Ledakan Bom di Gereja Katedral Filipina Diduga Ulah Abu Sayyaf

Ledakan Bom di Gereja Katedral Filipina Diduga Ulah Abu Sayyaf

Keadaan Gereja Setelah Pemboman (Foto : www.nst.com.my)

Manila - Setidaknya 20 orang tewas dan 81 orang luka-luka akibat pemboman di salah satu  Katedral bagian selatan Filipina Minggu pagi (27/1/2019) ketika acara kebaktian. Pemerintah Filipina bersumpah untuk mengecam dan mencari otak di belakang kejadian tersebut.  

Padahal, referendum otonomi untuk wilayah yang mayoritas Muslim itu baru berjalan enam hari yang lalu. Serangan kali ini merupakan salah satu yang paling mematikan dalam beberapa tahun terakhir di wilayah yang lama dilanda ketidakstabilan itu.

Kejadian tersebut terjadi di tengah harapan dan kegembiraan tentang ratifikasi rencana devolusi yang bertujuan untuk membawa pembangunan, pekerjaan, dan perdamaian ke salah satu tempat termiskin dan paling bergejolak di Asia.

"Ledakan pertama meledak di dalam katedral di pulau Jolo, di provinsi Sulu, dan diikuti oleh ledakan kedua di luar area gereja ketika pasukan keamanan melaju ke tempat kejadian," kata pejabat setempat dilansir dari reuters, Minggu (27/1/2019).

"Musuh-musuh negara telah berani menantang kemampuan pemerintah untuk mengamankan keselamatan warga di wilayah itu," kata Salvador Panelo, juru bicara Presiden Filipina Rodrigo Duterte.

"Angkatan bersenjata Filipina akan bangkit menghadapi tantangan dan menghancurkan para penjahat tak bertuhan ini," tambahnya.

Tidak ada klaim pertanggungjawaban langsung tetapi saat ini polisi menduga pemboman itu adalah pekerjaan Abu Sayyaf, sebuah kelompok militan yang telah berjanji setia kepada Negara Islam dan terkenal karena pemboman dan kebrutalannya.

"Mereka ingin menunjukkan kekuatan dan menabur kekacauan," kata kepala polisi nasional Oscar Albayalde kepada radio DZMM, menunjukkan bahwa Abu Sayyaf adalah tersangka utama.

Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana menyebut serangan itu sebagai "tindakan pengecut" dan mendesak penduduk setempat untuk bekerja sama dan menolak terorisme.

Penasihat Keamanan Nasional, Hermogenes Esperon, menyebut mereka harus bertanggung jawab sebagai "pembunuh massal" dan "penjahat ekstremis".

"Kami tidak akan membiarkan mereka merusak preferensi rakyat untuk perdamaian," tambahnya.

(sya)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews