Erdogan: Dunia Buta dan Tuli terhadap Penderitaan Rohingya

Erdogan: Dunia Buta dan Tuli terhadap Penderitaan Rohingya

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. (foto: ist/net)

BATAMNEWS.CO.ID, Istanbul - Penderitaan minoritas Muslim Rohingya di Myanmar terus terjadi. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebut, dunia telah menjadi "buta dan tuli" terhadap penderitaan mereka. Erdogan mendesak masyarakat internasional meningkatkan upaya untuk membantu kaum minoritas tersebut.

Mengutip Reuters, seperti disitat dari Xinhua, Selasa (29/8/2017), warga Rohingya, salah satu komunitas tanpa kewarganegaraan terbesar di dunia, berbondong-bondong melarikan diri ke Bangladesh, berusaha menyelamatkan diri dari peningkatan aksi kekerasan baru di negara bagian Rakhine antara kelompok militan dan militer Myanmar.

Badan pengungsian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan, lebih dari 3.000 orang tiba di Bangladesh dalam tiga hari terakhir. Para pengungsi itu menceritakan bagaimana mereka berusaha menyelamatkan diri dari militer Myanmar.

"Sayangnya saya bisa bilang dunia buta dan tuli terhadap apa yang terjadi di Myanmar," kata Erdogan dalam wawancara yang disiarkan di televisi untuk menandai tiga tahun kepresidenannya.

"Dunia tidak mendengar dan tidak melihat," imbuhnya.

Dia menggambarkan penderitaan terkini pengungsi yang menuju Bangladesh sebagai "peristiwa yang sangat menyakitkan" dan berjanji mengangkat isu tersebut di Majelis Umum PBB bulan depan.

"Tentu kami mengutuk ini dengan cara yang paling keras. Dan kami akan menindaklanjuti ini melalui sejumlah lembaga internasional, termasuk PBB," ujar Erdogan, seperti disitat dari Channel News Asia.

"Kami ingin melihat seluruh umat manusia mengulurkan tangan ke sini (Rohingya-red)," kata pria yang menaruh perhatian besar pada nasib komunitas Muslim di seluruh dunia.

Warga Rohingya tinggal di negara bagian Rakhine yang miskin, yang bertetangga dengan Bangladesh. Mereka dibenci, dicaci dan dianggap sebagai imigran ilegal di Myanmar yang mayoritas penduduknya penganut Buddha. Mereka dibunuh, diusir dan banyak laporan para perempuannya diperkosa.

Meski demikian, pemimpin pemerintahan de-facto Aung San Suu Kyi membantah tuduhan-tuduhan kejahatan terhadap warga Rohingya. Suu Kyi juga menolak memberikan visa kepada pejabat PBB yang diminta menyelidiki tuduhan-tuduhan tersebut -- sikap yang menimbulkan kecemasan masyarakat luar negeri.

(ind)


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews