Jepang Resmi Darurat Corona hingga 7 Februari

Jepang Resmi Darurat Corona hingga 7 Februari

Perdana Menteri Jepang Baru Yoshihide Suga. AP/Carl Court

Jakarta - Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga akhirnya resmi mengumumkan keadaan darurat virus corona pada Kamis (7/1/2021), dan meminta bar dan restoran di sekitar Tokyo untuk tutup lebih awal.

Selain itu, penduduk juga diminta untuk tinggal di rumah pada malam hari saat ia berjanji akan mengendalikan kasus corona yang meningkat tajam dalam sebulan.

Langkah itu dilakukan ketika jumlah kasus baru di Tokyo melonjak ke rekor 2.447 pada hari yang sama. Hanya seminggu yang lalu, total harian kasus corona melampaui 1.000 untuk pertama kalinya.

Angka penambahan yang begitu cepat ini membuat negara tersebut ketakutan dan menjadikan penanganan virus asal Wuhan China itu sebagai prioritas politik utama.

"Saya berjanji untuk membalikkan situasi dalam waktu satu bulan," kata Suga kepada wartawan setelah meresmikan deklarasi tersebut, dilansir Nikkei Asia, Kamis malam (7/1).

Adapun keadaan darurat - yang mencakup Tokyo dan prefektur sekitar Kanagawa, Saitama dan Chiba - mulai berlaku pada tengah malam dan akan berlangsung hingga 7 Februari.

Warga diminta untuk menghindari tamasya yang tidak penting setelah pukul 8 malam, setelah itu restoran, bar, dan toko yang beroperasi diminta untuk tutup.

Dalam konferensi pers, Suga menjabarkan garis waktu alias timeline untuk menghentikan virus. Langkah-langkah darurat yang ditargetkan akan dilakukan yakni ada tiga, pertama, permintaan telecommuting atau kerja jarak jauh.

Kedua, amandemen hukum yang memungkinkan pihak berwenang bisa menghukum para pelanggar aturan, ini dirasa lebih efektif ketimbang mengandalkan kepatuhan warga secara sukarela.

Ketiga adalah peluncuran kampanye vaksinasi di bulan Februari.

"Pekerjaan untuk meninjau data uji coba untuk vaksin akan dimajukan sehingga vaksinasi akan dimulai akhir Februari," kata Suga.

Jepang telah mendapatkan dosis vaksin yang cukup untuk populasinya dari beberapa farmasi global yakni Pfizer, AstraZeneca dan Moderna.

Untuk saat ini, Jepang sedang menuju "soft lockdown" kedua sejak April, dan ini adalah ujian kritis bagi Suga, yang telah mengalami penurunan dukungan publik karena kegagalan untuk mengendalikan virus.

Kasus nasional di Jepang melebihi 7.000 untuk pertama kalinya pada Kamis. Gelombang baru infeksi dimulai pada awal November ketika pemerintah Jepang mulai mengalihkan fokusnya ke pemulihan ekonomi dari penahanan virus, menawarkan subsidi Go To Travel untuk perjalanan domestik dan makan di restoran.

Imbasnya, selama 2 bulan terakhir, jumlah kasus harian melonjak lima kali lipat berdasarkan rata-rata 7 hari, menekan kapasitas di rumah sakit Tokyo.

Data Worldometers mencatat, hingga Kamis ini, total kasus di Jepang mencapai 252,317, dengan kematian 3.719 orang, dan sembuh 207.039.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews