Nelayan Bintan Geruduk Kapal Sedot Pasir Proyek Pendalaman Alur

Nelayan Bintan Geruduk Kapal Sedot Pasir Proyek Pendalaman Alur

Para nelayan yang tergabung dalam KNTI Bintan mendatangi kapal sedot pasir yang dipakai untuk pengerukan alur laut. (Foto: Ary/Batamnews)

Bintan - Nelayan di Bintan beramai-ramai menumpangi pompong menuju kapal milik PT Kurnia Jaya yang berada di tengah laut. Mereka merangsek masuk dan menduduki kapal penyedot pasir laut di wilayah perairan Timur Kabupaten Bintan, Senin (16/8/2019).
 
Puluhan nelayan ini tergabung dalam Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Bintan. Mereka menuntut penutupan proyek pengerukan alur kapal dengan lebar 150 meter x panjang 3,5 Km

Ketua KNTI Bintan, Buyung Adli mengatakan, aktivitas pembangunan industri di Galang Batang tidak memikirkan kegiatan nelayan. Pembangunan itu menurut mereka telah melanggar aturan seperti reklamasi area Pantai Tanjung Tangkap dan penimbunan mangrove di Galang Batang.

“Sejak 2017 aktivitas itu berjalan kami selaku nelayan tempatan juga pernah melakukan aksi penolakan di PT Bintan Alumina Indonesia (BAI) Galang Batang. Namun aktivitas itu tetap berjalan,” ujar Buyung.

Memasuki 2019 aktivitas itu kian meluas. PT BAI melalui kontraktor pemenang tender yaitu PT Kurnia Jaya asal Surabaya melakukan pengerukan alur kapal menggunakan kapal sedot pasir di sepanjang perairan Pulau Hantu, Pangkil dan Mapur.

Akibatnya, dua kecamatan terkena dampak aktivitas tersebut yaitu Kecamatan Bintan Pesisir dan Gunung Kijang. Bahkan juga mengakibatkan ekosistem laut dan sumber daya alam yang selama ini dijaga melalui Program Coremap CTI ikutan rusak.

“Aktivitas pengerukan alur itu selain merusak ekosistem laut juga merusak mata pencaharian nelayan. Karena rusaknya karang membuat ikan sulit didapati sehingga pendapatan nelayan turun secara dratis,” jelasnya.

Kesal dengan aktivitas itu, Senin (16/9/2019) sekitar pukul 8.30 WIB sebanyak 52 nelayan yang tergabung dalam KNTI ini menuju kapal penyedot pasir laut. Mereka meminta aktivitas segera berhenti sebelum ada kejelasan serta tanggungjawab dari pemerintah maupun pihak terkait.

Setelah 4 jam lebih menduduki kapal itu akhirnya sekitar pukul 12.00 WIB. Mereka didatangi oleh Agus yang merupakan perwakilan perusahaan kapal.

“Pak Agus menemui kami semua dan diskusipun berjalan. Lalu dia meminta kami tidak menduduki kapal karena ditakutkan terjadi sesuatu hal dan disepakati diskusi dilanjutkan di Balai Pertemuan Desa Kelomg di Pulau Tenggel, Kecamatan Bintan Pesisir,” ucapnya.

Dalam diskusi itu terjadi perdebatan sengit sebab pihak perusahaan mengaku bawasannya mereka telah mempunyai izin olah gerak kapal. Kemudian pihak perusahaan juga berjanji akan mengupayakan dana konpensasi buat nelayan.

Pengakuan dari pihak perusahaan membuat beberapa nelayan dari Desa Air Gelubi, Pulau Tenggel, Desa Kelong, Desa Gunung Kijang dan Kelurahan Kawal berang.

“Kami menolak uang kopensasi itu karena nelayan tidak butuh itu melainkan penjelasan yang akurat. Kami juga sempat geram karena jika ada suatu masalah jawaban oleh para pengusaha dan penguasa pastinya tentang kompensasi. Kalau begini terus  maka lama-lama laut kami habis di keruk dan di tambang,” katanya.

Nelayan menginginkan pemerintah dan pihak perusahaan PT BAI datang menjelaskan terkiat proyek yang dikerjakan karena selama ini nelayan tidak pernah dilibatakan dalam pengambilan kebijakan.

Apabila keinginan nelayan tak diindahkan, maka mereka bersepakat sebelum ada penjelasan dari pemerintah maka kapal tidak dibenarkan beroperasi. Secara bergantian mereka akan berjaga dari siang dan malam.

“Jika kapal tetap begerak maka kami akan halang pakai boat, biar saja silakan dilanggar karna kami sudah kehilangan periuk nasi,” sebutnya.

 

Desak DPRD hingga Ancam Demo

Selain itu juga KNTI akan melakukan langkah-langkah lainnya. Diantaranya mendesak DPRD Provinsi Kepri yang terpilih dan dilantik untuk membahas kembali bersama nelayan Bintan tentang RZWP3K yang tidak pro nelayan serta lingkungan.

Mereka mengancam menggelar aksi penuntutan sampai ke pusat. Karena dalam acara peletakan batu pertama PT BAI dihadiri Wakil Presiden (Wapres) RI, Jusuf Kalla (JK).

“Kami juga berharap KPK mengusut tuntas grtifikasi perizinan yang tidak becus yang diurus oleh pemerintah Kepri ini,” tegasnya.

Sementara itu, Jon, Nelayan Bintan berharap nelayan-nelayan ini bisa diperhatikansegera. Sebab aktivitas pengerukan alur kapal dengan acara menyedot pasir laut diakui mereka merugikan.

“Kasiankanlah nelayan, dengan situasi sekarang ini semua serba mahal, angin kuat, BBM susah. Sekarang lautnya di keruk lalu ditimbun dimana implementasi UU Perlindungan Nelayan Nomor 6 Tahun 2017 itu. Apakah mandul,” katanya.

“Dulunya kami bisa dapatkan hasil dari tangkap ikan Rp 300 - Rp 500 ribu per bulan. Tapi sekarang sulit sekali bahkan paling tinggi hanya Rp 120 ribu,” ucapnya.

(ary)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews