Penelitian, 7 Faktor Ini Menandakan Pernikahan Tak Bakal Langgeng

Penelitian, 7 Faktor Ini Menandakan Pernikahan Tak Bakal Langgeng

Ilustrasi.

Batam - Ketika satu pasangan mengucap ijab kabul di depan penghulu, tentunya mereka tidak mengharap pernikahan mereka akan berakhir. Setiap orang ingin pernikahan yang langgeng dan tahan menghadapi badai ujian rumah tangga hingga tubuh lapuk dimakan usia. Namun bisa jadi para tamu yang hadir tak berpikiran sama.

Kita semua pasti pernah mengenal setidaknya satu pasangan yang memiliki hubungan penuh masalah hingga kita diam-diam berharap keduanya putus saja. Namun entah bagaimana pasangan ini justru memutuskan untuk menikah dengan harapan pernikahan akan membuat hubungan mereka lebih adem. Tentu saja sebagian besar pasangan ini tidak berhasil mengarungi bahtera rumah tangga pada akhirnya. Seakan-akan hubungan tersebut sudah ditakdirkan untuk karam sejak awal.

Ada banyak faktor yang kadang membuat kita bisa memprediksi dengan tepat bahwa pasangan A atau B akan bercerai dalam waktu beberapa tahun. Lalu apa kata sains? Ternyata ada beberapa penelitian yang mengungkap faktor-faktor penentu kelanggengan hubungan pasangan yang menikah. Dilansir YourTango, sejumlah tim peneliti menemukan bukti bahwa beberapa hal paling tak terduga bisa menjadi pertanda bahwa pernikahan tak akan langgeng.

 

1. Hubungan diwarnai kekerasan verbal sejak awal

Gottman Institute dikenal mampu memprediksi perceraian atau perkawinan dengan KDRT dengan tingkat akurasi 90 persen. John Gottman, kepala lembaga institut mengklaim bahwa kekerasan verbal adalah prediktor nomor satu dari pernikahan yang buruk, belum lagi perceraian. Sedihnya, sekali kekerasan berakar dalam suatu hubungan, biasanya hubungan itu tidak dapat diselamatkan lagi.


2. Menikah di usia remaja

Meskipun selalu ada pengecualian, penelitian menunjukkan bahwa peluang pernikahan terbaik terjadi antara usia 20 dan 32 tahun. Jika Anda menikah terlalu muda, Anda cenderung kehilangan kesamaan atau bahkan rasa cinta kepada pasangan seiring pertambahan umur. Pasalnya pernikahan itu sendiri dilakukan saat kedua pasangan belum mencapai kematangan dalam berpikir maupun bertindak.


3. Pengantin pria tidak bekerja penuh waktu atau menjadi bapak rumah tangga

Konsep suami yang tinggal di rumah mungkin terdengar sangat progresif dan mulai diterima di zaman modern, tetapi penelitian menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tidak sehat dalam pengaturan rumah tangga seperti ini, setidaknya bagi sebagian besar pria.

Studi menunjukkan bahwa pria yang tinggal di rumah sementara istri bekerja di luar lebih rawan bercerai. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh konflik tentang beban kerja yang tidak merata atau pria merasa kehilangan sisi maskulin dengan tidak menjadi pemberi nafkah utama.


4. Penghaslian istri lebih besar

Menurut penelitian, risiko perceraian akan meningkat hingga dua kali lipat jika istri memiliki penghasilan yang jauh lebih besar daripada suami. Sebuah penelitian di Swiss menunjukkan bahwa wanita yang menjadi pencari nafkah memiliki peluang lebih dari dua kali lipat untuk bercerai bila dibandingkan dengan wanita yang tinggal di rumah.


5. Salah satu atau kedua pihak tidak lulus SMA

Penelitian telah menemukan bahwa lebih dari setengah pasangan suami istri yang putus sekolah di bangku SMA akan memiliki pernikahan yang berakhir dengan perceraian. Sementara jumlah pasangan yang lulus perguruan tinggi hanya 30 persen yang bercerai.

Pendidikan yang rendah dikaitkan dengan kesempatan kerja yang lebih buruk dan penghasilan lebih rendah. Akibatnya keluarga mengalami masalah finansial serius yang turut meningkatkan stres dalam pernikahan.

 

6. Suami atau istri terlilit utang

Kondisi keuangan memegang peranan penting bagi keharmonisan di dalam rumah tangga. Sekitar sepertiga kasus perceraian disebabkan karena masalah keuangan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pasangan yang memiliki tingkat utang tinggi dan upah rendah lebih cenderung bercerai.

 

7. Salah satu atau kedua belah pihak pesimis sejak awal

Pandangan optimis pasangan juga penting bagi kelanggengan rumah tangga. Pikiran pesimis terhadap kehidupan dapat membuat pernikahan berubah masam dalam waktu singkat. Apalagi jika pesimisme berasal dari suami dan istri sekaligus. Pendeknya ini seperti hubungan yang sudah ditakdirkan untuk gagal sejak awal.

(*)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews