Ramai soal TKI Yuli Ditahan Imigrasi Hong Kong karena Tulisan soal Demo

Ramai soal TKI Yuli Ditahan Imigrasi Hong Kong karena Tulisan soal Demo

Yuli Riswati saat menerima penghargaan Taiwan Literature Award for Migrants 2018 (Situs Taiwan Literature Awards)

Jakarta - Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Hong Kong bernama Yuli Riswati sudah ditahan oleh otoritas Hong Kong selama 29 hari. Kabarnya, Yuli ditahan karena tekanan politik pemerintah Hong Kong terkait unjuk rasa.

Yuli Riswati adalah TKI yang sudah bekerja selama 10 tahun di Hong Kong. Terakhir, dia menjadi perawat lansia di rumah majikannya. Selain itu, Yuli juga merupakan wartawati dan dikabarkan meliput aksi protes terhadap pemerintah Hong Kong. Sebagaimana pernah diberitakan detikcom, Yuli pernah mendapat Penghargaan Sastra Taiwan 2018 untuk buruh migran, memperoleh posisi ketiga.

Dilansir situs Federasi Internasional Pekerja Domestik (International Domsetic Worker Federation/IDWF), Yuli ditahan di Pusat Imigrasi Castle Peak Bay (Castle Peak Bay Immigration Center), atau disebut masyarakat setempat sebagai CIC. Penahanan itu dilakukan Departemen Imigrasi Hong Kong terhadap Yuli sejak 4 November.

"Kondisi yang dihadapi Yuli adalalah praktik tak lumrah dari Departemen Imigrasi dan mungkin praktik yang melanggar hukum. Jelas, ini adalah tekanan politik terhadap Yuli karena tulisannya, karena dia berbicara untuk pengunjuk rasa Hong Kong," kata koordinator regional Federasi Pekerja Domestik Internasional (IDWF), Fish Ip.

Disampaikan IDWF, Yuli menunjukkan perhatiannya terhadap isu unjuk rasa menentang rancangan undang-undang ekstradisi di Hong Kong. Dia pergi ke aksi massa untuk memotret dan menulis tentang yang terjadi, supaya orang Indonesia paham tentang kondisi Hong Kong.

Yuli punya nama pena Arista Devi, disebut bekerja di tempat yang sama dengan wartawan Indonesia yang tertembak di Hong Kong, Veby Mega Indah, yakni media untuk orang Indonesia di Hongkong bernama Suara.

Yuli punya kontrak kerja dengan majikannya yang mempekerjakannya sebagai perawat lansia di rumah majikannya. Kontrak kerjanya dimulai pada 12 Januari 2019 dan berlaku dua tahun.

Namun pada 23 September, Yuli ditangkap aparat imigrasi Hong Kong di rumah majikannya yang juga menjadi tempat tinggal Yuli. Alasannya karena Yuli overstay visa kerja.

"Biasanya ketika seorang pekerja mengalami kedaluwarsa visa, selama masih ada kontrak, majikan biasanya mengkonfirmasi status pekerjaan si pekerjanya dan menjelaskan lewat surat ke pihak imigrasi kenapa pekernya lupa untuk memperpanjang visa. Imigrasi selalu memperbolehkan pekerja untuk memperbarui visa tanpa halangan. Saya tidak pernah menemukan kasus pihak Imigrasi menyambangi rumah dan menangkap pekerja gara-gara itu," kata Kepala Federasi Pekerja Domestik Hong Kong (FADWU), Dang.

Yuli berusaha memperpanjang visanya selama di tahanan. Namun upayanya selalu gagal. Bahkan Yuli mengatakan petugas imigrasi selalu memintanya untuk menarik pendaftaran perpanjangan visanya dan mempersilakan Yuli pulang ke Indonesia.

"Petugas mengatakan bila saya tidak ingin ditahan di CIC, maka saya harus menarik visa saya dan saya bisa pulang ke Indonesia. Namun saya tak ingin menarik aplikasi visa saya. Saya dikonfrontasi petugas imigrasi pada pagi hari sampai saya demam dan sakit. Akhirnya, saya menulis penarikan visa saya karena saya ditahan terlalu lama dan tidak tahu kapan saya bisa pulang. Petugas mengatakan kepada saya lagi, bahwa saya tidak bisa menulis karena pengacara akan memberinya masalah. Akhirnya, bertentangan dengan kehendak saya, saya harus menulis bahwa saya menarik visa saya, dan saya akan kembali ke Indonesia untuk mendaftar visa kembali," kata Yuli menangis kepada teman yang mengunjunginya.

Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hong Kong menjelaskan telah mengikuti kasus Yuli sejak awal. KJRI menyatakan Yuli ditahan karena overstay.

"Sejak awal KJRI mengikuti kasus Saudari Yuli, di mana yang bersangkutan didakwa melakukan pelanggaran keimigrasian terkait izin tinggal (overstay). Sesuai peraturan yang berlaku di Hong Kong, pelanggaran izin tinggal (overstay) merupakan pidana, di mana pelanggarnya diancam sanksi denda dan penjara maksimal dua tahun," kata KJRI Hongkong lewat keterang tertulis, disampaikan Konsul Muda Penerangan Sosial dan Budaya, Vania Lijaya, Senin (2/12/2019).

Berikut kronologi penahanan Yuli, disarikan dari informasi IDWF dan KJRI:

27 Juli
Visa kerja Yuli kedaluwarsa

23 September
Yuli ditangkap aparat Imigrasi Hong Kong di rumah majikannya (yang juga menjadi tempat tinggal Yuli) karena Yuli overstay visa kerja.

4 November
Sidang digelar. Hakim pengadilan Sha Tin memutuskan untuk tidak menunjukkan bukti bahwa Yuli overstay. Akhirnya, dia tidak dihukum karena overstay. Namun, Departemen Imigrasi kemudian mengirimnya ke CIC (Pusat Imigrasi Castle Peak Bay) dan menahannya dengan alasan bahwa dia tidak punya teman dan tak punya rumah di Hong Kong. IDWF menyatakan itu tidak benar.

8 November
Yuli diperbolehkan mendaftar perpanjangan visa.

11 November
Pihak imigrasi menerbitkan Removal Order (perintah untuk memulangkan) terhadap Yuli. Pengacara Yuli melakukan banding dan memohon pengakuan untuk Yuli ke Departemen Imigrasi supaya Yuli bisa menunggu visa tanpa ditahan. Namun pihak Departemen Imigrasi menolak. Perpanjangan visa Yuli gagal terus.

28 November
Banding Yuli terhadap Removal Order ditolak, dia harus dideportasi dari Hong Kong. Yuli mengalmai demam, flu, dan muntah-muntah. Mengonsumsi satu obat pil per hari, namun tidak diizinkan memperoleh penanganan medis. Dia tidak tahu harus ditahan sampai kapan.

29 November
Petugas imigrasi, SK Cheng, memaksa Yuli menarik aplikasi perpanjangan visanya.

(*)


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews