RUU Keamanan Siber, Diam-diam Mengejutkan

RUU Keamanan Siber, Diam-diam Mengejutkan

Ilustrasi.

Jakarta - RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) pantas dibilang diam-diam mengejutkan. RUU ini dibahas dengan sangat cepat oleh DPR.

Hal ini dikicaukan Damar Juniarto, Executive Director SAFEnet, dalam sebuah utas di akun Twitternya yang membahas sejumlah masalah yang ada dalam RUU tersebut.

"Jika RUU KKS disahkan hari Senin, 30 September 2019 ini akan pecahkan rekor pembuatan UU tercepat di Indonesia. Lebih cepat dari UU KPK," kicau Damar saat memulai utasnya.

Damar pun menyebut mekanisme pembuatan undang-undangnya tidak melalui proses RDP. Aturan ini dibuat atas inisiatif Badan Legislatif (Baleg) DPR dan bukan dari pemerintah pada Mei 2019. Bahkan UU ini pun tak masuk ke dalam Prolegnas 2019.

Publik baru mengetahui RUU ini pada Agustus 2019, dan DPR kemudian membentuk pansus untuk melakukan pembahasan pada 16 September 2019. Padahal menurut Damar, seharusnya yang diprioritaskan adalah RUU Perlindungan Data Pribadi yang lebih mendesak untuk dibahas dan disahkan.

Via detikINET, Damar menyayangkan kemunculan RUU KKS yang terlalu mendadak. Menurutnya, RUU ini baru muncul pada awal Agustus. Bahkan awalnya RUU ini, menurut Damar, tadinya bakal disahkan pada 7 September.

"Kita baru tahu Agustus kemarin, jadi nggak bisa ikut rombongan RUU lain yang bermasalah itu," pungkasnya.

Lebih lanjut, Damar juga menyebut jika RUU KKS ini disahkan, maka Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN) akan mempunyai kedudukan hukum yang lebih kuat dibandingkan sebelumnya yang hanya diatur lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 53 Tahun 2017 dan perubahan Peraturan Presiden Nomor 133 Tahun 2017 tentang Badan Siber dan Sandi Negara.

Ada juga Ketua ID Institute, Svaradiva, yang mengatakan ada sejumlah pasal dalam RUU yang tumpang tindih dengan kewenangan lembaga lain. Selain itu membuat BSSN berpotensi jadi lembaga super.

Lalu menurutnya dalam pasal 11 ayat 2 menyebutkan bahwa ancaman siber terdiri atas produk, prototipe produk, rancangan produk, atau invensi yang dapat digunakan sebagai senjata siber. Maka, banyak produk berpotensi diawasi oleh BSSN.

"Semua perangkat yang terhubung ke internet (seperti laptop, ponsel) bisa menjadi senjata siber. Berarti semua produk untuk mengakses internet masuk dalam ancaman siber dan diawasi oleh BSSN?" lanjutnya.

Lalu dalam pasal 38 ayat 1 disebutkan bahwa BSSN melakukan penapisan terhadap konten dan aplikasi elektronik yang mengandung muatan perangkat lunak berbahaya untuk mendukung upaya pelindungan terhadap masyarakat pengguna aplikasi elektronik. Padahal ada Kementerian Komunikasi dan Informatika.

"Bukankah penapisan adalah wewenang Kominfo? Mengapa RUU ini memungkinkan BSSN menjadi lembaga super yang bisa menjalankan wewenang lembaga lain? Dan ini tidak sesuai dengan prinsip interoperability internet governance di mana banyak organisasi atau lembaga memiliki dan menjalankan fungsi masing-masing," ujarnya.

(*)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews