Myanmar Ngeri! Daerah Indusri Jadi Zona Militer, Warga Kabur

Myanmar Ngeri! Daerah Indusri Jadi Zona Militer, Warga Kabur

Demo Myanmar terus berlanjut. (Foto: AP)

Yangon - Ribuan penduduk melarikan diri dari pinggiran industri kota komersial Myanmar, Yangon, pada hari Selasa (16/3/2021). Hal ini dilakukan setelah area itu ditenmpatkan bawah darurat militer oleh junta yang berkuasa, menyusul protes berdarah anti-kudeta selama akhir pekan.

"Di sini seperti zona perang, mereka menembak di mana-mana," kata seorang koordinator buruh di distrik Hlaing Tharyar kepada Reuters, mengatakan bahwa sebagian besar penduduk terlalu takut untuk keluar.

Tak hanya buruh, para tenaga medis yang berada di kawasan itu juga diminta pergi karena status zona militer. Matthew Smith, kepala grup Fortify Rights, mengatakan bahwa saat ini tenaga medis sulit berada di daerah itu karena akses yang dibatasi,

"Kami diberitahu kemungkinan puluhan lainnya tewas di #HlaingTharYar hari ini. Kendaraan darurat tidak dapat mengakses daerah tersebut karena hambatan jalan," cuitnya pada akun Twitternya.

Disamping itu dalam zona militer ini penghentian total internet juga diterapkan. Hal ini menyulitkan verifikasi informasi dan sebagian besar masyarakat tidak memiliki akses kepada WiFi.

Sebelumnya lebih dari 40 orang tewas oleh pasukan keamanan dalam protes di Hlaing Tharyar pada hari Minggu (14/3/2021). Ini diikuti pembakaran pabrik-pabrik yang didanai China.

Hal ini sebagai buntut dari Beijing yang dituduh masyarakat Myanmar mendukung junta militer yang melakukan kudeta pada 1 Februari lalu. China pun meminta perlindungan junta dengan menempatkan lebih banyak polisi berjaga di area-area penting.

Sementara itu, semakin banyak warga yang tewas membuat marah dunia internasional. Uni Eropa (UE) mengatakan akan memberikan sanksi terhadap para jenderal-jenderal pelaku kudeta itu pada Senin mendatang.

Kudeta ini diawali oleh penahanan Suu Kyi bersama Presiden Win Myint dan para pemimpin lainnya oleh kelompok militer. Penahanan yang berujung kudeta itu dilakukan setelah berhari-hari ketegangan meningkat antara pemerintah sipil dan junta militer.

Partai Liga Nasional Untuk Demokrasi (NLD) besutan Aung San Suu Kyi meraih kemenangan gemilang dalam pemilu 8 November lalu. Pemilihan ini dianggap dianggap sebagai bebas dan adil oleh pengamat internasional sejak berakhirnya kekuasaan militer langsung pada tahun 2011.

Namun kelompok militer menilai terjadi kecurangan pemilih yang meluas meski sudah dibantah oleh komisi pemilihan. Hal ini telah menyebabkan konfrontasi langsung antara pemerintah sipil dan militer.

Pemimpin tertinggi Tatmadaw Jenderal Senior Min Aung Hlaing bersikeras bahwa kudeta militer adalah langkah yang dibenarkan. Ia masih berdalih pemilu yang dilakukan November itu curang sehingga harus diadakan kembali, menetapkan status darurat nasional selama setahun ke depan.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews