Pertama Kali Terjadi, Pelaku Pelecehan Anak Dicambuk 120 Kali

Pertama Kali Terjadi, Pelaku Pelecehan Anak Dicambuk 120 Kali

Darmawan bin Abdulah (41) dicambuk di pekarangan Masjid Agung Al Munawarah, Aceh Besar, karena melakukan pelecehan seksual anak. (BBC/Junaidi Hanafiah)

BATAMNEWS.CO.ID, Banda Aceh - Ini untuk pertamakalinya terjadi di Aceh yang menerapkan Syariat Islam. Seorang pria yang divonis bersalah memaksakan oral seks beberapa kali pada anak belasan tahun, harus menerima hukuman cambuk sebanyak 120 kali.

Hukuman itu dilaksanakan usai Shalat Jumat di pekarangan Masjid Agung Al Mnawarah, Jantho, Aceh Besar, Jumat  (10/3/2017). Pria berusia 41 tahun itu bernama Darmawan bin Abdullah. Disaksikan lebih 100 orang, ia didera 120 kali cambukan.

Asisten guru di balai pengajian yang juga bekerja sebagai petani ini dinilai terbukti melanggar Syariah Islam.  "Tindak pidananya, istilahnya bukan homoseksualitas, tetapi dia melanggar pasal 47, Qanun nomor 6, tahun 2014 tentang pelecehan seksual terhadap anak,"  kata Ardiansyah, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Aceh Besar, sebagaimana dikutip BBC.

Ardiansyah menambahkan hukuman yang berlaku pada orang dewasa yang memaksakan tindakan seksual terhadap anak baik laki-laki maupun perempuan ini bertujuan untuk mencegah dan menghukum.

"Sifat preventifnya mencegah. Jangan sampai nanti ke depannya terulang lagi. Represif berarti agar yang pelakunya sadar di kemudian hari, jangan diulangi lagi. Dan hukuman preventifnya jadi pelajaran bagi yang lain, agar jangan coba-coba melakukan pelecehan seksual di Aceh,"  Ardiansyah menegaskan.

Sejak Qanun Jinayat diterapkan pada tahun 2015, telah terjadi penurunan dari 25 perkara di tahun 2014, 23 kasus tahun 2015 dan menjadi 15 perkara pada tahun 2016 di wilayah Aceh Besar. Sebagian besar karena terbukti melakukan perjudian dan berhubungan seksual dengan bukan pasangannya.

Secara umum di Provinsi Aceh, satu-satunya daerah di Indonesia yang menerapkan Syariah Islam, sebenarnya belum terdapat penelitian terkait keefektifan penerapan hukum ini, seperti dikatakan Mawardi Ismail, Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

"Sampai sekarang saya belum punya data statistik tentang itu. Dan kadang-kadang mengukurnya juga sulit karena harus dibandingkan dengan mana," kata Mawardi pengamat masalah hukum dan politik di Aceh.

Tetapi, Mawardi menambahkan, sebagian masyarakat lebih menyukai Syariah Islam dibandingkan hukum pidana Indonesia karena lebih praktis dan cepat. ***

Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews