Pengakuan Dua ABK Kabur dari Kapal Lu Qing Yuanyu 213: Kami Dimaki dan Disiksa

Pengakuan Dua ABK Kabur dari Kapal Lu Qing Yuanyu 213: Kami Dimaki dan Disiksa

Reynalfi dan Andri Juniansyah, dua ABK yang kabur dari kapal ikan berbendera China. (Foto: Edo/batamnews)

Karimun - Aksi dua Anak Buah Kapal (ABK) yang nekat terjun dari kapal bebendera China, karena tidak tahan dengan cara kerja yang mereka hadapi.

Mereka, nekat melompat dari kapal bernama Lu Qing Yuanyu 213 di sekitar perairan perbatasan internasional yang masuk wilayah Provinsi Kepulauan Riau.

Adalah Reynalfi (22) asal Medan, Sumatera Utara dan Andri Juniansyah (30) asal Sumbawa, NTB, dua ABK yang melarikan diri dari kapal asing itu.

"Mereka mengaku tidak tahan bekerja di kapal asing tersebut sehingga nekat kabur dengan cara melompat ke laut," ujar Kapolres Karimun, AKBP Muhammad Adenan, di Mapolsek Tebing, Sabtu (6/6/2020).

Dari pengakuannya, mereka sudah berada di kapal tangkap cumi itu sudah berbulan-bulan. Selama itu, mereka juga tidak bisa berkomunikasi dengan orang lain, sebab alat komunikasi ditahan oleh tekong kapal.

"Ada yang sudah bekerja sejak November 2019, ada juga yang sejak Januari 2020," ujar Adenan.

Pihak kepolisian kini masih melakukan pemeriksaan dan pengumpulan data-data terhadap dua orang ABK tersebut.

Diduga, dua ABK tersebut masuk dalam kasus atau kategori human trafficking atau perdagangan orang.

"Dengan data yang sudah ada dengan kita tidak terjadi lagi, adanya dugaan korban human trafficking ini," ujar Adenan.

Disiksa dan Dimaki

 

Sementara itu, Reynalfi (22) dan Andri Juniansyah (30) mengaku sudah berbulan-bulan berlayar dan bekerja tanpa henti di kapal tersebut. Waktu istirahat mereka juga tidak cukup.

"Saya sudah lima bulan di kapal, kalau kawan saya tujuh bulan," ujar Andri.

Dia mengungkapkan alasan kabur karena tidak tahan atas perlakukan yang tak manusiawi. Tidak hanya dimaki, Andri mengaku sering disiksa secara fisik yakni ditendang dan dipukul kala bekerja di kapal itu.

Jam kerja yang mereka hadapi juga tidak normal, mereka seperti dipaksa untuk bekerja dengan waktu istirahat hanya sebentar.

Dalam sehari, mereka hanya diberi waktu istirahat 4 jam yang terbagi dalam dua sesi. Setelah itu mereka harus bekerja dari pagi hingga malam, hingga kemudian pagi kembali.

"Memang kami dikasih makan dua kali sehari. Hanya saja, waktu bekerja tidak ada hentinya, dari pagi hingga malam, dari malam hingga pagi. Kalau salah sedikit langsung dapat perlakuan kasar," kata Andri menceritakan.

Andri juga menyebut, selain mereka berdua, masih ada sejumlah WNI yang masih berada di kapal tersebut, serta juga ada dari beberapa negara lainnya.

Berbulan-bulan Berlayar

 

Kapal Cumi Lu Qing Yuanyu 213 berbendera Cina itu, tidak ada bersandar di pelabuhan atau dermaga selama berbulan-bulan.

Kapal tetap terus berlayar dan melakukan pelayaran untuk melakukan aktivitas menangkap hewan laut, seperti cumi, ikan dan lainnya.

"Kapal berlayar di sekitaran Samudera Hindia, bisa di laut Arabia, laut India, laut Srilanka. Tapi yang lebih sering laut yang tidak ada pulau kiri kanan, pastinya di laut lepas," ujar Andri.

Bahkan, untuk hasil tangkapan yang diperoleh juga dilakukan dengan cara pemindahan di tengah laut. Hasil-hasil tangkapan kemudian disimpan di dalam frezer yang telah tersedia.

"Tidak ada merapat ke darat, semuanya dilakukan di tengah laut," kata pria asal NTB itu.

Sebelumnya, Reynalfi dan Andri diselamatkan oleh nelayan Leho, Tebing saat terombang-ambing di perairan perbatasan Karimun-Malaysia.

Mereka diketahui telah mengapung cukup lama di tengah laut. Sekitar pukul 20.00 WIB pada Jumat (5/6/2020), hingga ditemukan sekitar pukul 03.00 WIB, Sabtu (6/6/2020) dini hari.

Saat ditemukan, keduanya sedang berenang. Mereka bertahan dengan life jacket dan juga lifebuoy.


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews