Hadapi Duopoli Garuda dan Lion, Bisakah Maskapai Asing Bersaing untuk Tiket Murah?

Hadapi Duopoli Garuda dan Lion, Bisakah Maskapai Asing Bersaing untuk Tiket Murah?

Penerbangan Lion dan Garuda mendominasi rute domestik.

Jakarta - Mahalnya harga tiket pesawat dalam beberapa bulan terakhir, membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai bahwa kompetisi di penerbangan domestik kurang ketat.

Pasalnya, selama ini yang bersaing hanya dua maskapai besar, yaitu Garuda Indonesia Grup dan Lion Air Group.

Pemerintah lewat Kementerian Perhubungan telah menurunkan tarif batas atas (TBA). Namun, hal tersebut tidak memberikan dampak signifikan terhadap penurunan harga tiket.

Oleh karenanya, usulan maskapai asing bersaing pada penerbangan domestik diharapkan dapat menekan mahalnya harga tiket pesawat khususnya penerbangan domestik di Indonesia.


Asing diminta ikut kompetisi

Mahalnya tiket pesawat sudah lama menjadi perbincangan. Apalagi menjelang Lebaran tahun ini, yang sempat dihebohkan harga tiket kelas bisnis yang mencapai Rp 21 juta.

Mahalnya tiket pesawat khususnya penerbangan domestik disebut karena kurangnya kompetisi.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengungkapkan bahwa perlu diberikan kesempatan kepada maskapai asing sesuai saran Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Beberapa hari lalu pak presiden beri saran bahwa berilah kemungkinan satu kompetisi yang lebih baik, kompetisi bisa terjadi apabila penerbangan asing ikut dalam ini," kata Budi di Pelabuhan Kalianget, Sumenep, Jawa Timur, Senin (3/6/2019).

Meski saran Kepala Negara untuk melibatkan maskapai asing bersaing demi menekan mahalnya harga tiket pesawat, Budi Karya mengaku akan mengkajinya terlebih dahulu.

"Oleh karenanya kita akan pelajari dan asasnya untuk diperhatikan," ujar dia.

Budi mengungkapkan, tidak bisa menurunkan harga tiket pesawat begitu saja. Sebagai Menteri Perhubungan dirinya hanya bisa mengatur harga melalui tarif batas atas dan batas bawah.

 

Banyak persyaratan

Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Polana Banguningsih Pramesti sebenarnya aturan di Indonesia sudah memungkinkan maskapai asing beroperasi di Indonesia. Namun ada persyaratan yang berlaku.

"Sebenarnya kalau di dalam UU kita UU Nomor 1 Tahun 2009 dan di Konvensi Internasional Chicago 1994 itu bahwa ada asas cabotage. Intinya yang menguasai wilayah kita ya orang kita, termasuk angkutan udara berjadwal," terangnya, Senin (3/6/2019).

Dalam pedoman itu, intinya maskapai asing tidak bisa serta merta beroperasi di Indonesia dengan tujuan menjaga kedaulatan. Namun ada cara agar maskapai asing masuk yakni dengan mendirikan badan usaha di Indonesia.

Selain mendirikan badan usaha, perusahaan itu juga penguasaan sahamnya mayoritas harus pihak Indonesia atau minimal 51%. Seperti PT AirAsia Indonesia Tbk yang mana AirAsia Investment Ltd tercatat hanya menguasai 49,25%.

"Kita tidak pernah menutup atau membatasi maskapai asing masuk tapi persyaratannya banyak," tuturnya.

Persyaratan lainnya adalah, maskapai asing itu juga hanya memiliki minimal lima pesawat. Lalu ada batasan angka permodalan yang mumpuni sebelum beroperasi. Belum lagi persyaratan teknis seperti misalnya dari aspek keamanan dan lain sebagainya.

Menurut Polana aturan persyaratan-persyaratan itu tak perlu direvisi, sebab maskapai asing masih bisa masuk. Namun dia mengakui memang ada kemungkinan dengan bertambahnya pemain di industri penerbangan berjadwal di Indonesia bisa menekan harga tiket.

 

Disambut baik pengusaha hotel

Saran Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menginginkan maskapai asing berkompetisi demi menekan mahalnya tiket pesawat disambut baik oleh Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).

PHRI mendukung kebijakan Presiden Jokowi yang akan menerapkan sistem open sky. Sistem ini mengundang maskapai asing masuk ke Indonesia. Dengan demikian, semakin banyak maskapai, harga tiket pesawat akan semakin bersaing.

Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani mengaku pernah mengusulkan kepada pemerintah untuk mengundang maskapai asing dalam melayani penerbangan domestik.

"Kami pernah mengusulkan ke pemerintah agar membuka pintu masuk regional airline ke Indonesia untuk menambah rute domestik. Bisa saja itu Jetstar, AirAsia dan lainnya. Jadi ini tentu saja kabar yang sangat menggembirakan," ujar Hariyadi dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (3/6/2019).

Hariyadi mengatakan, hingga saat ini harga tiket pesawat masih terlalu mahal. Menurutnya, mahalnya tiket ini mempengaruhi pelaku usaha, terutama untuk jasa travel dan penginapan.

Pria yang juga Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) ini mengatakan, dengan hanya dua raja maskapai penerbangan di Indonesia, kurang ada persaingan yang sehat. Dia juga mengeluhkan turunnya angka keterisian kamar setelah harga tiket pesawat naik.

Menurutnya, kondisi pasar duopoli memunculkan kerentanan persaingan harga yang tidak sehat dalam suatu industri. Sebab, ketika pemain A melakukan kenaikan harga, maka pemain B tidak serta merta akan mempertahankan harga.

(*)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews