Kementrian ATR Sosialisasikan PP 21/2021 Percepatan Perizinan Tata Ruang

Kementrian ATR Sosialisasikan PP 21/2021 Percepatan Perizinan Tata Ruang

Direktur Jenderal (Dirjen) Tata Ruang, Abdul Kamarzuki (Foto: Istimewa)

Batam, Batamnews - Pemerintah secara resmi telah menerbitkan 49 aturan turunan Undang-undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang terdiri dari 45 Peraturan Pemerintah (PP) dan empat Peraturan Presiden (Perpres).

Perangkat regulasi tersebut merupakan aturan pelaksana Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Salah satunya yakni Peraturan Pemerintah (PP) 21 tahun 2021 tentang penyelenggaraan penataan ruang.

Direktur Jenderal (Dirjen) Tata Ruang, Abdul Kamarzuki  mengatakan bahwa ada terobosan dalam kebijakan penyelenggaraan penataan ruang, antara lain penyederhanaan produk rencana tata ruang (RTR).

"Selain itu, integrasi tata ruang darat dan laut, percepatan penetapan rencana detail tata ruang (RDTR), dan juga rencana tata ruang wilayah (RTRW),” ujar Abdul saat sosialisasi PP Nomor 21 tahun 2021 di Batam, Selasa (15/6/2021).

Baca juga: Kementerian PAN RB Setujui Meranti Dapat Kuota 648 Formasi PPPK

Serta ada juga mekanisme baru yaitu Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) untuk kegiatan berusaha dan non usaha. Dalam PP diatur bahwa RDTR sebagai landasan KPPR dalam dasar perizinan.

Namun jika pada kondisi daerah yang tidak memiliki RDTR, Abdul menyampaikan proses pengurusan KKPR tidak mengalami masalah tertentu. Kondisi tersebut dapat diantisipasi di UU, yaitu pada saat kajian bisa dilakukan secara offline (luring). Akan tetapi dengan batas waktu tertentu dengan maksimal 20 hari.

“Jika dalam waktu 20 hari kajiannya tidak terbit, maka permohonan pelaku usaha berlaku secara fiktif efektif, jadi sebetulnya tidak ada masalah. Tetapi jika ada RDTR bisa langsung ke OSS,” katanya.

KKPR menilai kesesuaian rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang yang berlaku. KKPR berfungsi sebagai salah satu perizinan dasar yang perlu didapatkan sebelum pelaku usaha dapat melanjutkan proses perizinan berusaha.

 

Mengenai perizinan tersebut, Abdul menyinggung kondisi Batam yang merupakan Kawasan Pelabuhan Bebas Perdagangan Bebas (KPBPB), dengan Badan Pengusahaan (BP) yang memiliki sejumlah perizinan. Dengan kondisi itu, Abdul mengatakan perizinan di BP Batam berada di hilir.

Sebagai dasar perizinan, dalam UU Cipta Kerja disebutkan ada persetujuan KKPR, persetujuan lingkungan yang dulunya dikenal dengan Analisa Dampak Lingkungan (Amdal), persetujuan bangunan yang dulunya dikenal dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

“Perizinan di BP Batam masuk perizinan sektor yang diterbitkan setelah semua pelaku usaha memiliki KKPR,” katanya.

Dengan keluarnya peraturan terbaru ini, kewenangan masih sama namun ada percepatan. Seperti penetapan proses tata ruang tidak boleh berlama-lama.

Baca juga: Indonesia Beli 8 Kapal Fregat Italia di Tengah Isu Ketegangan LCS

“Intinya ada kepastian,” ucapnya.

Untuk mendukung inklusivitas masyarakat dalam aspek perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ruang, maka dibentuk forum penataan ruang di daerah.

Forum ini diisi perwakilan asosiasi profesi, perwakilan asosiasi akademis, dan tokoh masyarakat serta bertugas memberikan pertimbangan kepada kepala daerah dalam berbagai dinamika di lapangan.

“Tadinya dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang isinya OPD, sekarang ada forum. Oleh karena itu, kepala daerah segera bentuk forum penataan ruang paling lambat 12 bulan setelah peraturan menteri tentang koordinasi penyelenggaraan penataan ruang berlaku,” pungkas Abdul.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews