Ngeri! `Darah Pasien Corona` Dijual di Dark Web

Ngeri! `Darah Pasien Corona` Dijual di Dark Web

Ilustrasi

Jakarta - Bukan cuma akun pengguna Tokopedia yang dijual di dark web. Benda diklaim sebagai darah pasien Covid-19 juga beredar di sana.

Australian Institute of Criminology merilis laporan dari Australian National University's Cybercrime Observatory. Mereka mensurvei 20 pasar dark web terkait peralatan-peralatan medis bulan ini.

Dilansir dari News.com Australia yang dilihat Senin (4/5/2020) barang diduga vaksin palsu yang diklaim dibuat dari darah pasien Covid-19 yang sudah sembuh dijual di dark web.

Hingga saat ini belum ada vaksin Corona. Sehingga barang yang diklaim sebagai vaksin ini diduga palsu. Jumlahnya sebanyak 6 persen dari 645 daftar barang di 12 pasar online ilegal.

'Antidote Covid-19 tersedia dari China', 'Vaksin obat Covid-19, jangan bilang-bilang,' begitulah beberapa kalimat iklan di dark web. Harga 'vaksin' ini rata-rata AUD 575 (Rp 5,5 juta). Namun terduga penjual dari China memasang harga USD 10.000-15.000 (Rp 95 juta-143 juta).

"Rincian soal asal dan komposisi vaksin ini bertebaran, namun diduga palsu. Ini mungkin juga vaksin eksperimen yang secara ilegal diambil dari laboratorium riset yang sedang uji coba pada hewan dan manusia atau dari pasien yang sembuh dari Covid-19," begitu bunyi laporan tersebut.

Kepala peneliti Rod Broadhurst kepada ABC Australia mengatakan plasma darah pasien yang sembuh memang digunakan untuk antibodi terhadap orang yang berisiko Covid-19.

 

Selain vaksin yang diduga palsu memakai darah pasien Corona, di dark web juga dijual APD, test kit, ventilator dan aneka obat yang diklaim menyembuhkan Covid-19. Kebanyakan vendor mengaku mengirim barang dari Amerika dan 3 dari Australia.

Laporan itu pun menyebutkan bahkan berjualan barang terkait virus Corona menimbulkan pro dan kontra di antara para pelaku dark web. Australian Institute of Criminology menyimpulkan penjualan vaksin secara ilegal di dark web adalah potensi kejahatan yang harus diwaspadai penegak hukum.

"Pertama, vaksin palsu bisa memperburuk penyebaran virus, karena pembeli merasa kebal padahal terinfeksi. Kedua, vaksin eksperimen pada hewan dan manusia yang dirilis prematur bisa menyesatkan pengguna terkait imunitas dan mengancam upaya melakukan uji klinik yang penting," demikian laporan tersebut.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews