Merugi, Pedagang di Pasar Sekilo Bintan Pilih Angkat Kaki

Merugi, Pedagang di Pasar Sekilo Bintan Pilih Angkat Kaki

Pasar Sekilo di Seri Kuala Lobam, Bintan yang ditinggalkan pedagang karena terus merugi. (Foto: Ari/batamnews)

Bintan - Pasar Sekilo yang diresmikan Bupati Bintan, Apri Sujadi pada November 2018 lalu ternyata sudah tidak ada aktivitas perdagangan lagi.

Padahal pasar yang dibangun Dinas Permukiman di Desa Teluk Sasah, Kecamatan Seri Kuala Lobam itu telah menelan dana APBD sebesar Rp 2,48 miliar. 

Informasi di lapangan, pasar yang berdiri megah di atas lahan seluas 500 meter persegi itu hanya mampu beroperasi selama 5 bulan. Awal Maret 2019 para pedagang angkat kaki dan memilih berjualan di lokasi lain.

Kini kondisi pasar itupun tampak sepi. Sebanyak 36 lapak meja dan 4 kios yang ada di sana tak berpenghuni. Sehingga pintu pasar tersebut ditutup dan dikunci dengan gembok.

Pedagang yang berjualan di pinggir jalan, Boru Sihotang mengaku dia termasuk penghuni di salah satu lapak meja dalam pasar tersebut. Namun pasar itu telah sepi sehingga dia pindah lokasi berdagangnya ke kios milik warga yang berada di pinggir jalan.

"Saya satu-satunya pedagang yang tersisa dan bertahan berjualan di Pasar Sekilo. Namun seminggu lalu saya pindah keluar karena di pasar itu sudah sepi," ujar Sihotang, Jumat (15/3/2019).

Dia sudah berjualan selama 5 bulan. Selama itu juga dia paksakan dirinya untuk tetap bertahan menjajahkan dagangan di sana.

Mulai dari pukul 5.00-10.00 pagi dia berjualan. Hasil yang didapatkannya hanya Rp 150 ribu dalam sehari. Ini membuatnya merasa sedih bahkan sesekali dia menangis melihat kondisi seperti ini.

"Siapa yang mau beli pak di Pasar Sekilo. Makanya pedagang lain pergi (angkat kaki). Terakhir sampai awal Maret cuma saya sendiri yang bertahan. Itu pun kadang rasa mau nangis karena rugi," jelasnya.

Lebih lanjut dia bercerita. Bahwa saat Pasar Sekilo ini dibuka pada September 2018 lalu ada 30 pedagang yang berjualan di lapak-lapak meja dan kios.

Kemudian masuk di Januari 2019, sebanyak 23 pedagang angkat kaki sehingga tinggal 7 pedagang. Lalu, sebulan kemudian tinggal 2 pedagang saja dan awal Maret tinggal satu pedagang yaitu dirinya.

Hengkangnya para pedagang, kata dia, karena banyak yang keberatan dengan pungutan uang dari pengelola pasar. Pada 2018 lalu setiap pedagang dipungut Rp 150 ribu per bulan dan Januari 2019 para pedagang diminta Rp 300 ribu per bulan. Lalu setor uang Rp 1 juta sebagai jaminan selama berdagang. 

"Kenaikan biaya pungutan pengelola pasar tidak sebanding dengan apa yang didapat pedagang. Inilah penyebab pedagang angkat kaki dan langsung pindah lokasi lain untuk berdagang," ucapnya. 

(ary)


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews