Maskot Pasangan Alim dan Midah, Ilustrasi Kearifan Tanjungpinang

Maskot Pasangan Alim dan Midah, Ilustrasi Kearifan Tanjungpinang

Maskot Pasangan Alim dan Midah. (Foto: Mariati)

KOTA Gurindam, kotanya negeri pantun. Begitu sebutan bagi Kota Tanjungpinang. Sebutan lain yang dijuluki sebagai pintu wisata bahari kepada kepulauannya. 

Letak fisiografis yang 70% adalah laut dengan kondisi cuaca yang lembab dan panas ini membentuk karakter dari penduduk Kota Tanjungpinang menjadi hangat dan ramah. Tidak hanya itu, nilai luhur dan mulia juga diterapkan di kehidupan sosial kota ini. 

Kota yang luasnya 800an km persegi ini memiliki pengaruh budaya Melayu yang begitu mementingkan keharmonisan berkeluarga dan bersosial dari masa lampau. Sehingga pemikiran penduduk bahwa semuanya adalah saudara dan berteman. 

Kedekatan antar-ras itu jelas dibina sampai sekarang. Menurut hasil perbincangan dengan penduduk lokal dan wisatawan, memang karakter hangat dan ramah tamah itulah yang menjadi daya tarik kota ini.

Seperti yang digambarkan dalam ilustrasi maskot, konsep karakter divisualkan dari ekspresi perempuan yang tertawa begitu ceria dengan gaya yang lepas, mencerminkan sosok perempuan di sana sangatlah ramah dan apa adanya. 

Diikuti oleh ekspresi pria yang tersenyum tenang dan gaya duduk sopan, melambangkan sosok pria kota Tanjungpinang yang bijaksana dan kalem. 

Pola pada pakaian wanita terlihat adanya motif pucuk rebung dimana sering digunakan pada beberapa perayaan adat istiadat Melayu. Motif geometris pada songket pria yang biasa digunakan sehari-hari. 

Teringat pula, model pakaian kedua maskot itu adalah gaya baju kurung, yang hingga saat ini masih sering dipakai oleh siswa-siswi, PNS, pendidik, dan beberapa pejabat pemerintahan di Kota Tanjungpinang saat acara dan hari tertentu.

Selain itu, warna juga menjadi elemen penting dalam ilustrasi ini. Warna hijau dan kuning itu didapatkan dari referensi bangunan bersejarah seperti warna cat tembok pada Masjid Raya Pulau Penyengat, dan peninggalan dari Kerajaan Riau Lingga

Dimana kedua bangunan tersebut memiliki nilai penting dari sejarah Kerajaan Riau Lingga yang saat ini menjadi pilihan wisatawan dalam berwisata dan beberapa kegiatan festival dilaksanakan.

Terdapat nuansa oren kemerahan pada kain perempuan, diambil dari warna lampion selama Festival Imlek di Kota Tanjungpinang. Sedikit terlepas dari kebudayaan Melayu, namun dipercaya adanya kedekatan yang dibangun sejak zaman Kerajaan Riau Lingga dengan Kapitan etnis Tionghoa, hingga acara pernikahan anak Kapitan yang berlangsung dengan ‘gaya Melayu’ di Pulau Penyengat. 

Selain itu, menurut pengakuan penduduk setempat, bahwa kehidupan antar etnis di kota Tanjungpinang berjalan dengan harmonis dan rukun. Misalkan pada saat beberapa perayaan dari suku Tionghoa, etnis lain juga ikut meramaikan dan mendukung pelaksanaan kegiatan itu. 

“Saling membantu dan gotong royong”, begitu kata salah satu penduduk. 

Kemudian ada aspek lain dari ilustrasi maskot itu yang menjadi perhatian lebih yaitu secangkir kopi dari motif etnis Tionghoa yang dipegang oleh sang pria. 

Jika Anda pernah berkunjung ke kota Tanjungpinang, sudah pasti pernah melewati kota lamanya atau dekat dengan pasar tradisional. Sepanjang jalan terdapat banyak sekali kopitiam yang menjual sarapan dan kue-kue tradisional dari berbagai kalangan. 

Kalau diperhatikan dengan seksama, setiap kopitiam menggunakan gelas yang sama dan warga setempat khususnya pria selalu bercengkrama dengan teman-teman sambil menikmati sarapan.

Gaya sosial ngopi dilakukan dari pagi hingga malam hari. Malam hari di stand-stand akau (sebutan pasar tempat jual makanan) juga menggunakan cangkir yang sama untuk menyajikan apapun minuman panas itu. 

Hal ini melambangkan kedekatan kehidupan sosial melalui industri makanan.

Mariati, dosen Universitas Tarumanegara, Jakarta. 

Rekomendasi desain ilustrasi maskot tidak hanya berhenti di sini. Desain tersebut dapat dikembangkan sesuai kebutuhan dan masukan lain yang nantinya dapat diolah menjadi lebih baik lagi. 

Harapan dari desainer adalah agar konsep maskot ini dapat digunakan sedemikian rupa dalam pengembangan city branding (merek kota) Kota Tanjungpinang

Sehingga melahirkan pemikiran positif wisatawan mengenai keunikan bagi kota ini. Diharapkan juga pengembangan desain ilustrasi maskot ini tidak meninggalkan esensi otentik budaya, lingkungan, dan kehidupan sosial, dimana pasangan maskot ini tidak dapat dipisahkan, sebagai lambang kedekatan dan kekompakan warga kota Tanjungpinang.

Maskot ini sudah dipresentasikan di acara International Conference on Folklore, 01 Agustus 2019. Diharapkan dinas terkait bisa menggunakan untuk alat promosi Kota Tanjungpinang. 

Selain itu maskot ini juga sudah memiliki hak cipta. Semoga dengan memiliki maskot yang khas, Tanjungpinang bisa lebih maju.

Penulis: Mariati, S.Ds., M.Si (Dosen Desain Universitas Tarumanegara Jakarta)
 


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews