1,8 Juta Orang Teken Petisi Referendum Papua untuk Dibawa ke PBB

1,8 Juta Orang Teken Petisi Referendum Papua untuk Dibawa ke PBB

ULMWP menyerahkan petisi yang sudah ditandatangani 1,8 juta orang untuk menuntut referendum kemerdekaan Papua Barat kepada Ketua Dewan HAM PBB

Jenewa - Sebuah gerakan separatis di provinsi Papua Barat Indonesia menyampaikan petisi dengan 1,8 juta tanda tangan yang menuntut referendum kemerdekaan kepada PBB. Hal ini disampaikan oleh Ketua Hak Asasi Manusia (HAM) Michelle Bachelet pada hari Jumat (25/1/2019).

Benny Wenda, ketua Gerakan Persatuan Pembebasan Bersatu untuk Papua Barat (ULMWP), mengatakan ia berharap PBB akan mengirim misi pencarian fakta ke provinsi itu untuk mendukung dugaan pelanggaran hak asasi manusia.

"Hari ini adalah hari bersejarah bagi saya dan rakyat saya," kata Wenda setelah pertemuan di Jenewa dilansir dari reuters pada Senin (28/1/2019).

"Saya menyerahkan apa yang saya sebut tulang orang-orang Papua Barat, karena begitu banyak orang telah terbunuh," tambahnya.

Dia mengatakan orang Papua Barat tidak memiliki kebebasan berbicara atau berkumpul dan satu-satunya cara untuk didengar adalah melalui petisi, yang ditandatangani oleh hampir tiga serempat dari 2,5 juta penduduk.

“Beratnya 40 kg. Ini seperti buku terbesar di dunia," ungkap Benny.

Dia mengatakan juga kepada Bachelet tentang situasi di wilayah Nduga, dimana setidaknya 11 orang telah terbunuh dan lebih banyak lagi yang tewas setelah melarikan diri ke hutan karena menghindari pasukan Indonesia, dan 22.000 orang telah terlantar.

Juru bicara militer provinsi Muhammad Aidi mengatakan tuduhan itu tidak berdasar.

"Dia tidak dapat menunjukkan bukti dari apa yang telah dia tuduh (Indonesia dan militer)," kata Aidi, Minggu (27/1/2019).
"Ini adalah Gerakan Papua Merdeka yang membunuh warga sipil tak berdosa," tangkasnya.

Bulan lalu anggota sayap militer Gerakan Papua Merdeka (OPM) mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan setidaknya 16 orang yang bekerja di jembatan proyek jalan dan seorang prajurit, di daerah Nduga.

OPM mengatakan pihaknya memandang pekerja proyek sebagai anggota militer dan korban dalam perang mereka yang melawan pemerintah.

Gubernur provinsi itu kemudian menyerukan diakhirinya perburuan terhadap pemberontak, dengan mengatakan penduduk desa sedang trauma.

Militer menolak permintaan untuk menghentikan pencarian di provinsi terpencil yang berhutan lebat di bagian barat pulau New Guinea itu, bekas koloni Belanda yang tergabung dalam Indonesia setelah referendum yang didukung banyak pihak pada 1969.

Presiden Indonesia Joko Widodo ingin mengembangkan Papua yang miskin dan memanfaatkan sumber dayanya. Sejak awal pemerintahannya pada tahun 2014, ia telah mencoba meredakan ketegangan di Papua dengan membebaskan tahanan dan menangani masalah hak, sambil meningkatkan investasi dengan proyek-proyek seperti jalan raya Trans Papua.

(sya)


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews