Transparency International: Revisi UU KPK Melawan Nalar Publik

Transparency International: Revisi UU KPK Melawan Nalar Publik

Ilustrasi. (foto: suara.com)

Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menyepakati pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Jika disetujui, revisi tersebut akan segera dibahas bersama dengan Pemerintah.

Kesepakatan untuk kembali merevisi UU KPK ini, terlebih di ujung masa bakti DPR 2014-2019, semakin memperlihatkan adanya upaya pelemahan kelembagaan KPK secara sistematis. 

Transparency International Indonesia menilai minimnya komitmen politik pemerintah dan badan legislatif dalam memastikan independensi merupakan masalah utama mayoritas lembaga antikorupsi dimanapun. 

Lembaga ini mendesak presiden untuk menolak pembahasan revisi UU KPK dengan tidak mengirimkan Surat Presiden (Surpres). Presiden tidak boleh tidak tahu terhadap inisiatif revisi UU KPK ini dan sudah sepatutnya memerankan dirinya sebagai penjaga terdepan independensi KPK dengan segera memutuskan untuk tidak mengirimkan surat persetujuan Presiden ke DPR. 

"Situasi ini semakin krusial mengingat sejak ditundanya pembahasan revisi UU KPK pada 2016 silam, pemerintah tidak melakukan kajian evaluasi yang komprehensif terhadap RUU KPK dan juga tidak melakukan sosialisasi ke masyarakat," kata Dadang Trisasongko, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia, Jumat (6/9/2019). 

DPR untuk segera menarik revisi UU KPK yang telah disepakati. Poin-poin perubahan yang diusulkan sangat berpotensi mengurangi kewenangan dan independensi yang dimiliki KPK saat ini. 

Hal ini diperkuat dengan tidak adanya basis kajian mendalam terhadap revisi UU KPK, yang diikuti dengan tidak adanya proses yang transparan, akuntabel dan partisipatif. 

"Kondisi ini justru akan berdampak buruk bagi penegakan hukum korupsi di Indonesia," ujar Dadang.

(*)
 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews