Analisa Soal Sriwijaya Air SJ-182 Meledak Sebelum Jatuh

Analisa Soal Sriwijaya Air SJ-182 Meledak Sebelum Jatuh

Sriwijaya Air Boeing 737-500.

Jakarta - Spekulasi bermunculan di masyarakat terkait kecelakaan jatuhnya pesawat Sriwijaya Air Sj-182 Jakarta-Pontianak yang terjadi di wilayah Kepulauan Seribu.

 

Namun, fakta sesungguhnya harus menunggu hasil investigasi dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) apa penyebab kecelakaan, termasuk soal apakah SJ-182 meledak di udara sebelum jatuh.

Spekulasi soal SJ-182 meledak sebelum jatuh karena adanya laporan nelayan yang menjadi saksi mata dipastikan terdengar ledakan dan adanya percikan api di udara. Tapi laporan saksi mata tidak bisa menjadi acuan fakta kejadian sebuah kecelakaan.

Menurut Pengamat Penerbangan Gerry Soejatman masih dini untuk menyimpulkan apa yang terjadi sesungguhnya untuk kecelakaan pesawat SJ-182. Karena masih dibutuhkan data recorder dari black box sehingga gambaran kejadian bisa memberikan kesimpulan yang besar.

Titik Black Box saat ini sudah ditemukan. Instansi terkait dalam hal ini Badan SAR Nasional (Basarnas) dan KNKT tengah mengupayakan pengambilan rekaman cockpit suara itu dari perairan.

Namun dari laporan KNKT dan barang bukti yang ada di lapangan, bahwa ada dugaan saat di udara pesawat masih dalam kondisi utuh. Menurutnya, tanpa bermaksud ingin mendahului KNKT, pesawat bisa saja menukik tajam dengan kecepatan tinggi dan menyentuh permukaan air yang membuat badan pesawat tercerai berai.

"Puing kita lihat yang ukuramnya tidak lebih dari 2,5 meter. Terlihat dari puing yang tidak besar impact air dengan kecepatan tinggi. Kejadian ini sama dengan Lion Air di Karawang. Kalau kita gabungkan dari data yang beredar, konsisten juga pesawat utuh saat turun. Kena air, baru meledak," katanya via CNBC Indonesia TV, Senin (11/1/2021).

Ia masih sebatas menduga bahwa kemungkinan terjadi disorientasi perbedaan apa yang dirasakan oleh pilot dan dari instrumen penerbangan saat pesawat itu memasuki awan tebal.

"Di sisi utara bandara awan tebal. Saat mengudara ada perpindahan pilot ke ruang tiga dimensi. Ada challenge yang dirasakan oleh pilotnya dalam kondisi tertentu, ini bisa terjadi konflik di pilotnya. Sehingga dia mulai melakukan aksi yang berbeda dari instrumen," katanya.

Dalam hal ini pilot memiliki hak untuk mengatur penerbangan sesuai dengan intuisi untuk beradaptasi dengan situasi dan standar prosedurnya.

Gerry menambahkan kecelakaan pesawat sering terjadi akibat dari kombinasi disorientasi kru dan faktor cuaca. Ia menegaskan tidak ada penyebab kecelakaan hanya berasal dari satu faktor.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews