Tantangan Guru Merawat Generasi Z

Tantangan Guru Merawat Generasi Z

Guru. (Foto: Ilustrasi)

ELEMEN terpenting dalam pendidikan ialah guru. Berawal dari guru maka pendidikan akan berkaulitas. Guru adalah pondasi utama dalam pendidikan. Jika pondasi ini rapuh, maka rapuh pula yang lainya.  

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadim Nakarim menaruh harapan kepada guru dalam membangun kualitas manusia Indonesia. Dalam pidatonya pada upacara bendera peringatan hari guru Nasional tahun 2019, Nadim Nakarim menyebut perubahan tidak dapat dimulai dari atas. Semuanya berawal dan berakhir dari guru.

Mengemban amanah seorang guru juga amanah merawat generasi. Menjaga dan membina generasi ini utamanya ada pada guru. Menjadi guru merupakan tugas mulia sekaligus beban moral. Ditangan guru generasi ini ada harapan dan masa depan.

Peran seorang guru dibutuhkan dalam mendidik anak bangsa ini. Di tengah krisis moral dan karakter (prilaku) yang sedang mengerogoti anak bangsa, peran guru sangat dibutuhkan merawat anak-anak bangsa ini.

Peran guru tak bisa tergantikan dengan aplikasi maupun robot yang sedang berkembang saat ini. Guru diperlukan dalam mendidik dan mencerdaskan anak bangsa menghadapi tantangan dunia yang penuh dengan tantangan dan pengaruh.  

Tantangan di era globalisasi dengan tumbuh pesatnya perkembangan teknologi atau dikenal zaman industri 4.0 telah membawa tatanan baru kehidupan manusia. Perkembangan teknologi membentuk perubahan-perubahan disegala bidang, hingga pengaruh-pengaruh negatif yang banyak merusak anak didik.

Zaman begitu cepat berubah ini memerlukan inovasi Lambat mengambil sikap terhadap perubahan  maka kita akan ditinggal. Begitu juga guru. Maka tak terkecuali, guru  harus siap menghadapi perubahan yang begitu masif saat ini.

Apalagi pengaruh dunia luar tak tebendung, cepat sekali masuk dalam kehidupan kita. Dunia membuka diri. Tidak ada celah-celah dan ruang tertutup lagi, semua terpantau dengan mudah. Era yang penuh dengan tantangan dan sekaligus menakutkan.


Menyiapkan Generasi Emas

 

Bonus demografi bagi Indonesia diprediksikan akan terjadi pada tahun 2030. Pada saat itu, jumlah penduduk usia produktif (berusia 15-64) tahun lebih besar dibanding penduduk usia tidak produktif (usia dibawah 15 tahun dan diatas 64 tahun). Usia produktif mencapai 64 persen dari pupulasi penduduk Indonesia.

Jumlah yang cukup fantastis. Usia produktif akan melonjak tinggi pada 2030. Namun jika usia produktif ini tidak disiapkan, mereka juga akan menjadi masalah tersendiri bagi bangsa ini. Di sinilah harus ada peran guru menyiapkan generasi-generasi ungul pada 2030.  

Bagaimana caranya? Kualitas guru harus ditingkatkan. Oleh karena itu guru harus banyak belajar, guru tidak boleh berhenti belajar. Karena belajar harus dilakukan sepanjang hayat. Guru jangan pernah merasa hebat hingga tidak mau belajar.

Belajar disini memiliki makna yang luas. Guru harus banyak pengetahuan dan pengalaman. Apalagi generasi saat ini cukup akrab dengan perubahan. Mereka cepat belajar dalam penggunaan gawai ataupun smartphone.

Jumlah guru di seluruh Indonesia (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) mencapai 2.755.020 orang. Jumlah guru terbanyak berada di jenjang SD yakni sebanyak 1.467.461 orang. Kemudian disusul oleh jenajng SMP sebanyak 643.266 orang, SMA 314.619 orang, SMK sebanyak 304.634 orang, dan guru di SLB sebanyak 25.040 orang.

 

Kualitas Guru

 

Angka indeks pembangunan manusia (IPM) dari United Nations Development Programme (UNDP) 2016, Indonesia hanya meraih 0,689 dan berada di peringkat ke-113 dari 188 negara. Begitu pula UNESCO dalam Global Education Monitoring (GEM) Report 2016, menempatkan pendidikan di Indonesia berada peringkat ke-10 dari 14 negara berkembang. Sementara itu, komponen guru menempati urutan ke-14 dari 14 negara berkembang di dunia. Hingga di sini, mungkin ada masalah dengan kompetensi guru.

Kualitas guru memang menjadi persoalan pokok. Kendati saat ini pemerintah tiap tahun melaksanakan kegiatan Uji Komptensi Guru (UKG), hal itu tidak serta merta kualitas guru semakin meningkat.  

Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) 2015, rata-rata nasional hanya 44,5, berada jauh di bawah nilai standar 55. Bahkan, kompetensi pedagogik, yang menjadi kompetensi utama guru pun belum menggembirakan.

Kualitas guru memang menjadi persoalan pokok dalam dunia pendidikan. Kendati berbagai upaya untuk mendongrak kualitas guru kita belum juga mendapatkan hasil memuaskan. Kualitas guru berada diurutan terkahir dari 14 negara berkembang di dunia.

Pendidikan menjadi persoalan penting bagi sebuah Negara. Karena pendidikan yang akan membentuk regenerasi. Baik buruknya generasi ditentukan dari kualitas guru. Kenapa, karena ditangan guru seperti melihat masa depan. Kualitas sebuah bangsa juga akan ditentukan dari kualitas manusia. Oleh sebab itu, pendidikan adalah ujung tombak untuk membangun kualitas manusia Indonesia ada ditangan guru.

Persoalan pendidikan ditanah air memang komplek. Soal kualitas juga masih jauh dari Negara-negara tetangga. Kualitas guru juga masih dipertanyakan, hingga kesejahtraan bagi tenaga pendidikan jauh dari harapan.

Kita bukanlah negara baru didirikan, 74 tahun sudah merdeka. Kualitas pendidikan belum ada peningkatan. Dimanakah letak salahnya? Apakah kebijkan, regulasi, pemerintah atau guru. Itu semua masih menjadi tanda tanya kita semua. Yang jelas semua stakeholder memiliki peran penting dalam memajukan dunia pendidikan kita.
 
Optimis pendidikan kita akan semakin berkualitas? Ya pasti jawabanya. Namun, kualitasi guru juga harus ditingkatkan.  Kendati problem  pekerjaan rumah (PR) yang belum tuntas-tuntas saat ini. Obat mujarab belum juga ditemukan kendati sudah mengetahui sakitnya.

Pendidikan kita juga demikian. Kita sudah tahu permasalah pendidikan di Indonesia, namun belum menemukan obat untuk menyembuhkan penyakitnya tersebut. Sudah ribuan triliunan uang Negara mengalir deras untuk mengobati luka,  namun hanya bisa bertahan belum ada kelihatan sembuhnya.

 

Opini Oleh: Ahmad Yani
Guru SMPN 2, Senayang, Kabupaten Lingga

 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews