Konflik Lahan

Sejarah Hutan Lindung Baloi Kolam yang Berubah Fungsi

Sejarah Hutan Lindung Baloi Kolam yang Berubah Fungsi

Seorang bocah berdiri di bukit dam Baloi Sei Panas Batam (Foto: Batamnews)

BATAMNEWS.CO.ID, Batam - Saat ini pihak BP Batam sedang melakukan pemanggilan terhadap beberapa pengusaha yang telah diberikan alokasi lahan namun tak kunjung dibangun. Tercatat ada 248 Persil (sebidang tanah dengan ukuran tertentu) yang telah diberikan peringatan karena tak kunjung dibangun seperti lahan Baloi Kolam, Sei Panas, Batam, Kepri.

"Kita akan minta penjelasan maunya dikemanakan, dan seandainya tidak bisa meyakinkan akan dibangun, kita akan cabut izin dan UWTO nya," ujar RC Eko Santoso Budianto, anggota 3 atau Deputi Bidang Pengusahaan Sarana belum lama ini.

Eko menjelaskan, para pemilik lahan yang dipanggil ini merupakan gelombang pertama, dan rata-rata telah menguasai lahan selama tiga hingga lima tahun. "Seharusnya enam bulan dibangun," kata Eko.

"Ada 248 Persil, ada yang sudah diberikan peringatan pertama hingga tiga. Kita sudah cari tahu ada yang sudah pindah tangan, padahal tidak bisa dipindahtangankan," ucapnya.

Dari 248 Persil tersebut bukit Dam Baloi Kolam, Batam Kota, Batam, Kepri termasuk lahan tidur terluas di Kota Batam. Tercatat luas lahan di Baloi Kolam 119,6 hektar.

Lahan Baloi Kolam awalnya termasuk hutan lindung, namun pada 2003 dialih fungsikan. Pengalihan fungsi hutan lindung di Baloi Dam didasari oleh nota kesepahaman (MoU) antara Pemerintah Kota dan Otorita Batam (BP Batam) tentang pengembangan Baloi Dam.

Nota kesepahaman itu No. 12/MoU/IX/2003 dan No. 15/PERJ-KA/IX/2003 tanggal 12 September 2003 yang berpedoman pada Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Batam.

Penandatanganan nota kesepakatan tersebut disaksikan langsung oleh Menteri Kehutanan kala itu Mohamad Prakoso. Ketika itu ada catatan di dalam nota kesepakatan bahwa lahan Baloi Kolam belum bisa diterbitkan Izin Prinsip (IP) bila Pemko dan Otorita Batam belum menetapkan lahan pengganti atas 119,6 ha lahan yang beralih fungsi.

Alih fungsi kawasan hutan lindung tersebut telah disertai diterbitkannya beberapa Izin Prinsip (IP) pada 29 Oktober 2003. IP tersebut diteken ketika itu oleh Wakil Walikota Batam Asman Abnur dan Ketua Otorita Batam Ismeth Abdullah.

Pada IP itu dituliskan bahwa lahan tersebut diperuntukan untuk jasa dengan Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) sebesar Rp51.750 per meter dengan masa pembayaran untuk 30 tahun.

Kemudian, tahun 2010 pada era Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan menerbitkan dua Surat Keputusan Menteri Kehutanan, pertama No. 724/Menhut-II/2010 tentang penetapan kawasan hutan lindung Sei Tembesi seluas 838,8 hektar sebagai pengganti hutan lindung Baloi Kolam.

Lalu SK kedua No. 725/menhut-II/2010 tentang pelepasan kawasan Hutan Lindung Baloi seluas 119,6 hektar. Diteken pada tanggal 30 Desember 2010 dan diserahkan pada Wali Kota Batam Ahmad Dahlan dan Kepala BP Batam Mustofa Widjaja kala itu.

Saat ini permasalah lahan Baloi Kolam makin pelik, informasinya ada 10 perusahaan besar yang tergabung dalam satu konsorsium. Pihak perusahaan yang berikan alokasi lahan oleh BP Batam tak bisa mengelola lahan tersebut, karena terdapat rumah liar (Ruli) yang sudah ada sejak lama.

Warga yang bermukim di ruli tersebut enggan digusur karena mereka mengaku sudah menetap sejak tahun 1990. Tercatat ada sekitar 10 RT dan 1 RW dengan jumlah warga diperkirakan mencapai 17 ribu jiwa.

Warga sempat mengajukan surat alokasi lahan pada BP Batam namun tidak mendapat jawaban. Saat ini ribuan warga Baloi Kolam tersebut meminta hak atas pemukiman warga Baloi Kolam.

Di Baloi Kolam juga terdapat bekas dam Baloi, waduk tempat menampung air tadah hujan. Air di waduk tersebut digunakan untuk air baku PT Adhya Tirta Batam, pengelola air bersih di Batam.

Beberapa tahun lalu dam Baloi tidak lagi berfungsi karena tercemar bakteri e-coli parah. Kawasan tersebut berubah jadi permukiman kumuh dan padat berisikan rumah-rumah warga. 


[is]


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews