Soal BPJS, Uba Sigalingging Desak Dinkes Kepri Pro Aktif Data Warga Miskin

Soal BPJS, Uba Sigalingging Desak Dinkes Kepri Pro Aktif Data Warga Miskin

Anggota DPRD Provinsi Kepri, Uba Ingan Sigalingging saat menggelar reses untuk menampung aspirasi warga di wilayah Dapil I Batam. (Foto: Margaretha/batamnews).

Batam, Batamnews - Status kepesertaan dan layanan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih menjadi persoalan yang dirasakan oleh sebagian besar warga di Batam, Kepulauan Riau.

Ketidaktahuan warga tentang status kepesertaan BPJS Kesehatan, seringkali menjadi kendala bagi mereka untuk mendapatkan layanan kesehatan yang layak, terlebih di masa pandemi Covid-19.

Hal inilah yang menjadi temuan dari anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Uba Ingan Sigalingging kala mendengar aspirasi warga dalam reses di daerah pemilihan Batam IV, yakni Bengkong, Batuampar, Lubuk Baja dan Batam Kota pada medio Maret 2021.

Kepada Uba, seorang warga di Bengkong melaporkan ada seorang anggota keluarga sakit. Namun tidak bisa menggunakan layanan BPJS Kesehatan, dengan alasannya status pekerja yang sudah pemutusan hubungan kerja (PHK). 

“Perlu masukan dan saran agar disampaikan kepada Pemerintah Provinsi, secara khusus mengundang Kadinsos dan Kadisnaker serta pihak BPJS,” ujar Uba, saat membuka reses dengan Anggota Pemuda Batak Bersatu (PBB) Kota Batam, khususnya wilayah Bengkong dan Lubukbaja, Batuampar dan Batam Kota, Senin (15/3/2021) malam. 

Persoalan lainnya yaitu, masih ada masyarakat yang belum mengetahui maupun memahami proses perpindahan status BPJS Kesehatan, setelah mengalami PHK. Padahal, pemahaman ini diperlukan agar ada solusi bagi warga menyangkut teknis dan aturan.

Di samping itu, peran pemerintah dalam berkoordinasi dengan pihak BPJS Kesehatan dinilai juga penting. Karena ada masyarakat kurang mampu yang tidak bisa menjadi peserta BPJS. 

“Ada hal yang menyangkut masyarakat yang tidak ikut jadi peserta BPJS, agar bisa mendapatkan bantuan pemerintah, melalui Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah),” kata dia. 

Pengangguran di Kepri Meningkat

 

Sementara, Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kepulauan Riau, Mangara Simarmata yang hadir dalam reses tersebut menyampaikan total pengangguran di Kepri pada tahun 2021 mencapai 117 ribu orang. 

Dari informasi yang diperolehnya, jumlah pengangguran yang meningkat dikarenakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). 

“Ada yang terkena PHK, tentu tidak mampu membayar BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan,” ujar Mangara pada kesempatan tersebut. 

Namun setelah terkena PHK, Mangara menjelaskan bahwa seseorang tersebut masih bisa menggunakan layanan BPJS Kesehatan. Dengan artian, masih mendapat pelayanan walaupun dalam 6 bulan berturut-turut tidak membayar premi. 

“Setelah 6 bulan itu, wajib memindahkan status BPJS Kesehatan dari penerja ke mandiri, 6 bulan waktu yang cukup lama,” katanya. 

Sedangkan Kepala Dinas Sosial Kepulauan Riau, Doli Boniara Siregar menjelaskan ada syarat yang harus dipenuhi apabila warga miskin yang ingin mendapat jaminan kesehatan daerah (Jamkesda).

Ia menyebutkan salah satu syarat adalah warga harus datang secara aktif ke perangkat pemerintah dari mulai RT/RW, kelurahan hingga kecamatan. 

“Apabila masuk kategori miskin, maka akan masuk musyawarah tingkat kelurahan, hingga masuk ke Dinas Sosial Kota Batam,” ujarnya.

Setelah itu, data akan masuk dalam sistem dan ditetapkan Wali Kota dan dikirim ke Pemerintah Pusat. Pihaknya hanya melakukan monitoring. 

“Memang harus ada penetapan, dan permasalahan yang ditemukan di lapangan, proses penginputan data mengalami kegagalan, bisa karena NIK tidak cocok,” kata dia menjawab mengenai koordinasi pemerintah daerah dengan BPJS Kesehatan yang menyangkut Jamkesda. 

Pada kesempatan tersebut, seorang anggota PBB, John Saragih mempertanyakan mengenai tetap mendapat pelayanan BPJS Kesehatan 6 bulan berturut-turut setelah terkena PHK. 

Selain itu, ia mempertanyakan setelah terkena PHK, apakah ada dapat mengundurkan diri dari kepesertaan BPJS Kesehatan.

Menjawab hal itu, Mangara mengatakan bahwa layanan BPJS Kesehatan ditegaskan masih bisa diterima selama kurun waktu 6 bulan setelan terkena PHK. 

“Tetap bisa diberikan haknya, walaupun tidak bayar premi, tapi itu hanya 6 bulan saja,” katanya menegaskan.

Mengenai pengunduran diri dari status kepesertaan BPJS Kesehatan, Mangara menjelaskan hal tersebut sudah diatur dalam UU bahwa setiap orang wajib mengikuti jaminan kesehatan. 

“Semangatnya gotong royong, jadi wajib untuk mengikuti,” ucapnya. 

Anggota PBB lainnya, Lesbon Sinaga mengku terpaksa tidak membayar premi BPJS Kesehatan, karena sudah 3 tahun tidak bekerja. Akibatnya, ia juga harus dikenakan denda. 

Selama itu, Lesbon mengakui tidak mendapat bantuan dari pemerintah, termasuk salah satunya mengenai Jamkesda. 

“Saya mesti harus bayar denda, saya juga tidak ditanggung pemerintah,” kata dia.

Sama seperti kasusnya dengan Lesbon, seorang anggota PBB menuturkan bahwa kerabatnya menderita penyakit kanker, dan mengharuskan untuk mengikuti kemoterapi. 

Akibatnya kerabatnya tersebut kehilangan pekerjaan sehingga premi BPJS Kesehatan tidak dapat dibayarkan, karena sudah tidak lagi memiliki penghasilan. 

“Upaya yang dilakukan saudara saya sudah cukup banyak, sudah mendatangi Dinsos, namun tidak ada jawaban,” kata dia.

Menanggapi hal tersebut, Doli menyarankan agar menjumpai perangkat pemerintah dari RT/RW kemudian ke kelurahan. Dari proses tersebut, warga nantinya diberikan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). 

“Surat itu direkomendasikan, namun apakah laku atau tidak? Itu domain (kewenangan) BPJS Kesehatan,” ujar Doli. 

Solusi dari BPJS Kesehatan

 

Menyikapi aspirasi warga terkait layanan jaminan kesehatan, Uba kemudian menemui BPJS Kesehatan di Batam untuk mendapatkan solusi atas permasalahan pada Jumat (19/3/2021). 

Uba menyampaikan kondisi riil yang dihadapi warga, yakni tidak mampu membayar iuran BPJS Kesehatan, sehingga menunggak. 

“Akibatnya kartu BPJS Kesehatan tidak bisa digunakan ketika berobat ke rumah sakit,” ujar Uba. 

Didapat solusi dari BPJS Kesehatan, status kepesertaan warga yang kesulitan membayar iuran akibat faktor ekonomi, bisa dialihkan menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI).

“Penerima bantuan iuran ini merupakan tanggung jawab pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Kesehatan Kepri,” kata dia. 

Namun untuk bisa mengubah status kepesertaan menjadi PBI, harus dilakukan oleh pihak Dinkes, baik itu tingkat provinsi maupun tingkat kota. 

Kemudian setelah itu melapor ke BPJS Kesehatan bahwa peserta yang dilampirkan benar-benar tidak mampu. 

“Tetapi status BPJS mandiri tetap berlaku, selama dicover BPJS PBI, peserta menjadi tanggung jawab BPJS PBI,” kata dia. 

Terkait hal tersebut, pihaknya akan menyampaikan kepada Dinkes Provinsi Kepri dapat melakukan pendataan terhadap masyarakat benar-benar tidak mampu yang menjadi peserta BPJS Kesehatan. 

“Selain itu juga, Dinkes harus melakukan langkah-langkah proaktif agar penanggulangan problem kesehatan di masyarakat bisa diberikan sesuai dengan prinsip dasar pelayanan publik,” katanya. 

Ia juga menyampaikan seharusnya Dinkes Kepri bisa mendapatkan tambahan anggaran dari refocussing anggaran untuk Covid-19 untuk menangani persoalan.

Hal senada disampaikan Kepada Kabid SDM dan Umum BPJS Kesehatan Cabang Batam, Irfan Rachmadi. Pihaknya hanya menerima data dari pihak Dinkes, untuk dapat mengubah status kepesertaan. 

“Itu menjadi kewenangan Dinkes, kami hanya menerima data dan kemudian memprosesnya,” ujar Irfan saat dikonfirmasi, Selasa (24/3/2021). 

BPJS Kesehatan, lanjut dia, selama ini sudah membantu mengingatkan masyarakat, agar dapat melakukan pembayaran iuran.

Mengenai kepesertaan BPJS PBI tersebut, Irfan mengatakan bahwa status tersebut bisa berubah jika peserta yang tergolong BPJS PBI telah mampu membayar sendiri iurannya.

“Bisa kembali lagi menjadi BPJS mandiri, sebelum itu, penerima bantuan akan mendapat support dari pemerintah,” kata dia. 

Kepala Dinas Kesehatan Kepri, M Bisri hingga berita ini diunggah belum menanggapi konfirmasi terkait hal ini. 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews