Kadis Edy Sofyan Beri Rp 45 Juta ke Nurdin Basirun, Sehari Kemudian Izin Reklamasi Terbit

Kadis Edy Sofyan Beri Rp 45 Juta ke Nurdin Basirun, Sehari Kemudian Izin Reklamasi Terbit

Salah satu reklamasi di Batam (Foto: Batamnews)

Batam - Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menetapkan Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun sebagai tersangka kasus suap, Kamis (11/7/2019). Selain Nurdin, KPK juga menetapkan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Edy Sofyan; Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP, Budi Hartono. 

Selain empat orang tersebut KPK juga menangkap Nelwan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kepri serta dua orang staf Dinas Kelautan dan Perikanan M Shalihin dan Aulia Rahman.

Seorang pria dari pihak swasta Abu Bakar juga ikut sebagai tersangka pelaku suap. Dalam keterangannya KPK mengatakan, Nurdin Basirun menerima suap Rp 45 juta melalui Edy Sofyan pada 30 Mei 2019. Uang tersebut pengurusan izin prinsip reklamasi lahan di Tanjung Piayu, Sei Beduk, Batam.

Nurdin pun kemudian meminta Budi Hartono dan Edy Sofyan membantu penyelesaikan izin Abu Bakar secepatnya.

Setelah itu, Budi Hartono meminta Abu Bakar mengakali lahan tersebut sebagai tempat lokasi restoran dengan keramba di bawahnya keramba ikan agar terlihat seperti budidaya perikanan.

Setelah itu Budi Hartono memerintahkan Edy Sofyan melengkapi dokumen perizinan dan data pendukung lainnya agar perizinannya disetujui secepatnya. Bahkan Edy Sofyan hanya meng-copy paste dokumen perizinan tersebut dari daerah lain agar cepat selesai.

Dalam waktu sehari, 31 Mei, setelah diberi uang oleh Edy, izin prinsip reklamasi langsung keluar. Setelah itu, Abu Bakar kembali menyiram Nurdin Basirun dengan uang dolar Singapura sebesar 6.000 dolar Singapura.

Luas lahan yang diminta mencapai 10,2 hektare untuk membangun sebuah resort. Namun wilayah Tanjung Piayu ternyata masih berstatus hutan lindung dan budidaya.

"KPK meningkatkan status perkara ke tingkat penyidikan dengan menetapkan empat orang sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis malam. 

Selain gubernur, mereka yang terjaring OTT terdiri dari kepala dinas, kepala bidang, PNS, dan pihak swasta. Nurdin disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Sementara Edy dan Budi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Kemudian Abu Bakar  disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Keempatnya terjerat dalam kasus dugaan suap terkait izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta kasus dugaan penerimaan gratifikasi. 

Sebelumnya Nurdin terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) bersama lima orang lainnya. KPK menduga akan terjadi transaksi terkait perizinan rencana lokasi proyek reklamasi di Tanjung Piayu, Kepulauan Riau. Saat itu, KPK juga mengamankan uang sekitar 6.000 dollar Singapura. Uang ini diduga merupakan bagian dari transaksi terkait izin lokasi reklamasi tersebut. 

(snw)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews