Buka-bukaan Bos Garuda Tauberes, Cucu Usaha yang Bikin Erick Thohir Ngakak

Buka-bukaan Bos Garuda Tauberes, Cucu Usaha yang Bikin Erick Thohir Ngakak

(Foto: cnbc)

Jakarta - Maskapai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Garuda Indonesia (Persero) tengah jadi sorotan publik beberapa pekan belakangan ini. Garuda jadi sorotan karena skandal penyelundupan Harley Davidson dan sepeda mewah Brompton.

Buntut dari penyelundupan itu, Direktur Utama Ari Askhara pun dicopot. Tak hanya Ari, beberapa direksi lain juga ikut dipecat.

Tak berhenti sampai skandal Harley, Garuda jadi sorotan karena cucu usahanya, PT Garuda Tauberes Indonesia. Nama cucu usaha ini disinggung oleh Menteri BUMN Erick Thohir karena tidak diketahui bidang bisnisnya.

Erick bahkan ngakak saat menyebut nama cucu usaha tersebut. Potongan video saat Erick tertawa keras menyebut Tauberes mudah ditemui di dunia maya.

Inisiator sekaligus Direktur Teknologi Garuda Tauberes Indonesia, Gisneo Pratala, pun buka suara mengenai tempatnya bekerja dalam sebuah wawancara khusus dengan detikcom, Selasa (17/12/2019).

Dia bercerita panjang lebar mengenai riwayat, model bisnis, hingga tanggapannya terkait ancaman penutupan perusahaan rintisan ini. Berikut kutipan lengkap wawancaranya:

Tauberes itu sebenarnya perusahaan apa?
Jadi gini, ini kan sebenarnya Tauberes jadi viral karena kemarin Pak Erick Thohir ngetawain namanya, karena namanya unik Tauberes. Dari segi namanya dulu, sebenarnya Tauberes nggak nama asal-asalan, memang didirikan anak-anak milenial, jadi timnya Tauberes isinya milenial semua umurnya 22 tahun sampai umur 38 tahun, jadi itu range umurnya.

Tauberes ini sebenarnya singkatan, T transportation, A airlines, U utilities, B beneficial, E effective, R reliable, E efficient, S itu safe. Jadi, Tauberes sebenarnya kita memanfaatkan transportasi berdasarkan pesawat supaya membuat orang lebih untung, efektif, efisien, terjaga dan aman.

Ini sebenarnya namanya aja kita konsep bener-bener mikir banget, karena yang diriin milenial kita semangatnya bikin startup, startup kan namanya aneh ada Jalan Tikus, ada Males Banget, ada Gojek, jadi semangat yang diusung itu gimana caranya supaya Tauberes bisa dikenal di masyarakat dengan nama yang unik lah.

Sekarang, jadi viral gara-gara oknum AA, kemarin keseret kasus, terus imbasnya ke Tauberes karena ada evaluasi mendalam ya anak perusahaan Garuda dievaluasi semua, akhirnya kena imbasnya. Padahal sebenernya ada atau tidak ada AA Tauberes ini akan berjalan, kita nggak ada sangkut paut sama sekali sama kasusnya Garuda. Garuda sama kita, eyang sama cucu jauh.

Secara pendirian pun asetnya sedikit, kurang dari Rp 2 miliar, karena memang semangat kita ini bagaimana caranya membuat startup berbasis teknologi, kita nggak mengedepankan aset. Kalau misalkan perusahaan zaman dulu asetnya banyak sampai triliunan, ratusan triliun. Kita penginnya bahkan tanpa aset, kalau bisa asetnya Rp 0. Kita lihat Facebook, kan perusahaan nggak punya jurnalis tapi punya konten, Alibaba nggak punya toko fisik tapi bisa jualan.

Kita di Tauberes nggak punya pesawat, kita nggak punya kurir, tapi kita bisa ngirim paket, kargo dan sebagainya itu yang kita cita-citakan. Bisnis model kita ini rigid, bener-bener kuat di bisnis model karena yang kita sasar fokus sameday delivery, hari itu sampe. Ada B to C, ada B to B, ada bussiness to customer, bussiness to bussiness.

Sebelum ada Tauberes itu ada permasalahan yang terjadi di lapangan. Pertama dari segi maskapai, kedua agen pengiriman, ketiga dari segi customer. Maskapai ini sebelum Tauberes berdiri, saya lihat satu fakta, saya itu ngonsep Tauberes sudah lama, ketika masuk Garuda baru saya bisa keluarkan.

Pertama dari segi maskapai, pesawat itu baik Garuda, Citilink, NAM, Sriwijaya, Lion Air itu setiap kali mereka terbang ke rute banyak sekali itu, itu lambung pesawat kosong, dan sebenarnya bisa diisi lambungnya, lambungnya bisa diisi barang-barang.

Permasalahan yang dihadapi maskapai mereka bingung caranya ngisi barang gimana, karena nggak ada yang mau isi, nggak ada yang masukin barangnya ke lambung pesawat. Karena apa?

Ini kedua, nembaknya ke agen, sekarang ini agen pengiriman barang lebih senang pakai jalur darat dari pada jalur udara. Kenapa, karena jalur darat lebih murah dan nggak ada aturan khusus yang ribet. Apalagi, dengan infrastruktur yang semakin bagus di Indonesia, mereka memilih jalur darat kalau di Jawa, kalau di luar pulau harus pakai pesawat. Pengiriman memang paling banyak di Jawa, mereka pakai jalur darat, mereka ngejar sameday delivery tapi pakainya darat itu mungkin sampai hari yang sama cuma waktunya lama.

Saya iseng tanya agen, kamu mau nggak pake pesawat? Mau pakai pesawat, cuma pesawat itu ribet, bayarnya mahal. Kenapa pesawat ribet dan bayarnya mahal, saya kulik lagi agen. Ternyata, saat ini agen-agen katakan JNE kalau mau ngirim pesawat, kan maskapai banyak banget, ketika mau ngirim pesawat mereka harus deposit ke setiap airline, ke Garuda deposit Rp 1 miliar katakanlah , Citilink Rp 1 miliar, di NAM Rp 1 miliar, Lion Rp 1 miliar jadi agen yang mengirim pakai pesawat dia harus sent Rp 5 miliar untuk punya deposit tiap maskapai, berarti gede banget biayanya. Makanya, agen-agen nggak mau pakai pesawat, dia maunya jalur darat, kalau pesawat mahal depositnya, dan tiap maskapai perlu deposit satu persatu.

Masalah kedua untuk agen, setiap kali mereka mau mengirim barang sameday, harus ada minimal kilogram, minimal kilogram itu 10 kg dan harganya minimal 10 kg.

Misalnya, JNE punya customer, customernya ini pengin kirim barang saat itu juga sampai, barangnya katakan handphone yang beratnya 250 gram katakanlah. Dia kalau sampai hari itu juga pakai pesawat, misalnya pengiriman dari Jogja ke Jakarta itu kan per item Rp 20 ribu kalau misalkan pengen sampai hari itu si customer ini harus bayar 10 kg. Padahal, dia barangnya 250 gram harusnya 1 kg, ini kalau sameday delivery harus bayar 10 kg, jadi harus bayar Rp 200 ribu, secara customer mahal.

Si agen juga gimana caranya supaya barang ini terkumpul 10 kg, karena dalam sehari sameday nggak sampai 10 kg, kecuali sudah besar punya jaringan di mana-mana tapi tiap kota susah, ada sehari nyampai, ada yang hari berikutnya sampai. Jadi harus 10 kg di tas baru bisa terbang pakai pesawat. Ini lah Tauberes itu hadir.

Ketika diberitakan Tauberes kaya Lion Parcel, GNE, J&T salah. Kita itu nggak kurir, Kita sama sekali bukan jasa pengiriman barang. Kita network kolaborator di mana kurir masuk kita, airline masuk ke kita, customer masuk ke kita untuk menyelesaikan semuanya, sebenarnya Tauberes bukan kurir.

Tauberes hadir fungsinya untuk apa? Kita ke maskapai bilang, 'kamu pesawat kosong ya lambung-lambungnya tiap kali perjalanan. Iya gimana nih supaya lambung keisi'. Kita bilang, OK kita cariin barang, terus isinya pakai apa, gampang Tauberes aja kita nanti ada kerja sama dengan pihak lain, OK deh boleh. Kalau Tauberes bisa ngasih maskapai barang, Tauberes minta komisi. Masalahnya, maskapai kosong barangnya kita mau kasih, kalau ada barang Tauberes kita kasih komisi ya, deal nih dengan maskapai.

Setelah maskapai deal, kita ke agen, kita ke agen bilang Hi agen kamu kesulitan kan ngirim pakai pesawat ribet, harga mahal gimana soalnya aku harus deposit, tiap kali kirim maskapai harus deposit satu-satu. Kedua harus 10 kg baru bisa dikirim sameday. Tahuberes bilang, bisa mulai sekarang kalau kita kerjasama nanti agen cukup bayar Rp 1 miliar, tidak bayar Rp 5 miliar dari pertama 5 miliar. Dia cuma bayar Tauberes Rp 1 miliar, ini yang menyelesaikan ke pesawat, untuk 10 kg gimana? Gampang, kan Tauberes kerja sama dengan banyak agen.

Alurnya ada agen, lewat Tauberes, Tauberes nyampaiin ke maskapai, agennya kan banyak, agen A dia punya Rp 1 miliar taruh di Tauberes, agen B dia punya Rp 1 miliar Tauberes, sampai agen E, berarti kan Tauberes sudah punya Rp 5 miliar.

Dari agen-agen ini barang-barangnya kita konsorsiumkan, agen A yang sameday punya 1 kg, agen B punya 3 kg, agen C punya 4 kg, kita tambahin sampai 10 kg. Setelah 10 kg baru kita masukin airlines jadi agen-agen itu tetap bisa mengirimkan barang dia cuma punya 2 kg bisa dikirim, 1 kg bisa dikirim, kita yang ngumpulin barang-barang itu yang kita terbangkan airlines.

Dengan adanya seperti ini, ke customer itu jatuhnya lebih murah, zaman dulu agen-agen ini nge-charge ke customer 10 kg sameday harus minimal 10 kg, dengan adanya Tauberes ini ngecharge ke customer per kg.

Yang sebelumnya 10 kg, karena konsorsium, terus dari konsorsium kita kembaliin ke end user. Yang awalnya Jogja-Jakarta Rp 200 ribu, dengan Tauberes bisa Rp 20 ribu, jadi customer seneng, agen seneng, maskapai seneng, kita bukan kurir, kita ini orkestrasinya semua, supaya bisnis modelnya jauh lebih enak nyaman untuk mereka.

Customer yang awalnya bayar Rp 200 ribu, kalau per kg Rp 20 ribu, kita charge ke customer juga, kan customer lebih murah, kita naikan katakan 10%. Jadi awalnya customer bayarnya Rp 200 ribu, dengan Tauberes bayarnya Rp 22 ribu, Rp 2 ribu masuk ke Tauberes. Jadi Tauberes keuntungannya ambil komisi dari customer, ambil komisi airline, ambil komisi agen. Secara bisnis proses kaya gitu.

Dengan adanya seperti ini okupansi Garuda dan Citilink yang lambung pesawat kosong kita bisa boosting. Dengan adanya Tauberes dari Semarang-Jakarta, Denpansar-Jakarta itu ada pertambahan, setiap hari satu agen saja itu 3-5 ton barang itu baru satu agen, bagaimana kalau kerja sama puluhan agen.

Kapan sih diluncurkan?
Tauberes kan baru, baru dilaunching September, kita baru gerak November akhir 2019. Kita itu baru banget, bisnis proses baru, bisnis model baru, nggak diketahui banyak orang dikiranya kurir. Jadi orang itu salah persepsi, ngapain bikin Tauberes udah ada JNE, Pos Indonesia. Padahal Pos Indonesia masuk Tauberes, JNE ke Tauberes. Kita bikin semuanya simpel, nggak berat dibiayai.

Apakah inline Garuda? Kami bilang inline, karena kapasitas kargo, keterisian kargo, kita kerja sama banyak kurir, pengiriman barang, forwarder.

Sebelum ada Tauberes, lebih lari ke darat?
Iya larinya darat karena ada permasalahan mahal, kalau kaya gini harganya terjangkau mereka lari ke udara lagi. Darat harganya Rp 7 ribu per kg, dengan udara katakan Rp 8 ribu tapi itu kita yang nyelesaiin. Zaman dulu mereka keberatan katakan selisih Rp 1-2 ribu tapi harus deposit, dan deposit mahal, itu permasalahannya. Kurir-kurir ini harus deposit satu-satu maskapai, itu yang kita cut, itu yang kita selesaikan pakai Tauberes.

Jadi bahasa enaknya perusahaan apa?
Fasilitator logistik

Pelangganya JNE dan lain-lain?
Iya betul, jadi kita ini bukan mau menggilas kurir, kurir itu justru temen kita, kalau nggak ada kurir barangnya dari mana.

4 bulan kurang umurnya?
Dan ini kemarin ada investor dari luar negeri yang mau invest Tauberes, ada salah satu perusahaan di luar cukup besar, dia mau invest Rp 2 triliun, untuk 20% saham, tapi kita belum OK, kita baru mediasi, ketemuan terus, malah ada berita kaya gini.

Oknum AA dan direksi yang terlibat di kasus kemarin yang sudah itu kasus mereka, jangan sampai perusahaan yang baru berdiri ini juga goyah, hubungannya kita sama kasus kemarin itu apa. Kita nggak ada sangkut paut sama sekali, kenapa terus jadi masuk pusaran itu. Sampai diberitakan edan ada cucu Garuda Tauberes yang nggak jelas, nggak jelasnya di mana. Kita direksi nggak pernah dihubungi sama sekali, kita nggak bisa ngasih klarifikasi yang jelas. Itu yang kemarin agak sesalkan dari banyak pemberitaan yang beredar.

Baru 4 bulan profit?
Sudah, sehari bisa ngirim 3-5 ton, berarti ada sekitar revenue masuk Rp 20 juta sampai Rp 40 juta sehari, baru dari 1 agen. Coba bayangin 10 agen sehari Rp 400 juta, modal kita cuma Rp 2 miliar, tapi revenue kita kenceng, Masuknya ke mana, kalau 100% dimiliki Garuda, ya pasti masuknya ke Garuda.

Berapa agen sekarang?
Sekitar 5-7 sudah ada di ekosistem kita, jadi ya alhamdulillah sudah OK pendapatan, kita juga nggak memberatkan perusahaan induk, dan sekali lagi bukan kurir kita fasilitator logistik, mediator logistik. Dan kita ini supaya tetap jadi murah terus secara operasional ya pakai teknologi, kita tech base startup katakan kaya Traveloka, Gojek, Grab kita ini juga startup, meramaikan industri startup di Indonesia, BUMN lah.

Sistemnya di aplikasi?
Ya teknologi semua, ada B to B dan B to C. B to C yang tauberes.co.id itu masih kita garap, itu belum jadi, itu masih beta. Tapi B to B sudah jadi, yang running sekarang yang memberikan profit ke kita yang dari bisnis ke bisnisnya.

Pengiriman lewat pesawat Garuda semua?
Iya, Garuda sama Citilink, ke depannya kalau misalkan sudah mulai berjalan, agennya mulai banyak juga, kita bisa kerja sama dengan maskapai lain.

Investor Rp 2 triliun siapa?
Itu undisclosed, masih belum disebutkan ke publik, tapi ada yang menawar seperti itu dari luar negeri, kita masih on going membicarakan dengan mereka.

Statement kementerian melihat anak cucu Garuda, kalau nggak profit ditutup, bagaimana?
Sebenarnya kan lihat tinggal bisnis modelnya bagus atau tidak, jangan lihat namanya. Kalau lihat namanya, nama kita nyeleneh, tapi dibalik nama kita yang nyeleneh itu ada konsep yang bagus, kita punya ambisi yang gede. Ambisi kita bagaimana caranya Garuda membuat jadi untung memerlukan banyak tenaga, simplifikasi ini baru bisa untung.

Selama bertahun-tahun Garuda mengalami kerugian terus. Harus ada bisnis proses yang diubah, nggak harus customer yang kita tembak, bisa barang, barang itu sekarang gede banget perputarannya tapi kita belum mengarah ke situ. Kalau masalah ditutup atau tidak kita serahkan ke Kementerian BUMN.

Yang jelas gini, kami ini inisiator anak-anak muda semua, kemarin kan Pak Erick Thohir, di milenial fest juga bilang kan, anak-anak muda milenial di Indonesia harus membuat gebrakan, dan milenial yang menjadi pemimpin harus memiliki akhlak.

Kita ini Insyallah punya akhlak yang baik, saya ini bener-bener cinta Indonesia, saya ini pengin Indonesia gimana caranya bisa gede, kalau nggak cinta Indonesia ngapain saya ada di Indonesia, ngapain saya mau masuk BUMN yang menurut stigma orang-orang disana BUMN busuk, BUMN nggak jelas. Kenapa saya justru masuk, karena saya cinta Indonesia, saya ingin membuat Indonesia jauh lebih besar lagi.

Berapa orang kru Tauberes?
Sekitar 15 orang, kecil banget, dan technya teknologinya di Jogja, jadi kalau di Jogja biayanya lebih murah, kita bagaimana pun caranya nggak ngeluarin uang banyak-banyak. Kantornya di Gunung Sahari Jakarta, tapi kalau kantor teknologinya, orang-orang technya di Jogja.

(*)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews