Siapkah Kita Menjadi Orangtua yang Mendidik?

Siapkah Kita Menjadi Orangtua yang Mendidik?

Sagala Riana Bakkara (Foto : Batamnews)

Menjadi orang tua memang tidak ada sekolahnya. Tidak ada aturan baku dan regulasi khusus yang harus dipenuhi seorang individu untuk menjadi orangtua.

Fase kehidupan manusia bermula dari tahap menjadi seorang anak lalu beranjak remaja, menjadi dewasa dan berumah tangga. Siklus inilah yang menjadikan seseorang memperoleh gelar sebagai ayah maupun ibu. Mengemban tugas dan tanggung jawab sebagai orang tua bukanlah hal yang mudah. 

Terlihat sederhana, namun tidak semudah yang dibayangkan. Menjadi ayah dan ibu bagi individu baru, yaitu anak memerlukan pengetahuan dan praktek yang hendaklah dilakukan secara kolaborasi. Ayah dan ibu harus bersinergi, satu visi dan misi serta berada dalam bahtera yang sama untuk menciptakan atmosfir kehidupan keluarga yang penuh kasih sayang dan cinta. 

Apalagi saat harus menerapkan regulasi pada anak. Ayah dan ibu memiliki peran masing-masing yang porsinya sama penting. Meski ibu selalu hadir didalam setiap aktivitas anak, mulai dari bangun tidur, mempersiapkan anak-anak ke sekolah, dan segudang aktifitas yang nyaris dilakukan bersama anak dalam durasi 24 jam sehari. Tetapi, hadirnya ayah memberikan kehangatan dan rasa percaya diri pada anak-anak. 

Ibu mengajarkan kelemahlembutan, menerapkan aturan dalam bermain, belajar dan aturan-aturan lain yang kelak akan menjadi bekal anak-anak dikehidupannya. Sedangkan ayah, sebagai ksatria bagi anak-anaknya, yang selalu membuat anak-anak merasa bebas dapat melakukan apa saja bersama ayah, mulai dari membaca buku, mendengarkan cerita, main bola, bersepeda, berkejar-kejaran dan hal-hal lain yang menumbuhkan rasa nyaman serta percaya diri pada anak. Bersama ayah, keyakinan bahwa mereka bisa menjalani tiap fase kehidupan pun terbentuk.

Namun, bekal ilmu sebagai orang tua tidak cukup hanya sekedar mengikuti pakem-pakem ataupun ajaran-ajaran orang tua kita terdahulu. Karena, anak-anak kita hidup di masa yang sangat berbeda dengan masa disaat kita dibesarkan. Tentunya, ada berbagai hal yang kurang tepat untuk diterapkan di masa kini. Sekalipun kita paksakan, maka akan berdampak. Istilah “anak zaman now”, anak milenial adalah terminologi yang kini marak ditujukan bagi anak-anak di abad 20. 

Mulai dari cara berpikir, gaya hidup hingga pola asuh berbeda dengan anak-anak ditahun sebelumnya. Oleh sebab itu, orang tua masa kini dituntut untuk dapat menyesuaikan diri serta masuk ke dalam dunia milenial; dunia yang hi-tech, dunia dimana gadget dan media sosial mendominasi. 

Orangtua mau tidak mau harus mau menikmati  kegiatan berselancar di dunia maya, bahkan membuka akun di beberapa media sosial yang kini digandrungi anak-anak. Semua itu dilakukan demi menyelaraskan pola asuh kita terhadap tumbuh kembang anak.

Menjadi orangtua tidak hanya sekedar membesarkan saja. Tidak cukup hanya memberi mereka makan, memcukupkan segala kebutuhan materi, tetapi lebih kepada memberikan mereka didikan yang kelak dapat dijadikan sebagai bekal hidup. Menurut Bukik Setiawan, anak dapat benang merah dari sekolah, benang biru dari tempat les, benang kuning dari teman, benang hijau dari buku, media dan internet.

Peran orangtua adalah membantu anak merajut semua benang pengetahuan itu menjadi kain kearifan yang indah.  Dikatakan lagi bahwa, peran orangtua menjadi sangat penting, meski anak bersekolah di sekolah keren, les di tempat seru, punya gawai canggih untuk mengakses internet, punya koleksi buku yang banyak dan bagus, punya banyak teman yang unik dan pintar, namun semua itu tidak dapat menggantikan peran orangtua. 

Karena, orangtualah yang dapat membantu anak merajut semua pengetahuan itu menjadi kearifan yang mengarah pada tujuan hidup anak. Karena orangtualah yang dapat memfasilitasi anak untuk menerapkan pengetahuan menjadi keterampilan dan kebiasaan hidup. Karena orangtualah yang mendampingi tumbuh kembang anak dari setiap tahap perkembangannya, dari setiap jenjang pendidikannya. 

Sederhananya, guru TK berganti guru SD, SMP, SMA, bahkan berganti dosen, tapi orangtua tetaplah setia di sisi anaknya.  Orangtua adalah fasilitator pengembangan bakat anak. Orangtua memfasilitasi proses belajar anak yang mengubah kecerdasan majemuk dan minak anak menjadi bakat sebagai modal menuju karir yang cemerlang di masa mendatang.

Disadari bahwa realita kehidupan anak zaman now dihadapkan pada tantangan zaman kreatif.  Bukik mengatakan bahwa anak hidup pada zamannya, zaman yang berbeda dengan orangtuanya. Anak menghadapi tantangan zamannya, tantangan yang berbeda dengan tantangan yang dihadapi orangtuanya. Warisan pengetahuan dari generasi tua tidak lagi relevan karena pengetahuan terus  menerus menjadi baru.  

“Anak- anak di zaman kreatif memilih profesi bukan hanya untuk memperoleh penghasilan. Tapi merasakan kepuasan dari gaya hidup sebuah profesi yang elegan.”

Bukik Setiawan-Bakat Bukan Takdir

Lalu, siapkah kita menjadi orangtua yang mendidik? Siapkah kita menjadi jembatan masa depan anak kita? Tetap semangat!

Sumber: Bakat Bukan Takdir, Bukik Setiawan & Andrie Firdaus
 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews