Menakar Dampak Besar Resesi Ekonomi di Tengah Masyarakat

Menakar Dampak Besar Resesi Ekonomi di Tengah Masyarakat

Ilustrasi.

Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengaku sulit untuk mendongkrak konsumsi rumah tangga di sisa tahun 2020. Sejauh ini belum ada tanda-tanda pemulihan di sektor konsumsi rumah tangga. Sehingga, Indonesia berpeluang besar mengalami resesi secara teknis di kuartal III tahun ini.

"Pada kuartal ketiga dan keempat diakui bahwa ini adalah satu yang cukup berat karena di kuartal ketiga konsumsi kita lihat belum menunjukkan pemulihan seperti yang kita harapkan," kata dia dalam APBN Kita, di Jakarta, Selasa (25/8/2020).

Menyikapi hal itu, Ekonom Institute Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto menyatakan dampak nyata resesi ekonomi adalah penurunan daya beli masyarakat. Terlebih dia menilai kondisi tersebut sudah mulai terasa ketika pertumbuhan ekonomi nasional terkontraksi hingga minus 5,32 persen pada kuartal II lalu.

"Kalau dampak paling besar atas potensi resesi yakni merosotnya daya beli, karena pendapatan masyarakat hilang atau terpangkas sehingga masyarakat tidak bisa konsumsi normal. Kan mulai ini terasa di kuartal II kemarin," ujar dia, Rabu (9/9/2020).

Menurutnya, penurunan daya beli ini tercermin dari sejumlah indikator, khususnya Indeks Penjualan Riil (IPR) yang berada dalam tren negatif. Di mana pada Juni lalu, IPR mengalami minus 17,1 persen. Kendati membaik dari minus 20,6 persen pada Mei.

"Artinya selama kebijakan pelonggaran PSBB dilakukan, aktivitas ekonomi yang ada tidak seperti diharapkan oleh pemerintah. Imbasnya masyarakat secara umum daya belinya secara masih rendah," paparnya.


Tidak Terlalu Khawatir

Kendati demikian, Eko tetap mengimbau masyarakat untuk tidak perlu khawatir akan potensi terjadinya resesi yang kian dekat. Mengingat dalam konteks resesi, akan banyak kebijakan untuk menstimulus perekonomian nasional ke arah positif.

"Masyarakat tidak perlu khawatir karena dalam konteks resesi itu ada peluang perbaikan ekonomi dari kebijakan yang ada. Baru kalau resesi kepanjangan kemudian masyarakat hati hati. Karena itu namanya depresi ekonomi," tegasnya.

Sehingga kebijakan pemerintah untuk percepatan proses pemulihan ekonomi akibat resesi ini sangat diperlukan. Terutama kebijakan terkait upaya penanganan pandemi Covid-19 di seluruh wilayah Indonesia.

"Sebab, masyarakat pasti masih akan menahan konsumsi apabila pandemi ini masih bertambah. Karena mereka lebih melihat pada sisi ketidakpastian untuk melakukan investasi maupun berbagai aktivitas lainnya untuk menggerakkan roda perekonomian," imbuh dia.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews