Mengenang Raja Haji Fisabilillah, Raja Riau-Lingga yang Dibenci Kolonial Belanda

Mengenang Raja Haji Fisabilillah, Raja Riau-Lingga yang Dibenci Kolonial Belanda

Lukisan Raja Haji Fisabilillah. (Foto: Badan Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Provinsi Kepulauan Riau)

Tanjungpinang, Batamnews - Peringatan ulang tahun kemerdekaan ke-77 Republik Indonesia tinggal beberapa hari lagi.

Momen peringatan kemerdekaan, selalu identik dengan mengenang para pahlawan. Ya, bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan jasa pahlawannya.

Setiap daerah memiliki tokoh-tokoh yang menjadi pahlawan dalam mewujudkan kemerdekaan, lepas dari penjajahan. Termasuk di wilayah Kepulauan Riau,

Salah satu Pahlawan Nasional yang berasal dari Kepulauan Riau (Kepri) yang terkenal adalah Raja Haji Fisabilillah.

Karena jasa dan perjuangannya, pemerintah menobatkannya sebagai pahlawan nasional pada bulan Agustus 1997, berdasarkan keputusan Presiden RI nomor: 072/TK/1997.

Nama Raja Haji Fisabilillah juga digunakan sebagai nama Bandar Udara di Tanjungpinang dan nama sejumlah jalan di Kepri.

Lahir di Hulu Riau sekitar tahun 1727, Raja Haji Fisabilillah merupakan raja Kerajaan Riau-Lingga berdarah Melayu dan Bugis.

Raja Haji Fisabilillah lahir dari pasangan Raja Riau-Lingga Yang Dipertuan Muda Riau II, Daeng Celak dan Tengku Mandak, adik dari Yang Dipertuan Muda Riau I (Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah).

Raja Haji Fisabilillah menggantikan Daeng Celak dan kemudian bergelar Yang di-Pertuan Muda Riau IV.

Sebelum resmi menjadi raja, Raja Haji Fisabilillah menjabat sebagai Sultan Kelana.

Menjabat sebagai Kelana, Raja Haji Fisabilillah sempat melawan penjajah Belanda ketika ia berkunjung ke Selangor di tahun 1757. Perang ini dikenal sebagai Perang Linggi.

Pada perang tersebut, Raja Haji Fisabilillah berhasil mengamankan Selangor dari Belanda dan sekutu-sekutunya.

Resminya Raja Haji Fisabilillah diangkat sebagai Yang Dipertuan Muda Riau IV pada tahun 1777, menggantikan Daeng Kamboja yang meninggal dunia.

"Banyak dekade pemerintahan kerajaan Riau. Sebelumnya ada Kerajaan Johor, Pahang, Riau, Lingga. Terakhir Riau-Lingga. Di jaman Belanda, kerajaan-kerajaan ini dipecah-pecah. Untuk Raja Haji Fisabillah ini raja dari Kerajaan Riau-Lingga," jelas Kasubbag TU Badan Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Provinsi Kepulauan Riau, Zulkifli Harto, Selasa (9/8/2022).

Merujuk pada buku Riwayat Singkat Pahlawan Nasional Raja Haji Fisabilillah" terbitan Pemerintah Kota Tanjungpinang, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang tahun 2007, Raja Haji Fisabilillah memiliki watak cerdas, pemberani dan peka.

Belanda sangat membenci Raja Haji Fisabilillah karena perlawaannnya. Bersama pasukannya, ia kerap mengganggu pelayaran milik VOC yang bertempat di Malaka.

Raja Haji Fisabilillah dipandang Belanda sebagai tokoh sangat berbahaya karena pengaruhnya di sepanjang Selat Malaka yang merupakan jalur strategis perdagangan ataupun pelayaran.

Pasukan laut Kerajaan Riau-Lingga mulai melakukan gangguan perdagangan Belanda di Selat Melaka, dengan memaksa pedagang yang akan ke Malaka agar berbalik ke Riau. Bagi yang membangkang akan dirampas atau ditenggelamkan.

Hal ini dilakukan Raja Haji Fisabilillah karena Belanda telah dianggap melanggar kedaulatan dan marwah Kerajaan Riau-Lingga.

Karena perlawanannya itu juga, Belanda sampai memberi Raja Haji Fisabilillah gelar sebagai perompak, lanun, avinturir, raja api, serta menyamakankannya dengan Viking yang disebut perompak di Eropa.

Raja Haji Fisabilillah dipandang Belanda sebagai tokoh sangat berbahaya karena pengaruhnya di sepanjang Selat Malaka yang merupakan jalur strategis perdagangan ataupun pelayaran.

Sebaliknya juga sama. Raja Haji Fisabilillah juga sangat anti dengan tindakan penjajah Belanda yang serakah serta ingin mencampuri dan mengambil hak yang sah di setiap kerajaan.

Ia mengikuti dengan cermat tindakan dari Belanda dengan segala tipu dayanya. Raja Haji Fisabilillah mengikuti kegiatan politik dan ekonomi Belanda di sepanjang Selat Malaka.

Kebencian Raja Haji Fisabilillah semakin bertambah karena sikap Belanda yang menjadikan Perang Linggi sebagai alasan untuk menuntut kerajaan Riau-Lingga membayar ganti rugi.

Selanjutnya....

 

Perang Melawan Penjajah

Pada tahun 1758, atau di akhir Perang Linggi, Belanda membuat kerjasama dengan Negeri Riau, Klang dan Rembau di Port Filipina.

Perjanjian tersebut dikenal sebagai perjanjian persabatan, perdamaian dan teman serikat. Dari Kerajaan Riau, perjanjian ditandatangani oleh Daeng Kamboja atau Yang Dipertuan Muda Riau III.

Raja Haji Fisabilillah juga sempat membuat perjanjian dengan Belanda. Diantara isi perjanjian adalah tentang harta rampasan yang harus dibagi dua.

Akan tetapi pihak Belanda dianggap melanggar perjanjian hingga. Hal itu dirasa tidak menghormati hak-hak Kerajaan Riau yang berdaulat.

Berawal ketika Raja Haji Fisabilillah melaporkan kehadiran kapal Inggris bernama Betsy kepada Gubernur VOC di Malaka, Pieter Gerendus de Bruijin. Kondisinya saat itu, Inggris merupakan musuh Belanda.

Namun tanpa sepengetahuan dan izin dari Kerajaan Riau-Lingga, pihak Belanda merampas kapal Betsy.

Kapal yang bermuatan 1.154 peti candu itu kemudian dibawa ke Batavia.

Dalam protesnya Raja Haji Fisabilillah mengirimkan surat protes kepada Pieter Gerendus de Bruijin, namun tidak ditanggapi. Iapun kemudian berangkat ke Johor.

Gubernur Malaka mengatakan perampasan kapal Betsy dilakukan tanpa bantuan Kerajaan Riau dan memberikan alasan-alasan lain yang tidak bisa diterima oleh Raja Haji Fisabilillah.

Raja Haji Fisabilillah tetap menganggap tindakan Belanda telah melanggar kedaulatan Kerajaan Riau.

Surat perjanjian yang pernah disepakati kemudian dikembalikan Raja Haji Fisabilillah. Bahkan dikatakan surat itu disobek oleh Raja Haji Fisabilillah, yang membuat Belanda tersinggung.

Raja Haji Fisabilillah kembali ke kerajaan dan memperkuat pasukannya.

Pasukan laut Kerajaan Riau-Lingga juga mulai melakukan gangguan perdagangan Belanda di Selat Melaka.

Kondisi ini yang akhirnya membuat perang meletus. 

Pada tanggal 18 Juni 1873 Gubernur Melaka mengirim ekspedisinya ke Riau.  Namun ekspedisi tersebut dapat dipatahkan pasukan Kerajaan Riau-Lingga.

Tak sampai di situ saja, Belanda kembali mengerahkan sejumlah kapal untuk mengengepung Perairan Riau.

Tapi kekuatan Kerajaan Riau-Lingga tidak bisa ditaklukkan Belanda, meskipun telah dikepung selama 7 bulan.

Dalam strateginya, Belanda membujuk Raja Haji Fisabilillah untuk melakukan perundingan. Tapi Raja Haji Fisabilillah tawaran menolak permintaan Belanda.

Pada tanggal 6 Januari 1784, Belanda memutuskan melakukan serangan umum besar-besaran ke pertahanan kerajaan Riau-Lingga, yaitu Pulau Penyengat, Teluk Keriting, Senggarang, Tanjungpinang, Pulau Bayan dan sebagainya.

Meskipun satu detasemen serdadu Perancis yang bersekutu dengan Belanda berhasil menerobos dan merebut bukit Stoppelaarsberg di Tanjungpinang, namun kondisinya segera berbalik.

Pasukan Kerajaan Riau berhasil menghancurkan kapal terbesar Belanda, Malaka's Welvaren.

Sisa dari kapal dan pasukan Belanda akhirnya mundur dan kembali ke Malaka. Dengan begitu serangan umum yang dilancarkan Belanda gagal.

Bahkan Raja Haji Fisabilillah tak berhenti di situ. Tanggal 13 Februari 1784 Raja Haji Fisabilillah bersama 1.000 pasukannya berangkat dan mendarat di Teluk Ketapang, atau sekitar 5 km sebelah timur Kota Malaka.

Bersama Sultan Ibrahim dari Selangor, Raja Haji Fisabilillah menggempur Belanda di Malaka.

Saat musuh terdesak, satuan armada Belanda yang melakukan perjalanan ke Makasar dan Maluku datang memberikan bantuan.

Pada tanggal 18 Juni 1784, ratusan pasukan bersenjata lengkap menggempur kubu pertahanan Raja Haji Fisabilillah.

Akibatnya Raja Haji Fisabilillah, para panglima perang beserta sekitar 500 pasukan Kerajaan Riau gugur.

Menurut catatan Belanda (di dalam buku Riwayat Singkat Pahlawan Nasional Raja Haji Fisabilillah), Raja Haji berdiri di dekat sarang meriam untuk memberikan semangat pasukannya, terkena tembakan senapan di dadanya sehingga gugur.

Sementara pencatat sejarah lainnya menulis, Raja Haji bangkit menghunus badiknya. Tubuhnya rebah dan mangkat terkena peluru baris senapan.

"Raja Haji Fisabilillah dimakamkan di Pulau Penyengat," pungkas Zulkifli Harto. 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews