Wisata Tanjungpinang

Pulau Penyengat Lokasi Favorit Libur Lebaran di Tanjungpinang

Pulau Penyengat Lokasi Favorit Libur Lebaran di Tanjungpinang

Pulau Penyengat ikon bersejarah peninggalan kerajaan Riau-Lingga yakni Masjid Raya Sultan Riau.

BATAMNEWS.CO.ID, Tanjungpinang- Berliburan ke Tanjungpinang, tak sah rasanya ke Pulau Penyengat. Pulau yang terletak di kawasan Kecamatan Tanjungpinang Kota itu merupakan ikon bersejarah peninggalan kerajaan Riau-Lingga yakni Masjid Raya Sultan Riau.

Lebaran Idul Fitri 2018 ini ratusan wisatawan lokal berbagai daerah tampak berbondong-bondong berkunjung ke wisata Religi pulau Penyengat.

Mereka melaksanakan ibadah di Masjid Raya Sultan Riau, juga berfoto-foto bersama keluarga dan teman-teman.

"Berliburan ke Tanjungpinang, belum sah rasanya kalau tidak ke Penyengat," kata Doni salah satu wisatawan lokal dari Provinsi Riau, Rabu (20/6/2018).

Pulau penyengat dan bangunan kuning masjid terlihat jelas dari pinggir laut kota Tanjungpinang. Ke sana tak memakan waktu lama. 

Kurang 15 menit dengan menggunakan pompong kayu dari pelantar dermaga tepatnya sebelah Pelabuhan Internasional Sri Bintan Pura.

Letaknya Masjid Raya Sultan Riau pun sangat strategis. Berada di dekat dermaga dan persis di depan gerbang pintu masuk.

Bangunan tersebut tampak sangat megah dan kokoh dari luar, tembok berwarna kuning dan hijau itu terlihat bersinar kena pantulan cahaya matahari.

Sejarah Mesjid Penyengat

Masjid ini pada awalnya di bangun oleh Sultan Mahmud pada tahun 1803. kemudian pada masa pemerintahan yang dipertuan muda VII Raja Abdurrahman, tahu 1832 masjid ini direnovasi dalam bentuk yang terlibat saat ini. 

Bangunan utama masjid ini berukuran 18×20 meter yang ditopang oleh 4 tiang beton berukuran besar. Di keempat sudut bangunan terdapat menara tempat Bilal mengumandangkan adzan. 

Tak hanya itu bangunan Masjid ini pun terdapat 13 kubah yang berbentuk seperti bawang. umlah keseluruhan menara dan kubah di Masjid ini sebanyak 17 buah yang melambangkan jumlah rakaat solat fardhu lima waktu sehari semalam. 

Selain itu, disisi kiri dan kanan bagian masjid terdapat bangunan tambahan yang disebut dengan rumah sotoh (tempat pertemuan). 

Dibangun dengan campuran putih telur

Sementara itu, Noje (Penjaga-red) Masjid Raya Sultan Riau Penyengat Hambali mengatakan, menurut sejarahnya, Masjid ini dibangun dengan menggunakan campuran putih telur, kapur, pasir dan tanah liat. Katanya, ia tidak mengetahui berapa lama proses pembangunan Masjid ini.

Baca juga:

Perumnas di Bintan Kebanjiran Saat Ditinggal Mudik

Pemudik Mulai Berdatangan di Pelabuhan Sekupang

Perumnas di Bintan Kebanjiran Saat Ditinggal Mudik

 

Ia melanjutkan, menurut sejarahnya, dulu warga dari mana-mana bergotong-royong dan menyumbangkan bantuan makanan berupa,  lauk-pauk dan sayur-sayuran untuk pekerja yang membangun masjid, termasuk telur ayam yang jumlahnya banyak.

" Karena banyaknya mungkin, pekerja hanya memakan telur kuning saja, karena putih telur dibuang kan, arsitek masjid asal India itu, memanfaatkan putih telur sebagai bahan campuran pasir, tanah liat dan kapur," ujarnya.

Menurut Hambali, hampir semua masyarakat pun mengetahui itu, dan diceritakan secara turun menurun, nah untuk bukti seperti dokumentasi dan lainnya itu tidak mengetahui.

"Istilah orang dulu berbuat tak ada meninggalkan catatan, yang penting berbuat, saya tak tahu," katanya.

Setiap bangunan masjid ini memiliki arti tersendiri. Misalnya lima ruangan didadam masjid itu melambangkan rukun Islam, dan masjid itu terdapat 6 jendela merupakan istilah rukun iman.

"Kalau pintu ada tujuh, kenapa sebanyak tujuh, Allah menciptakan tujuh tingkatan surga dan neraka serta tujuh lapisan langit," jelasnya.

Ia menjelaskan, di dalam masjid terdapat peninggalan sejarah seperti Al-Qur'an tulisan tangan oleh Abdurrahman Stambul, putera Riau asli pulau Penyengat yang diutus oleh Sultan untuk belajar di Mesir pada tahun 1867.

"Karena setelah pulang Mesir, Ia menjadi guru ngaji, karena banyak waktu ia menulis Al-Qur'an," katanya.

Sementara mimbar di dalam mesjid itu terbuat dari kayu jati ukiran Jepara, di dalam masjid juga terdapat lampu kristal yang memperindah isi ruangan, katanya, lampu kristal itu berasal dari hadiah dari Kerajaan Prusia (Jerman) pada tahun 1860-an. 

"Kalau dua unit lembari tempat penyimpanan kitab, dan kotak impaq itu berangkas peninggalan," ujarnya.

Menurut ia ada kesalahpahaman masyarakat mengenai sejarah masjid ini, karena masih ada masyarakat yang beranggapan warna kuning masjid ini terbuat dari kuning telur.

"Padahal kan putih telur, yang dicampur kan dengan, kapur, pasir dan tanah liat, masih ada juga masyarakat yang mis komunikasi," katanya.

(adi)
 


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews