Reklamasi Ilegal

TERUNGKAP: Awang Herman Ngaku Terima Rp 14,2 Miliar dari Abob

TERUNGKAP: Awang Herman Ngaku Terima Rp 14,2 Miliar dari Abob

Awang Herman, bos PT Setokok (kanan) (Foto: Humas Batam)

BATAMNEWS.CO.ID, Batam - Bos PT Setokok Mandiri, Awang Herman, mengaku mendapat uang Rp 14,2 miliar dari bos PT Power Land Achmad Mahbub alias Abob. Uang itu untuk pengerjaan reklamasi di Pulau Bokor, Tanjunguma, Batam, Kepri.

Awang tampak hadir di ruang sidang Pengadilan Negeri Batam, Rabu (21/9/2016), dengan berpakaian hem warna biru dan celana bahan kain warna hitam.

Tak jarang di sepanjang persidangan Awang yang juga Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Batam itu terlihat bingung dan berbelit.

Ia mengaku banyak tidak tahu mengenai proses pengerjaan reklamasi yang merusak lingkungan tersebut.

Pengerjaan reklamasi Pulau Bokor, Tanjung Uma, Batam Kepulauan Riau seluas 8,2 hektar rampung dikerjakan PT. Setokok Mandiri dan tiga Sabcon yakni PT. Bangun Kepri, PT. Tiara Mantang dan PT. Cipta Niaga Mandiri seluas 6,7 hektar. 

"Ini biar clear, jadi jangan ujuk-ujuk sudah direklamasi. Berapa nilai uang yang sudah saudara terima dari proyek tersebut," ujar Ketua Majelis Hakim Edwar Sinaga mencecar Awang Herman.

"Sudah yang mulia, saya sudah terima sekitar Rp 14, 2 miliar, yang ngasih Abob di kantornya," kata Awang menjawab.

Abob merupakan tersangka dalam kasus yang sama. Abob juga terpidana 14 tahun kasus pencucian uang dan BBM ilegal.

Dalam kasus ini, Awang bersaksi untuk terdakwa A Fuan, komisasir PT Power Land. Sedangkan Abob berperan sebagai Direktur Utama PT Power Land.

Uang itu kemudian diberikan Awang kepada pihak ketiga yang ditunjuknya sebesar Rp 12 miliar kepada tiga perusahaan. Pemberian tergantung nilai proyek.

Awang saat sidang banyak tak mengetahui isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Sejumlah jawabannya tak sesuai dengan BAP.

"Saya tidak tahu Amdalnya, saya hanya disuruh bekerja oleh PT. Power Land," ujar Awang Herman.

Kata Awang, pengerjaan baru selesai 6,7 hektar, setelah itu dihentikan oleh Bapedal Batam karena pengerjaan proyek tidak dilengkapi izin Analisa Dampak Lingkungan (Amdal). "Bekerja hanya sempat 6 bulan itu tahun 2012," kata Awang.


[is]
 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews