Pengusaha Ungkap Penyebab Industri Maritim di Batam Lambat Maju

Pengusaha Ungkap Penyebab Industri Maritim di Batam Lambat Maju

Ilustrasi

Batam, Batamnews - Dunia maritim di Batam, Kepulauan Riau (Kepri), telah mengalami stagnasi dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini membuat para pelaku usaha bidang kemaritiman mulai angkat bicara. Salah satunya, Daniel Burhanuddin.

Menurut Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Batam ini, belum ada langkah yang cukup tepat dari pemerintah pusat dan Badan Pengusahaan (BP) Batam, untuk menggerakkan kegiatan maritim yang stagnan.

"Selama ini, tindakan-tindakan yang dilakukan bertentangan dengan kebiasaan," ujar Daniel di Batuampar, Batam, Rabu (21/4/2021).

Ia mengatakan, pergantian pimpinan BP Batam secara terus menerus dalam beberapa tahun belakangan, sangat berpengaruh bagi dunia maritim di Batam. Karena seperti layaknya kapal, jika haluannya berubah terus maka tidak pernah sampai ke tujuan.

"Mungkin perlu dipahami untuk apa Batam ini dibangun. Banyak yang sudah melupakan sejarah, bahwa Batam pada awalnya ditujukan untuk menjadi pelabuhan transhipment di Indonesia," kata dia.

Apalagi jika pergantian pimpinan, juga akan disertai dengan perubahan kebijakan. Hal ini yang membuat Batam tidak mengalami kemajuan.

“Evaluasi harus segera dilaksanakan. Kebijakan yang berubah-rubah terus membuat Batam tidak maju-maju. Batam harus kembali ke tujuan semula," ungkapnya.

Salah satu kebijakan yang disorot Daniel, yakni kebijakan Host To Host, dengan menyediakan uang dalam akun virtual sebelum menggunakan jasa pelabuhan. Bentuknya seperti semacam deposit.

"Sekarang kapal itu pasti docking tiap tahun. Jadi pasti ada kegiatan terus di pelabuhan. Selesai dulu baru bayar. Dengan Host to Host, uang diminta dulu. Kalau beri uang dulu, siapa yang mau docking di Batam," jelasnya.

Kemudian jika menoleh ke belakang, dahulu Batam merupakan pilihan Ibnu Sutowo untuk menangani penimbunanan pipa-pipa Pertamina atau recovery cost. Namun akhirnya oleh Presiden RI kala itu, Soeharto menciptakan pelabuhan transhipment.

"Melihat posisi geografis Batam yang terletak di Selat Singapura, maka posisi Batam perlu diperhitungkan untuk jangka panjang," kata Daniel.

Tapi cukup disayangkan, banyak investor asal luar negeri yang mencoba untuk membangun pelabuhan transhipment di Batam, gagal karena atmosfer geopolitik yang kental di Batam dan sekitarnya. Contohnya, perusahaan Evergreen yang batal masuk Batam.

Ia berharap agar kelak kedepannya, orang-orang yang mengisi BP Batam, khususnya di bagian kemaritiman diisi oleh orang-orang profesional yang telah melewati uji fit dan proper test, sehingga paham mengenai dunia kemaritiman di Batam, dan bagaimana upaya memajukannya.

Menurut direktur Escarada ini, Batam memerlukan investor strategis dalam mewujudkan mimpi klasik tersebut. Ia menyebutkan, langkah awalnya cukup mudah.

Sebelum berniat menjadikan Batam sebagai pelabuhan transhipment, harus memahami filosofi "The Ships Follow The Trade" atau kapal mengikuti perdagangan. Makanya, butuh banyak insentif yang diberikan kepada pemilik barang, agar Batam bisa menjadi hub logistik, atau bahkan menjadi gateway Indonesia bagian barat.

Oleh karena itu, ia berharap segera ada perubahan dalam waktu dekat ini. Pelaku usaha di sektor maritim sudah mulai gerah dengan kondisi saat ini. Daniel mengaku asosiasi yang dipimpinnya bersama dengan delapan asosiasi kepelabuhanan lainnya telah menyuarakan kegelisahannya langsung kepada Presiden Jokowi.

"Mudah-mudahan Pak Jokowi membacanya," pungkasnya.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews