207 Dosen UGM Teken Petisi Tolak Revisi UU KPK

207 Dosen UGM Teken Petisi Tolak Revisi UU KPK

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi. (foto: istimewa)

Yogyakarta - Ratusan dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) membuat petisi untuk menolak revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi atau revisi UU KPK karena menilai ada upaya pelemahan terhadap komisi antirasuah.

Guru Besar di Fakultas Hukum UGM Sigit Riyanto menuturkan petisi dibuat pada Sabtu (7/9) malam dan hingga pagi ini telah diteken lebih dari 207 dosen.

"Itu spontanitas dari semua teman-teman, prihatin atas situasi yang terjadi. Itu (petisi) dibuat secara kebersamaan saja. Dari UGM sudah ada 207 dosen," kata Sigit dilansir CNNIndonesia.com, Senin (9/9/2019).

Sigit menjelaskan tindakan itu ditempuh lantaran dirinya melihat revisi UU KPK dipenuhi oleh pasal-pasal yang ke depannya bakal melemahkan fungsi kinerja lembaga antirasuah tersebut. Misalnya, pembentukan dewan pengawas, independensi KPK yang terancam, sumber penyelidik dan penyidik dibatasi, hingga perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria.

Dia menambahkan tidak menutup kemungkinan petisi akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo. Sigit tidak menjelaskan kapan tepatnya petisi bakal diserahkan. Hanya saja, kata dia, petisi bakal dilayangkan sebelum Jokowi merespons revisi UU KPK yang kini sudah menjadi usul inisiatif DPR.

"Ada beberapa kemungkinan kalau memang kita harus menyerahkan ke presiden, iya. Itu juga kita ingin sampai ke publik," tukas dia.

Pimpinan KPK sendiri memastikan telah mengirimkan surat kepada Jokowi terkait revisi UU KPK. Surat tersebut dikirimkan pimpinan KPK ke Jokowi pada Jumat (6/9/2019) ini.

"Surat sudah dikirim," kata Ketua KPK, Agus Rahardjo.

Dalam surat yang ditandangani oleh lima pimpinan KPK, lembaga antirasuah itu meminta Jokowi mendengar dan mempertimbangkan pendapat para ahli dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi ihwal revisi UU KPK yang diusulkan DPR.

Intinya, KPK meminta Presiden tidak mengeluarkan Surat Presiden (Surpres) guna membahas revisi UU KPK dengan DPR.

"Mohon Presiden tidak mengirimkan Surpres," kata Agus.

Sebelumnya, DPR telah sepakat mengambil inisiatif revisi UU KPK. Para wakil rakyat itu telah menyusun draf rancangan revisi UU KPK dan disetujui dalam rapat Baleg. Setidaknya terdapat enam poin pokok perubahan dalam revisi UU KPK.

Poin-poin pokok itu antara lain berkaitan dengan keberadaan dewan pengawas, aturan penyadapan, kewenangan surat penghentian penyidikan perkara (SP3), status pegawai KPK, kedudukan KPK sebagai penegak hukum cabang kekuasaan eksekutif, dan posisi KPK selaku lembaga penegak hukum dari sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia.

Rencana revisi UU KPK ini langsung dikritik oleh sejumlah pihak, mulai dari Indonesia Corruption Watch (ICW) sampai KPK sendiri. Bahkan Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan bahwa KPK sedang berada di ujung tanduk.

(*)
Artikel ini terbit pertama kali di CNN Indonesia.


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews