Begini Awal Mula Terkuaknya Kasus Incest yang Bikin Geger Lampung

Begini Awal Mula Terkuaknya Kasus Incest yang Bikin Geger Lampung

Tiga terduga pelaku incest atau hubungan sedarah di Lampung ditangkap polisi. Ketiganya merupakan ayah, adik, dan kakak. (Dok. Polres Tanggamus)

Jakarta - Kasus incest atau hubungan sedarah di wilayah Lampung benar-benar bikin geger publik. Bagaimana tidak? AG (18), penyandang disabilitas, diperkosa ratusan kali oleh ayah, kakak, dan adik kandungnya. Bagaimana kasus ini terungkap?

Kasus incest ini dilaporkan oleh Ketua Satgas Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat Pekon Panggungrejo, Tarseno (51). Dia begitu emosional saat diminta kembali menceritakan kasus ini.

Tarseno bercerita, Satgas Perlindungan Anak kala itu meminta izin kepada pihak keluarga untuk memberi pendampingan kepada AG yang diketahui mengalami keterbelakangan mental. Untungnya, pihak keluarga memberi izin.

Hingga suatu ketika, di wilayah Pringsewu, ada fasilitas tenaga psikolog. Satgas Perlindungan Anak pun membawa AG untuk diperiksa psikolog ini. Dari sinilah kasus pemerkosaan yang dialami AG oleh ayahnya JM (44), kakaknya SA (24), dan adik kandungnya YF (16) terkuak.

"Dari keahlian psikolog itu, akhirnya semua terungkap bahwa anak ini ternyata telah menjadi korban kekerasan seksual," ujar Tarseno dilansir dari detikcom, Senin (25/2/2019) malam.

Dia mengatakan psikolog yang memeriksa saat itu memperlihatkan video saat AG diperiksa. Di video tersebut, mereka melihat bagaimana AG dengan polosnya menceritakan bahwa dia diperkosa oleh ayah, kakak, dan adik kandungnya sendiri. Dia tidak tahu bahwa kehormatannya telah direnggut oleh orang-orang yang seharusnya melindunginya.

"Mengejutkan karena anak ini tidak menyadari bahwa dia itu mengalami kekerasan seksual. Karena waktu itu kami tidak boleh masuk, kami diberi informasinya, diberi videonya waktu wawancara berlangsung. Katanya dengan polosnya 'kalau malam bapaknya suka naikin, buka celana, itunya bapak dimasukin'. Kira-kira seperti itu lah," ujar Tarseno.

Setelah mendapat informasi itu, Tarseno dan 9 rekannya pun tak tinggal diam. Mereka menyebar di kampung tempat korban dan keluarganya tinggal untuk menggali informasi lebih jauh mengenai kesaksian AG saat diperiksa psikolog.

"Kami satgas ada 10 orang yang aktif. Kami menyebarkan anggota untuk mencari informasi ini. Ternyata anak ini suka ke warung tiap pagi. Kemudian kami minta tukang warung ini mengorek keterangan. Lama-lama anak ini ngaku dengan yang punya warung ini. Lebih pasti lagi satgas kami yang perempuan mengorek langsung informasi ke korban pelan-pelan. Dia lalu ngaku bagaimana perlakuan ayahnya, kakaknya, dan adiknya. Terbuka semua," jelas Tarseno.

Berangkat dari keterangan-keterangan tersebut, Satgas Perlindungan Anak pun berkoordinasi dengan kepala pekon. Dari situ, disepakati agar melaporkan kasus ini kepada Polsek Sukoharjo pada Rabu (20/2). Mendapat laporan ini, tim Tekab 308 yang dipimpin Kapolsek Sukoharjo langsung bergerak ke rumah JM.

"Pada saat keluarga ini digerebek, masyarakat memang tidak banyak yang tahu kasusnya, kedua karena memang kebiasaan keluarga ini selalu tertutup. Ketika tim datang, anehnya mereka seperti tidak merasa bersalah, tidak melarikan diri. Bahkan bapaknya bilang 'ada apa ini? Ada apa kok rame-rame?' Seperti nggak merasa ada salah sama sekali," kisahnya.

JM, SA, dan JM pun dibawa polisi ke Polsek Sukoharjo. Kasus ini kemudian dilimpahkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Tanggamus. Setelah diperiksa intensif, ketiganya langsung dijadikan tersangka dan ditahan. Mereka dipersangkakan dengan Pasal 76D jo Pasal 81 ayat (3) UU RI No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 8 huruf a jo Pasal 46 UU RI No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga atau Pasal 285 KUHPidana.

"Persangkaan pasal yang kita terapkan dalam perkara ini kita terapkan Pasal 81 ayat 3 UU RI No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, yang mana ayat 3 tersebut adalah orang-orang yang melakukan hubungan persetubuhan yang dilakukan oleh orang-orang terdekat, bisa orang tua, wali, orang-orang yang menetap dalam rumah tangga, kemudian tenaga pendidik dan orang-orang yang memiliki hubungan darah. Kita kenakan ke Pasal 81 ayat 3 dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun maksimal 15 tahun karena ini dilakukan oleh orang-orang terdekatnya, notabene adalah saudara kandungnya sendiri, jadi ancaman hukuman ditambah 1/3 dari ancaman maksimal," ujar Kanit PPA Satreskrim Polres Tanggamus Ipda Primadona Laila, Minggu (24/2).

Saat diperiksa penyidik, JM, SA, dan JM mengakui menyetubuhi korban. JM mengaku hanya 5 kali melakukan perbuatan biadab itu meski polisi tidak meyakininya.

JM mengaku sadar bahwa yang dia perkosa berulang kali itu adalah putri kandungnya sendiri. Dia mengaku memanfaatkan kondisi korban yang disabilitas. Selain itu, dia menjadikan putri kandungnya pelampiasan hasrat seksual karena istrinya meninggal.

"Dari bapak kandungnya sendiri menjelaskan bahwa dia melakukan persetubuhan tersebut karena memang melihat kondisi anak tersebut mengalami kekurangan. Jadi keadaan tidak berdaya anak tersebut yang dimanfaatkan oleh ayah kandungnya ini untuk melampiaskan hasrat seksualnya," ujar Ipda Dona.

"Kondisi korban memang masuk dalam kategori disabilitas. Dia tidak dalam kategori disabilitas tunarungu maupun tunawicara, tetapi masih bisa menjelaskan apabila ditanya oleh aparat kepolisian. Mungkin bisa kita katakan kurangnya pendidikan dari si korban sehingga kalau kita lihat secara visual kondisi korban baik, bagus, tetapi dengan pandangan yang kosong. Kami rasa psikisnya mungkin sudah kena," sambungnya.

Dua pelaku lainnya, kakak-adik SA dan YF, juga mengakui perbuatannya. SA, dalam pemeriksaan, mengakui menyetubuhi korban sekitar 120 kali, YF juga menyetubuhi kakaknya berulang kali. Niat SA dan YF menyetubuhi korban muncul karena dipicu seringnya nonton film porno di handphone milik SA. Korban bahkan kerap diajak menonton film porno bersama.

"Dari dua pelaku lainnya, yaitu kakak kandung dan adik kandungnya, motifnya hanya berdasarkan seringnya atau lazimnya mereka nonton video porno yang ada di handphone. HP itu merupakan milik kakak kandungnya yang saat ini kondisinya telah rusak," jelasnya.

"Adik kandungnya sendiri (YF) mengakui bahwa, selain menyetubuhi saudara kandungnya, pelaku juga kita katakan mengalami penyimpangan seksual karena pernah melampiaskan hasrat seksualnya dengan objek binatang berupa sapi dan kambing milik tetangga diakui olehnya masing-masing satu kali," sambung Ipda Dona.

Polres Tanggamus masih terus mendalami kasus ini. Kondisi kejiwaan ketiga tersangka telah diperiksa oleh ahli pada Senin (25/2). Ipda Dona berharap hasilnya bisa keluar dalam waktu dekat.

(*)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews