

"Dari keterangan yang kita dapat, dari 13 hektare itu termasuk mereka yang berada di bibir pantai. Itu ada sekitar 1 hektare," kata dia.

Dia melanjutkan, jangan sampai pengaturan Kampung Tua dari presiden terkendala. Yang memegang kendali soal ini ialah pemerintah.

Untuk sertifikat, sudah diajukan. Namun terkendala karena tidak adanya surat hibah. Sementara masyarakat suku laut sudah puluhan tahun bermukim di sana secara de facto.

"Kalau ada pihak-pihak yang tidak menerima silahkan ajukan gugatan. Kita juga tidak bisa menutup mata bahwa masyarakat sudah turun-temurun hidup di sana," kata Utusan.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews