Pihak Tertentu Manfaatkan Karut Marut RTRW Riau, Kabut Asap Takkan Usai

Pihak Tertentu Manfaatkan Karut Marut RTRW Riau, Kabut Asap Takkan Usai

Ilustrasi petugas pemadam kebakaran hutan. (foto: ist)

BATAMNEWS.CO.ID, Pekanbaru - Pihak-pihak tertentu diduga melakukan pembakaran lahan dan hutan dengan memanfaatkan tidak kunjung selesainya revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Riau. Karut marut revisi RTRW Riau ini, menjadi sebuah modus operandi dalam melegalkan sebuah cara untuk memperoleh lahan yang merupakan kawasan hutan negara.

Demikian diungkapkan Praktisi Hukum Riau, Hotland Simanjuntak SH MH saat bincang-bincang dengan Batamnews.co.id di Kantor Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Advokat Muda (DPD-HAMI) Provinsi Riau-Kepulauan Riau, Jumat (11/9).

Dikatakan Ketua Dewan Pembina DPD-HAMI Riau-Kepri ini, sejumlah pihak diduga ingin memanfaatkan kawasan-kawasan hutan Riau menjadi sebuah perkebunan yang kemudian dialihfungsikan.

"Lahan yang terbakar tersebut kemudian nantinya akan diusulkan ke dalam usulan revisi RTRW Riau," ujar Hotland didampingi pengurus DPD HAMI Riau-Kepri lainnya, yakni Kadri SE SH dan Wan Subiantriarti SH MH.

Lebih lanjut, Hotland mengatakan, yang telah mengamati permasalahan RTRW Riau sejak tahun 2013 lalu ini, menyatakan kalau hal tersebut disebabkan karena tidak adanya kepastian hukum terhadap pola kawasan hutan di Riau.

"Tidak adanya kepastian hukum inilah diduga menjadi salah satu pemicu terjadinya kebakaran lahan dan hutan (karlahut) yang mengakibatkan timbulnya kabut asap di Riau," lanjut Hotland Simanjuntak.

Diterangkannya, kalau Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 673 Tahun 2014 tentang Perubahan dan Peruntukkan Kawasan Hutan Riau, yang diserahkan langsung oleh Menhut saat itu, Zulkifli Hasan, pada Hari Ulang Tahun (HUT) Provinsi Riau ke-57, belum memiliki sebuah aturan yang tegas.

"SK tersebut tidak dilampirkan peta perubahan struktur kawasan dan penunjukan kawasan serta penetapan kawasan hutan. Itu belum bersifat final dan memiliki kepastian hukum," lanjutnya.

Maka jelas, sebut Hotland, seluruh titik-titik api yang saat ini berada di atas kawasan yang belum memiliki penetapan kawasan hutan yang seharusnya menjadi tindaklanjut dari pada SK Menhut Nomor : 673 Tahun 2014 tersebut adalah sebuah rangkaian perbuatan melawan hukum.

"Hal tersebut wajib dilakukan penyelidikan dan penyidikan berikut tindakan hukum," tegas Hotland.

Ia menyatakan kalau Presiden RI, Jokowi, sepatutnya memperhatikan dan mengawasi secara langsung dan melakukan tindakan yang dipandang patut terhadap penyebab terjadinya asap di Riau dan melakukan tindakan dan sanksi yang tegas kepada pihak-pihak yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dimaksud.

"Presiden juga harus berani mencabut izin dari pihak korporasi yang diduga menjadi penyebab terjadinya kabut asap tersebut," tuturnya menegaskan.

Selain itu, Hotland juga menyatakan kalau pemerintah jangan hanya pembakar lahan saja yang dilakukan penindakan namun harus mengetahui dimana keberadaan titik-titik api tersebut, apakah di atas kawasan hutan atau di atas lahan perizinan dan atau masuk ke dalam perkebunan rakyat atau bukan.

"Dengan demikian, transparansi dan proses penindakan hukum akan lebih terbuka bagi masyarakat sehingga masyarakat menilai bahwa Instruksi Presiden Jokowi untuk melakukan upaya penindakan dan atau pemberian sanksi kepada pihak-pihak yang diduga penyebab terjadinya kabut asap di Riau bukanlah basa-basi," terangnya.

Dalam kesempatan tersebut, dirinya juga mengatakan kalau akibat kabut asap ini telah menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan masyarakat Riau. Seperti masalah kesehatan, pendidikan, perekonomian, dan aspek kehidupan lainnya.

"Bisa saja, masyarakat Riau menempuh upaya hukum Class Action (gugatan perwakilan), akibat kelalaian-kelalaian para pihak yang menyebabkan terjadinya kabut asap ini," pungkas Hotland.

(ano)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews