Yang Chil Sung, Pahlawan Garut Asal Korea yang Ditakuti Belanda

Yang Chil Sung, Pahlawan Garut Asal Korea yang Ditakuti Belanda

Pahlawan Garut berdarah Korea, Yang Chil Sung.

Di Garut, pahlawan masyarakat tidak hanya berasal dari pribumi. Ada juga orang asing yang ikut berjuang meraih kemerdekaan Indonesia, salah satunya Yang Chil Sung atau Komarudin.

Kamis (16/8/2019), Koramil 11-11Tarogong, Kodim 0611 Garut bersama masyarakat melakukan kegiatan pembersihan Taman Makam Pahlawan. Salah satu makam yang dibersihkan adalah pusara Komarudin.

Yang Chil Sung diketahui merupakan seorang pejuang kewarganegaraan Korea yang dimakamkan di Makam Pahlawan Tenjolaya, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut. Yang Chil Sung dimakamkan di sana karena jasanya semasa hidup ikut berjuang bersama masyarakat Garut melawan Belanda.

Petugas Taman Makam Pahlawan pada Dinas Sosial Garut, Imam Sukiman, menuturkan Yang Chil Sung kelahiran tahun 1919, kemudian memiliki nama Indonesia Komarudin.

Ia menjelaskan, berdasarkan kisah yang dituliskan dalam riset profesor asal Jepang, membenarkan bahwa orang yang dimakamkan di Garut tersebut adalah orang Korea.

"Komarudin asal Korea ini pernah ditelusuri benar tidaknya adalah orang Korea yang membelot melawan Jepang dan Belanda," katanya.

Imam menyampaikan, Komarudin merupakan tentara yang dibawa Jepang ke Indonesia untuk menjaga tahanan di Bandung, hingga akhirnya pergi ke Garut dan bergabung dengan tentara pribumi untuk melawan penjajah di Wanaraja. Komarudin diketahui menikah dengan perempuan asal Garut, kemudian memeluk agama Islam hingga akhirnya hidup bersama dengan masyarakat Garut.

Di Garut, terdapat tiga tentara Jepang yang membantu dalam mempertahankan kemerdekaan. Semasa perjuangan, Yang Chil Sung dikenal sebagai ahli pembuat bom.

Yang Chil Sung atau Tanagawa dan kedua rekannya yakni Aoki dan Hasegawa akhirnya memilih masuk Islam dan menganti nama mereka, Yang Chil Sung mengganti namanya menjadi Komarudin, Aoki menjadi Abubakar, dan Hasegawa menjadi Usman.

 

 

"Jasad ketiganya kini dimakamkan di sini (TMP Tenjolaya), mereka dipindakan ke sini sekitar tahun 1982 setelah sempat dimakamkan di Pasirpogor, Kecamatan Garut Kota. Komarudin dan dua rekannya tewas ditembak mati tentara Belanda saat agresi militer II, dan ketiga tentara Jepang tersebut membelot dan bergabung dengan pasukan Pangeran Papak di Wanaraja," jelasnya.

Abubakar dan Usman, lanjut Imam, diketahui sebagai seorang ahli strategi dan berkat ketiganya perjuangan rakyat Garut terbantu.

"Salah satu kisah heroik dari ketiganya yakni saat mencegah kedatangan Belanda masuk ke Garut, di mana Abubakar dan Usman menyusun strategi untuk menutup jalan dan langkahnya sendiri adalah dengan meledakkan Jembatan PTG atau kini dikenal sebagai Jembatan Jalan Perintis Kemerdekaan, yang jaraknya tak jauh dari Lapang Merdeka," paparnya.

Dengan kepiawaian Komarudin membuat bom untuk merusak jembatan tersebut, hasilnya tentara Belanda tidak bisa masuk ke Garut sehingga bisa dengan mudah dihalau pasukan Pangeran Papak. Aksi ketiganya yang membantu perjuangan Indonesia harus berakhir di tangan Belanda. Komarudian, Abubakar, Usman, dan dua orang tentara Indonesia tertangkap di Gunung Dora, Kecamatan Sucinaraja, perbatasan Garut dan Tasikmalaya.

"Ada lima yang tertangkap, Dua tentara Indonesia dibawa ke Bandung dan ditahan, Sementara tiga tentara Jepang itu langsung dieksekusi mati di Lapang Kerkop (Lapangan Merdeka)," kata Iman.

Komarudin saat itu masih berusia 30 tahun, Perjuangannya harus berakhir tragis karena persembunyiannya dibocorkan pengkhianat. "Saat dieksekusi ketiga tentara Jepang itu mengenakan kemeja putih dan sarung berwarna merah, di mana mereka ditembak di hadapan warga Garut," ujarnya.

Sejarah kepahlawanan warga Korea tersebut sempat membuat kagum kalangan komunitas asal Garut yang menggelar aksi sosial membersihkan Makam Pahlawan Tenjolaya. Komunitas yang terlibat dalam aksi sosial itu sempat kaget ketika melihat batu nisan bertuliskan nama orang Korea Selatan dimakamkan di TMP.

Komandan Koramil 11-11 Tarogong, Kapten Infanteri Dedi Saepuloh menyatakan bahwa keberadaan makam pahlawan asal Korea itu Menjadi pengetahuan baru bagi warga Garut bahwa ada orang asing yang berani mati membela Indonesia.

"Kalau orang Korea begitu cintanya sama Indonesia, rela berjuang dan meninggal untuk Indonesia, tentunya ini harus jadi bahan pelajaran bagi semuanya," katanya.

(*)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews