Hari Air Sedunia

Uba Ingatkan BP Batam Soal Pemenuhan Hak Atas Air Bagi Warga

Uba Ingatkan BP Batam Soal Pemenuhan Hak Atas Air Bagi Warga

Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Uba Ingan Sigalingging (Foto:Batamnews)

Batam, Batamnews - Tanggal 22 Maret menjadi Hari Air Sedunia, yang setiap tahun diperingati sebagai bentuk kesadaran dan upaya mencegah krisis air global di masa depan.

Masih dalam rangka peringatan Hari Air Sedunia, Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Uba Ingan Sigalingging kembali mengingatkan Badan Pengusahaan (BP) Batam, agar memberikan hak atas air bagi seluruh lapisan masyarakat.

Menurutnya air merupakan kebutuhan dasar manusia, tidak ada seorang pun yang bisa hidup tanpa air. Air merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak bisa di subtitusi dengan benda lainnya.

Sebagai kebutuhan dasar, air merupakan bagian dari persyaratan standar hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan semua manusia. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah ketersediaan air dalam memenuhi kebutuhan manusia yang jumlahnya semakin menurun.

Selain itu, di satu sisi ada pandangan bahwa air adalah suatu komoditas (economic good), sementara sisi lain mengatakan bahwa air merupakan social good. Hak atas air menyiratkan bahwa setiap orang harus memiliki akses ke air tanpa diskriminasi.

“Peran negara sangat diperlukan ketika ada warga yang tidak mendapat akses air, perbedaan posisi setiap orang tersebut tidak hanya karena adanya masalah ketimpangan ekonomi, tetapi juga kondisi alam yang ada di suatu wilayah tertentu,” ujar Uba, Selasa (23/3/2021).

Melihat fakta di lapangan, Uba menyampaikan bahwa sampai saat ini, masih banyak masyarakat di Batam yang belum secara merata mendapat akses terhadap air bersih.

“Hal itu masih menjadi persoalan,” katanya.

 

Ia menjabarkan hak atas air merupakan hak asasi yang bukan datang dari negara, dengan dasar pemikiran yaitu konteks ekologis tertentu dari eksistensi manusialah yang memunculkan hak atas air (Maude Barlow, 2003:23).

Oleh karena itu, masuknya negara dalam pengelolaan air sebagai wujud hak menguasai yang terdapat dalam Pasal 33 ayat (3) UUD NKRI 1945 merupakan bentuk perlindungan hak-hak asasi tersebut agar dapat terjaga dan terjamin bagi seluruh rakyat, yang tidak dapat dihilangkan oleh siapapun.

Karena hak atas air merupakan hak yang bersifat kodrati, sehingga jelas bahwa air sebagai kebutuhan manusia merupakan hak yang harus dipenuhi oleh negara sebagai bentuk pengakuan terhadap hak untuk hidup itu sendiri.

Sehingga keberadaan Pasal 33 ayat (3) UUD NKRI 1945 secara filosofis merupakan penjelmaan Sila ke-5 Pancasila yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, dimana air sebagai salah satu kekayaan nasional merupakan kebutuhan rakyat yang dikuasai negara dalam kerangka memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Namun ribuan warga di Batam masih belum mendapatkan pelayanan air bersih, sementara itu BP Batam melaksanakan sistem pengelolaan air minum (SPAM) Batam.

“Akses masyarakat miskin terhadap air bersih masih tertutup,” kata dia.

Uba juga menyebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 di Pasal 28A menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan hidupnya. Kemudian Pasal 28H ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang berhak sejahtera lahir dan batin dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

 

Hak atas air tidak diatur tersendiri di dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Namun, hak atas air adalah bagian dari terpenuhi dan terlindunginya hak untuk hidup, sebab air adalah komponen terpenting untuk memenuhi dan melindungi hak untuk hidup yang merupakan hak mutlak dan tidak bisa dikurangi (non derogable right).

Selain itu, pada 28 Juli 2010, Sidang Umum PBB mengeluarkan Resolusi No. 64/292 yang secara eksplisit mengakui hak atas air dan sanitasi adalah HAM. Komentar umum (Genera Comment) PBB Nomor 15 menegaskan bahwa hak atas air memberikan hak kepada setiap orang atas air yang memadai, aman, bisa diterima, bisa diakses secara fisik, dan mudah didapatkan untuk penggunaan personal dan domestik. 

Jumlah air bersih yang memadai diperlukan untuk mencegah kematian karena dehidrasi, untuk mengurangi risiko penyakit yang berkaitan dengan air, serta digunakan untuk konsumsi, memasak, dan kebutuhan higienis personal dan domestik.

Serta didukung juga bahwa Hak Atas Air dalam Instrumen Internasional. Diawali pada tahun 1948, ketika Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dideklarasikan dan dilanjutkan pada tahun 1966, dengan pemberlakuan International Covenants on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) dan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), dan disana air tidak disebut eksplisit sebagai hak asasi tetapi disebutkan sebagai bagian tidak terpisahkan dari hak asasi yang telah disepakati yaitu hak untuk hidup, hak untuk kehidupan yang layak, hak untuk kesehatan, hak untuk perumahan dan hak untuk makanan.

Setelah itu, barulah disebutkan secara lebih eksplisit walaupun masih sebagai bagian dari suatu konvensi dengan tema lain seperti misalnya yang tertuang dalam pasal hak asasi manusia atas air memberikan hak kepada setiap orang atas air yang memadai, aman, bisa diterima, bisa diakses secara fisik dan mudah didapatkan untuk penggunaan personal dan domestik.

Jumlah air bersih yang memadai diperlukan untuk mencegah kematian karena dehidrasi, untuk mengurangi risiko penyakit yang berkaitan dengan air, serta digunakan untuk konsumsi, memasak, dan kebutuhan higienis personal dan domestik.

 

Hak atas air secara jelas masuk dalam kategori jaminan mutlak untuk memenuhi standar kehidupan yang layak, khususnya karena hak ini adalah salah satu kondisi yang paling fundamental untuk bertahan hidup. bahwa air adalah suatu hak asasi manusia yang termuat dalam pasal 11, paragraf 1. (Komentar Umum No.6, 1995).

Hak atas air juga merupakan tak bisa dilepaskan dari hak untuk mendapatkan standar kesehatan tertinggi. Menjamin kepada perempuan hak untuk “menikmati kondisi hidup yang layak, terutama dalam kaitan dengan suplai air” (CEDAW, 1979).

Berkaitan dengan Hak Anak, negara berkewajiban untuk memerangi penyakit dan kekurangan gizi “melalui pengaturan tentang makanan bergizi dan air minum yang layak”.

Air dibutuhkan untuk tujuan yang berbeda-beda, selain penggunaan personal dan domestik,untuk merealisasikan bermacam-macam hak yang ada dalam Kovenan. Misalnya, air dibutuhkan untuk memproduksi makanan (hak atas bahan pangan yang layak) serta menjamin hieginitas lingkungan (hak atas kesehatan).

Air sangat dibutuhkan untuk menjamin standar kehidupan (hak untuk mandapatkan nafkah dengan bekerja) dan untuk menikmati praktik-praktik budaya tetentu (hak untuk mengambil bagian dalam kehidupan budaya).

Meski demikian, prioritas alokasi air harus diberikan kepada hak atas air untuk penggunaan personal dan domestik. Prioritas juga harus diberikan kepada sumber daya air yang dibutuhkan untuk mencegah kelaparan dan penyakit, juga yang dibutuhkan untuk memenuhi kewajiban inti dari setiap hak yang diatur dalam Kovenan (Johannesburg Declaration on Sustainable Development, 2002).

Akses air yang tidak merata, menurutnya terjadi karena BP Batam cenderung mengabaikan pemenuhan Hak Dasar atas air untuk masyarakat, khususnya masyarakat miskin kota di Batam.

 

“Sebagai informasi bahwa sebagian besar warga di Kelurahan Tanjung Buntung Kecamatan Bengkong dan beberapa lokasi warga lainnya hingga saat ini belum mendapatkan hak atas air bersih,” sebutnya.

Serta juga masih ada ribuan warga yang bermukim di kawasan rumah liar (Ruli) yang tersebar di wilayah Kota Batam belum mendapat akses air bersih. Olen karena itu, pihaknya mendesak agar BP Batam memberikan hak atas air bagi seluruh warga masyarakat kota Batam karena hal ini merupakan Hak yang paling dasar yang harus dipenuhi oleh negara.

BP Batam harus menghentikan kebijakan diskriminatif di dalam pelayanan air bersih.

“Kami juga mendesak agar BP menghentikan praktek bisnis air yang menjadikan air bersih semata-mata menjadi komoditas ekonomi,” kata dia.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews