Dilema dan Asa Provinsi Baru

Dilema dan Asa Provinsi Baru

(Foto: ist)

Oleh: Robby Patria

WACANA pemekaran Provinsi Kepri menjadi hal yang serius diperhatikan. Karena di satu sisi dengan alasan mendekatkan pelayanan publik.

Namun di sisi lain, Provinsi Kepri akan kurang pasokan dana bagi hasil migas dari Natuna dan Anambas yang bisa berdampak negatif  pemasukan keuangan daerah. Selain itu, jika terwujud provinsi baru, wilayah Provinsi Kepri tak lagi seksi membentang hingga Laut Natuna Utara.

Natuna dan Anambas dilihat dari sisi pertahanan lebih menarik.Karena berada di kawasan yang terus panas antara China dengan negara sekitar. Dua negara besar AS dan Cina masih berebut pengaruh di wilayah itu. Masih terjadi pencurian ikan oleh kapal nelayan asing di laut itu.

Kalau kita lihat kisah lalu, telah tertulis di catatan sejarah, berdasarkan Surat Keputusan Delegasi Republik Indonesia, Propinsi Sumatera Tengah tanggal 18 Mei 1956, Kepulauan Riau diberi status Daerah Otonomi Tingkat II yang dikepalai bupati sebagai kepala daerah yang membawahi 4 kawedanan sebagai berikut, Kawedanan Tanjungpinang, meliputi Kecamatan Bintan Selatan (termasuk Bintan Timur, Galang, Tanjungpinang Barat dan Tanjungpinang Timur).

Lalu Kawedanan Karimun, meliputi wilayah Kecamatan Karimun, Kundur dan Moro. Kewedanaan Lingga, meliputi wilayah Kecamatan Lingga, Singkep dan Senayang. Kewedanaan Pulau Tujuh, meliputi wilayah Kecamatan Jemaja, Siantan, Midai, Serasan, Tembelan, Bunguran Barat dan Bunguran Timur.

Kawedanan Pulau Tujuh yang membawahi Kecamatan Tambelan, Siantan, Midai, Serasan, Jemaja, Bunguran Barat dan Bunguran Timur beserta kawedanan lainnya dihapus berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau tanggal 9 Agustus 1964 No. UP/247/5/1965. Berdasarkan ketetapan tersebut, terhitung 1 Januari 1966 semua daerah administratif kawedanan dalam Kabupaten Kepulauan Riau dihapus. (terungkapsudah.blogspot.com).

Kita ingat, yang pernah menjadi Bupati Kepulauan Riau pada 1960-an adalah putra Tambelan yang juga bagian dari Pulau Tujuh yakni Adnan Kasim. Dari sejarah Kepulauan Riau, Pulau Tujuh sudah memberikan kontribusi sumber daya manusia untuk pembangunan Indonesia dan Kepri sejak zaman dahalu. Dan, sulit memisahkan nilai historis tersebut.

Tentu untuk menjadi provinsi baru, masalah yang dipikirkan bukan hanya masalah SDM, namun, adalah potensi kekayaan daerah tersebut guna menghidupi daerah pemekaran. Dua kabupaten Anambas dan Natuna masih mengandalkan potensi kekayaan migas sebagai potensial pendapatan untuk mensejahterakan masyarakat. Selain itu potensi pariwisata dan perikanan. Potensi ini harus dikaji secara matang oleh tim khusus untuk menjadikan hal tersebut sebagai kekuatan.

Dua kabupaten saat ini harus dimekarkan di saat pemerintah melakukan moratorium wilayah pemekaran baru. Dan ini akan jadi hambatan serius karena memekarkan dua hingga tiga daerah baru di Kabupaten Natuna dan Anambas bukan persoalan mudah. 

Bahkan terkait dengan peta politik Laut China Selatan yang belum menemukan titik temu antara Tiongkok dengan negara tetangga, secara politik akan mempengaruhi iklim geopolitik Indonesia.

Artinya, Indonesia juga harus serius melihat potensi konflik antara negara di Laut China Selatan. 

Oleh karena itu, dengan dijadikannya provinsi baru bisa dianggap sebagai langkah strategis memperkuat kekuatan pertahanan di sebelah utara Indonesia.

Dan sekarang Presiden serius memperhatikan Kepri sebagai wilayah perbatasan, dengan menaikan status Polda Kepri menjadi tipe A. Bukan tidak mungkin, Natuna yang menjadi “idola” Presiden saat ini di bidang kemaritiman dan pertahanan, dijadikan sebagai kawasan pertahanan. 

Persiapan Pemekaran

Memasuki era reformasi pemekaran wilayah atau pembentukan daerah otonomi baru semakin marak sejak disahkanya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004, lalu muncul UU 23 tahun 2014 tentang Pemda. Satu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa pemekaran wilayah ini jelas mempunyai dampak pada pelayanan public.

Tuntutan dari pemekaran wilayah yang terjadi selama ini pada umumnya didasari oleh soal jangkauan pemerintah dalam menjalankan fungsi pelayanan yang kurang maksimal sebagai akibat dari luasnya wilayah dan perkembangan jumlah penduduk di samping sarana dan prasarana penunjang lainnya. 

Hal itu mengakibatkan terjadinya kesenjangan dalam masyarakat, di mana masyarakat yang posisinya relatif dekat dengan pusat pemerintahan dengan masyarakat yang relative jauh dari pusat pemerintahan.

Fungsi utama pemerintah daerah menurut Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yakni sebagai pelayan masyarakat. Berdasarkan peradigma tersebut aparat pemerintah daerah termasuk aparat pemerintah kecamatan dituntut untuk dapat memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat.

Namun berbagai isu yang muncul di kalangan masyarakat, ternyata hak pelayanan yang diterima oleh masyarakat atau perorangan terasa belum memenuhi harapan semua pihak baik dari kalangan masyarakat umum maupun dari kalangan pemerintah sendiri. Pelayanan masyarakat yang diberikan oleh aparatur pemerintah belum maksimal akibat keterbatasan sumber daya. Hal tersebut jelas sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan umum di daerah termasuk di wilayah Natuna dan Anambas yang jauh tertinggal dibandingkan wilayah kabupaten lainnya di Kepri.

Menjadikan wacana provinsi baru lebih serius tentu dengan langkah kongkrit yakni dengan menganalisa semua potensi baik itu keunggulan, kelemahan, daya saing hingga ancaman. Tim pemekaran harus segera bekerja keras untuk mewujudkan cita cita kemakmuran bersama untuk kesejahteraan. Jika hanya berwacana, maka keinginan untuk memperpendek rentang kendali pembangunan akan terasa lama.

Oleh karena itu, sudah saatnya kedua bupati yakni Natuna dan Anambas mempersiapkan segalanya. Apalagi saat ini pola pikir pengambil kebijakan pembangunan di Kepulauan Riau masih mengandalkan main land (daerah darat). Padahal 96 persen wilayah Kepri terdiri dari lautan. Sehingga wilayah kepulauan seperti Natuna dan Anambas akan tetap tertinggal dibandingkan dengan wilayah daratan dari segi pembangunan sumber daya manusia dan infrastruktur. Lihat saja dari Rp 3,9 triliun APBD 2021, berapa persen dialokasikan program yang menyentuh wilayah kepulauan Natuna dan Anambas.

Langkah pasti yang musti cepat dilakukan adalah ke depan dengan melakukan pemekaran kecamatan dan wilayah. Dan mengembalikan Kecamatan Tambelan yang kini berada di Kabupaten Bintan ke bagian wilayah Residen Pulau Tujuh menjadi Provinsi Pulau Tujuh, bukan hal yang mustahil. Dengan demikian, secara luas wilayah laut, provinsi baru ini akan menjadi provinsi dengan wilayah laut terluas dibandingkan dengan provinsi induk. Provinsi Pulau Tujuh juga akan berbatasan langsung dengan negara tetangga.

Namun jika hanya dalam wacana pemikiran tanpa rencana aksi, Pulau Tujuh yang dulunya menyatu, sulit untuk disatukan kembali. Dan kue-kue pembangunan akan lambat dinikmati oleh masyarakat di kawasan kepulauan.

Liang Gie (2003), mengemukakan beberapa alasan mengapa kebijakan pemekaran wilayah harus diberlakukan, yaitu :

1. Dilihat dari sudut politik, pembentukan suatu daerah/wilayah yang baru dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang bisa menimbulkan tirani.
2. Dalam bidang politik sebagai tindakan pendemokrasian untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi.
3. Dari sudut teknik organisasi pemekaran daerah/wilayah adalah untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien.
4. Dari sudut kultur diharapkan perhatian dapat sepenuhnya dilimpahkan pada kekhususan suatu daerah seperti geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan atau latar belakan sejarahnya.
5. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembangunan.

Kemudian berdasarkan PP No. 17 Tahun 2008 tentang pembentukan suatu daerah otonom, disebutkan bahwa pembentukan daerah otonom yang baru dimungkinkan dan harus memenuhi faktor-faktor antara lain : kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah di samping faktor lain yaitu keamanan dan ketertiban, sarana dan prasarana, rentang kendali yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah seperti yang diharapkan. 

Jika melihat syarat tersebut sepertinya Provinsi Pulau Tujuh bukan hal yang mustahil terwujud. Dan akhirnya, seperti yang diungkapkan oleh Maarif (2003) bahwasanya pemekaran wilayah secara formal/konstitusional adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah di daerah terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan pemerintahan di daerah terutama dalam peningkatan pelaksanaan pelayanan terhadap masyarakat serta meningkatkan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.

Sekarang tinggal tergantung dari masyarakat. Apakah serius atau hanya sebatas wacana. Kita jangan skeptis dahulu dengan pemikiran bahwa pemekaran kekuasaan untuk bagi-bagi kekuasaan bagi elit lokal. Tapi yang utama adalah mempercepat pemerataan kesejahteraan bersama. 

Apalagi Gubernur Ansar Ahmad memberikan lampu hijau pemekaran ketika kampanye di Natuna dan Anambas. Dan itu bentuk dukungan gubernur kepada daerah otonom baru. Tak seperti dulu, Saleh Djasit tak setuju pemekaran Provinsi Kepri. 

Penulis adalah Wakil Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Tanjungpinang.


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews