HIPMI Minta Kementrian ESDM Wajibkan Smelter Terima Bijih Nikel Kadar 1,7 Persen

HIPMI Minta Kementrian ESDM Wajibkan Smelter Terima Bijih Nikel Kadar 1,7 Persen

Ketua umum BPP Mardani H. Maming bersama Ketua Umum BPD HIPMI Kepri Huzeir Zul (Foto: istimewa)

Batam - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) meminta kementrian ESDM mewajibkan smelter dapat menerima bijih nikel dengan kadar 1.7 persen. Hal ini dikarenakan adanya larangan ekpor bijih nikel yang diberlakukan pada 1 Januari 2020. 

Akibatnya penambang nikel dalam negeri dalam keadaan mati suri. Jika penambang memaksakan untuk menambang, maka harga yang ditawarkan relatif murah. 

“Karena ada larangan ekspor, maka Kementerian ESDM mewajibkan barang penambang diterima oleh smelter lokal yang kadarnya 1.7 persen," ujar Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) HIPMI, Mardani H. Maming, Sabtu (14/2/2020).

Maming mengatakan harga internasional saat ini, bijih nikel kadar 1.8 persen Free on Board (FoB) Filipina dihargai antara USD 59-61/ wet metric ton (wmt) sehingga jika pemerintah mengajukan harga jual bijih nikel domestik kadar 1.8 persen FoB sebesar USD 38-40/wmt merupakan harga yang wajar.

"Jika kita bandingkan dengan harga internasional tentu tidak memberatkan kedua pihak baik smelter maupun penambang," kata Maming.

Untuk itu pihaknya mendukung langkah Asosiasi Penambang Nikel (APNI) dalam memperjuangkan harga pokok mineral (HPM) nikel diatas FoB tongkang.

“Kami berharap ada kesepakatan antara kedua belah pihak, yaitu dari penambang dan smelter. Kesepatan itu bisa tertuang dalam regulasi oleh Menteri ESDM. Apabila ada smelter yang dibeli harga dibawah HPM harus diberikan sanksi," kata Maming. 

Untuk saling menjaga kualitas barang, Mantan Bupati Tanah Bumbu itu pun menyarankan penambang dan smelter boleh menunjuk masing-masing surveyor yang terdaftar di Kementerian ESDM.

“Supaya kualitas barang mempunyai kepastian sehingga tidak merasa dicurangi satu sama lainnya,” kata dia.

(ret/*)

Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews