Biang Kerok Kenaikan Harga Tahu dan Tempe

Biang Kerok Kenaikan Harga Tahu dan Tempe

tempe. shutterstock

Jakarta, Batamnews - Kenaikan harga tahu dan tempe dikeluhkan masyarakat dalam beberapa waktu terakhir. Panganan berbahan dasar kedelai tersebut kian mahal, karena impor dari luar negeri terganggu.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Aditya Alta mengatakan, pembelian besar-besaran kedelai Amerika Serikat oleh China dan krisis iklim yang melanda Argentina dan Brasil memengaruhi jumlah pasokan dan kestabilan harga kedelai di Indonesia.

Baca juga: Kedelai Mahal, Produsen Tempe-Tahu di Batam Kompak Naikkan Harga Jual

"Karena pasokan kedelai kita didominasi Amerika Serikat, sangat penting untuk mencari sumber pasar tambahan yang juga mampu memasok kedelai untuk pasar kita," ujarnya, Jakarta, Senin (21/1).

Aditya mengatakan, pemerintah perlu mempertimbangkan opsi untuk diversifikasi pasar impor kedelai untuk memastikan jumlah pasokan dan kestabilan harganya di pasar dalam negeri. Diversifikasi juga penting dilakukan supaya Indonesia tidak tergantung pada satu negara manapun.

Dikutip dari berbagai sumber, Brasil merupakan negara penghasil kedelai terbesar di dunia dengan jumlah produksi mencapai 124 juta metrik ton pada 2019-2020. Posisi kedua ditempati Amerika Serikat dengan produksi sebesar 96,79 juta metrik ton.

Negara tetangga Brasil, yaitu Argentina, berada di urutan ketiga dengan 51 juta metrik ton. China, Paraguay dan India masing-masing berada di peringkat keempat, kelima dan keenam dengan jumlah produksi 18,1 juta metrik ton, 9,9 juta metrik ton dan 9,3 juta metrik ton.

"Indonesia dapat menjajaki kemungkinan untuk membuka hubungan dengan negara eksportir kedelai non-tradisional. Tidak tergantungnya kita pada satu negara saja dapat membantu meminimalkan dampak gangguan pasokan dari negara pemasok utama terhadap kestabilan harga kedelai di Tanah Air," ungkap Aditya

Berdasarkan data dari Trademap, lebih dari 90 persen pasokan kedelai Indonesia dipenuhi oleh Amerika Serikat. Terdapat penurunan sumbangan impor kedelai dari Amerika Serikat, dari hampir 99 persen pada tahun 2016, menjadi 90,43 persen pada 2020.

Baca juga: Harga Kedelai Meroket Resahkan Perajin Tempe di Meranti

Peringkat kedua pemasok kedelai Indonesia adalah Kanada, dengan proporsi yang jauh lebih kecil namun mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2016, Kanada menyumbang 0,33 persen kedelai impor.

Nilai ini menjadi 9,28 persen pada tahun 2020. Perkembangan ini menunjukkan diversifikasi mulai terjadi, namun berlangsung sangat lamban. Secara garis besar impor kedelai masih sangat bergantung pada Amerika Serikat.

Selanjutnya: Jumlah Konsumsi Kedelai Terus Meningkat..

 

Pentingnya kedelai bagi masyarakat Indonesia dapat dilihat dari peningkatan jumlah konsumsi kedelai tiap tahunnya. Berdasarkan data dari USDA, konsumsi kedelai untuk pangan di Indonesia pada 2020 naik sebesar 4,03 persen dari 2,89 juta ton di 2019 menjadi 3,1 juta ton di 2020.

"Pemerintah sebenarnya sudah cukup terbuka terhadap impor kedelai. Hal itu dapat dilihat dari tidak adanya tarif pada komoditas yang satu ini," kata Aditya.

Tetapi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 45 tahun 2013 mewajibkan importir terlibat dalam Program Stabilisasi Harga Kedelai. Importir harus membeli kedelai hasil petani lokal sebelum mendapatkan izin impor. Meski tujuannya memastikan terserapnya kedelai lokal, peraturan ini tidak mempersyaratkan mutu hingga kedelai bermutu buruk pun harus diserap importir.

"Peraturan ini tidak membahas dan menyelesaikan permasalahan mengenai mutu, padahal ia merupakan salah satu inti permasalahan kedelai. Peningkatan mutu kedelai domestik juga penting karena berdampak pada daya saing," katanya.

Minimnya penggunaan teknologi dalam budidaya kedelai menyebabkan fasilitas pendukung seperti pengering belum dapat diakses dengan mudah oleh petani. Padahal fasilitas pengering sangat dibutuhkan untuk mengurangi kadar air dalam kedelai.

Selanjutnya: Rekomendasi untuk Pemerintah..

 

Penelitian CIPS merekomendasikan kecukupan air sebagai salah satu faktor utama budidaya kedelai karena memengaruhi produktivitas. Peningkatan luasan areal tanam kedelai di lahan bukan sawah dan perbaikan produktivitasnya juga penting.

"Terutama karena produktivitas di lahan bukan sawah lebih rendah 4,22 kuintal per hektarnya, dibandingkan dengan 17,4 kuintal di lahan sawah," kata Aditya.

Intensifikasi untuk meningkatkan produktivitas kedelai di Indonesia, dapat melalui penggunaan bibit unggul yang kini belum banyak digunakan petani. Diperlukan usaha memproduksi dan mendistribusi bibit unggul, termasuk dengan melibatkan swasta.

Penggunaan teknologi dalam budidaya kedelai juga perlu didorong, termasuk melalui kerja sama dengan perusahaan swasta yang memerlukan kedelai sebagai bahan baku. Investasi di fasilitas pendukung seperti pengering harus ditingkatkan sehingga mutu kedelai, terutama kadar airnya, menjadi lebih baik.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews