Bisa Picu Perang Dunia-III, Apa Sih Penyebab Konflik Rusia vs Ukraina?

Bisa Picu Perang Dunia-III, Apa Sih Penyebab Konflik Rusia vs Ukraina?

Personel militer Ukraina ambil bagian dalam latihan perang di wilayah Zhytomyr pada 21 November 2018. (AFP)

Batam, Batamnews - Konflik yang terjadi antara Rusia dan ukraina sekarang memiliki latar yang cukup panjang dan kompleks. 

Kini keadaan semakin memanas ketika Vladimir Putin, presiden Rusia, memutuskan untuk melakukan invasi militer skala penuh seperti yang dilaporkan The Guardian (24/2/2022).

Baca juga: Gawat, Militer Rusia Berhasil Rebut Instalasi Nuklir Chernobyl

Barat telah mengancam sanksi ekonomi jika Rusia meluncurkan invasi. Sementara itu, Ukraina telah mengeluarkan travel advisory warning kepada warga Ukraina untuk tidak mengunjungi Rusia dan juga mendesak warganya untuk segera meninggalkan Rusia.

Ketegangan atas krisis Ukraina-Rusia telah membara selama berbulan-bulan, dengan upaya diplomatik untuk menyelesaikan masalah tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kemajuan.

Berikut penyebab konflik Rusia dan Ukraina beserta perkembangannya dari waktu ke waktu:

Keruntuhan Soviet dan Kemerdekaan Ukraina

Melansir dari Liputan6, keruntuhan Uni Soviet memicu gelombang negara-negara yang ingin berdaulat, termasuk rakyat di Ukraina. Pada Januari 1990, lebih dari 400 ribu orang bergandengan tangan untuk membuat rantai manusia dari kota Ivano-Frankivsk menuju Kyiv.

Mereka mengibarkan bendera biru dan kuning yang dilarang pemerintahan Soviet.

Pada 24 Agustus 1991, parlemen Ukraina berdeklarasi merdeka dari Uni Soviet. Tanggal itu merupakan hari kemerdekaan Ukraina. Di akhir 1991, Uni Soviet bubar. Beberapa tahun setelahnya, Ukrina memperkuat aliansinya dengan NATO.

Presiden Leonid Kuchma terpilih menjadi presiden pada 1994, dan ia membangun Ukraina sebagai negara kapitalis, berbeda dari Soviet dengan aliran ekonomi sosialis.

2004: Presiden Yuschenko

Kuchmat mengakhiri masa jabatan selama 10 tahun, dan ia mendukung Viktor Yanukovych sebagai suksesor. Presiden Rusia Vladimir Putin juga mendukung Yanukovych.

Pihak oposisi adalah Viktor Yuschenko yang pro-demokrasi. Di akhir masa kampanye, Yuschenko mendadak jatuh sakit. Tak hanya itu, wajahnya pun mengalami perubahan bentuk, padahal dulunya mulus.

Dokter menyatakan bahwa politisi itu diracuni. Yanukovych juga menang pemilu, namun masyarakat menduga ada kecurangan, dan munculnya demo besar yang dikenang sebagai Revolusi Oranye.

Setelah adanya pemilihan ketiga, Yuschenko dinyatakan sebagai pemenang pemilu.

2008: NATO

Presiden Yuschenko dan Perdana Menteri Yulia Tymoshenko berusaha agar Ukraina masuk ke dalam NATO. Langkah ini didukung Presiden George W. Bush, tetapi ditolak Rusia.

NATO masih belum resmi mengizinkan Ukraina menjadi anggota, meski masih membuka pintu. Hingga kini Presiden Putin masih menolak keras keanggotaan Ukraina karena dinilai bisa berbahaya bagi Rusia.

2010: Kemenangan Pro-Putin

Presiden Yanukovych yang pro-Putin berhasil terpilih sebagai presiden. Ia pun berdeklarasi bahwa Ukraina harus netral.

Ia ingin Ukraina bekerja sama dengan Rusia dan NATO.

Presiden Yanukovych juga ditekan oleh Rusia agar tidak mau melakukan perjanjian dagang bebas dengan Uni Eropa. Keputusan itu ternyata tidak populer dan memicu protes besar.

Baca juga: Gawat, Militer Rusia Berhasil Rebut Instalasi Nuklir Chernobyl

Para pendemi berkumpul di Maidan Square dan menduduki gedung pemerintah, termasuk balai kota Kyiv dan kementerian kehakiman.

Pada Februari 2014, terjadi bentrokan yang menyebabkan kematian lebih dari 100 orang. Presiden Yanukovych melarikan diri ke Rusia dan parlemen mencopot jabatannya.

Maret 2014: Referendum Krimea

Presiden Putin menolak keras pelengseran Yanukovych dan menyebutnya kudeta. Pada waktu yang bersamaan dengan hal tersebut, prajurit Rusia terus berdatangan ke Krimea.

Terjadi pula referendum Krimea yang menyebut 90 persen warga ingin bergabung ke Rusia saja. Semenanjung Krimea merupakan wilayah yang memiliki sejarah penting bagi Rusia-Ukraina.

Akhirnya, Putin merestui aneksasi wilayah Krimea pada 18 Maret. Amerika Serikat dan sekutunya di Eropa membalas dengan memberikan sanksi ke Rusia.

 

Mei 2014: Serangan Cyber

Politikus Petro Poroshenko yang pro-Barat terpilih menjadi presiden Ukraina. Ia berjanji agar negaranya lebih mandiri dari pengaruh Rusia dalam bidang energi dan keuangan.

Hubungan kedua negara pun terus memburuk. Rusia juga dituduh berkali-kali melakukan serangan cyber ke Rusia, termasuk pada 2016 ketika menyebabkan mati lampu besar-besaran.

Pada 2017, Rusia kembali melakukan hal tersebut. NPR menyebut serangan cyber Rusia ke Ukraina masih berlanjut hingga kini.

Pada Februari 2022, Kedutaan Besar Rusia di Indonesia membantah bahwa negaranya terlibat dalam serangan cyber seperti itu.

Apa itu Nato?

NATO adalah singkatan dari North Atlantic Treaty Organization, dan juga dikenal sebagai North Atlantic Alliance.

Tujuannya adalah untuk menjamin kebebasan dan keamanan para anggotanya melalui cara-cara politik dan militer.

Saat ini ada 30 negara di NATO, termasuk Inggris, AS, dan sebagian besar Eropa Barat.

NATO didirikan pada April 1949 di Washington DC. Kantor pusatnya berada di Brussel, Belgia.

Secara politis, NATO bertujuan untuk mempromosikan nilai-nilai demokrasi, dan memungkinkan anggota untuk berkonsultasi dan bekerja sama dalam masalah pertahanan dan keamanan untuk memecahkan masalah, membangun kepercayaan dan, dalam jangka panjang, mencegah konflik.

Mengenai aksi militer, NATO mengatakan pihaknya “berkomitmen untuk penyelesaian sengketa secara damai”.

Jika upaya diplomatik gagal, ia memiliki kekuatan militer untuk melakukan operasi manajemen krisis.

Ia menggunakan sistem keamanan kolektif, di mana negara-negara anggotanya yang independen setuju untuk saling membela dalam menanggapi serangan oleh pihak eksternal mana pun. Mungkin juga bersekutu dengan kekuatan eksternal.

Selanjutnya: Timeline Konflik Rusia dan Ukraina Sepanjang 2021- Hingga Kini..

 

Mei 2015

Ukraina menangguhkan perjanjian kerja sama militer dengan Rusia yang telah ada sejak 2003. Hubungan terus memburuk, dengan sanksi seperti embargo perdagangan dan penutupan ruang udara.

Januari 2016

Ukraina menandatangani kesepakatan perdagangan dengan UE, menjadi anggota Area Perdagangan Bebas Dalam dan Komprehensif yang juga mencakup Georgia dan Moldova. Ukraina selanjutnya merekomendasikan warganya untuk tidak bepergian ke Rusia, melarang buku-buku diimpor dari Rusia dan tahun berikutnya mengeluarkan keputusan bahwa hanya bahasa Ukraina yang dapat diajarkan di sekolah dasar.

November 2018

Rusia menyita tiga kapal angkatan laut Ukraina dan memenjarakan 24 pelautnya. Hal ini menyebabkan protes massal dan darurat militer dideklarasikan di Ukraina.

Awal 2021

Pertempuran meningkat di daerah Donbas Ukraina pada kuartal pertama tahun 2021, dengan Rusia mulai meningkatkan kehadiran militernya di perbatasan Ukraina.

April 2021

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, yang terpilih pada 2019, berbicara dengan Presiden AS Joe Biden, dan memohon padanya untuk mempercepat keanggotaan NATO Ukraina, karena Rusia terus mengancam perbatasan Ukraina dengan lebih dari 85.000 tentara.

Desember 2021 – Februari 2022

Ketegangan terus meningkat, dengan lebih dari 100.000 tentara Rusia ditempatkan di perbatasan, bersama dengan artileri berat. Pembicaraan antara Rusia dan sekutu barat sejauh ini tidak berhasil, dengan Presiden Putin teguh dalam tuntutannya agar Ukraina tidak bergabung dengan NATO, dan Barat tidak mau mengakuinya. 

Rusia telah menyatakan tidak berencana untuk menyerang, tetapi laporan menunjukkan serangan bisa datang paling cepat 16 Februari.

23 Februari 2022

Parlemen Ukraina memberikan suara untuk menyetujui keadaan darurat nasional sebagai tanggapan atas ancaman invasi Rusia.

Langkah itu disetujui secara luas pada hari yang sama ketika Moskow mulai mengevakuasi kedutaan besarnya di Kyiv dan Washington meningkatkan peringatannya tentang kemungkinan serangan Rusia habis-habisan.

Sementara itu, Biden mengizinkan sanksi untuk bergerak maju terhadap perusahaan yang membangun pipa gas Nord Stream 2 Rusia-ke-Jerman dan terhadap CEO perusahaan.

24 Februari 2022

Pasukan Rusia melancarkan serangan ke Ukraina, saat Putin menuntut tentara negara tetangga itu meletakkan senjatanya.

Dalam pidato yang disiarkan di televisi pemerintah,

“Kami mendesak Anda untuk segera meletakkan senjata dan pulang. Saya akan menjelaskan: semua prajurit tentara Ukraina yang mematuhi persyaratan ini, dapat dengan bebas meninggalkan area aksi militer dan kembali ke keluarga mereka,” katanya dalam pidato yang disiarkan di televisi pemerintah.

Putin juga mendesak negara lain untuk tidak ikut campur.

“Siapa pun yang akan mencoba menghentikan kami dan selanjutnya menciptakan ancaman terhadap negara kami, kepada rakyat kami, harus tahu bahwa tanggapan Rusia akan segera dan membawa Anda ke konsekuensi yang belum pernah Anda hadapi dalam sejarah Anda. Kami siap untuk hasil apa pun.”


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews