Asuransi dan Uang Elektronik Jadi Modus `Beli` Suara Pemilu

Asuransi dan Uang Elektronik Jadi Modus `Beli` Suara Pemilu

Ilustrasi. (Foto: Berita Satu)

Jakarta - Perkembangan teknologi juga memunculkan modus baru dalam praktik politik uang. Selain menggunakan pola konvensional, asuransi dan uang elektronik (e-money) digunakan untuk membeli suara para pemilih.

Temuan ini diperoleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Peserta pemilu sudah menggunakan pola ini untuk mempengaruhi pemilih.

Deputi Bidang Pemberantasan PPATK Firman Shantybudi mengatakan selain asuransi, peserta pemilu juga menggunakan e-money agar tidak terdeteksi bank.

"Dia nggak terima uang. Dana kampanye jangan diartikan tunai. Tapi semua yang memiliki nilai tukar, atau berharga untuk orang memberikan, untuk membeli suara," kata Firman dilansir BBC Indonesia, Sabtu (6/4/2019).

Agar tidak terdeteksi PPATK dan bank, peserta pemilu menarik uangnya dari bank dua hingga tiga tahun sebelum pemilu berlangsung.

Dengan demikian, PPATK maupun pihak bank tak bisa mengindikasikan penarikan uang tersebut terkait dengan politik uang, kata Firman.

"Karena kan kalau kita ambil sekarang itu kan tercatat, tapi kalau dia cicil dari sekian tahun yang lalu untuk 2019 dan uang itu tidak lagi beredar di transaksi keuangan nomor rekening, PPATK tak bisa baca. Bank pun tak bisa baca," tambahnya.

Firman mengatakan cara yang diduga dipakai seorang caleg yang dijaring dalam operasi tangkap tangan oleh KPK, untuk membeli suara, adalah cara kuno.

Firman mengatakan uang yang diduga diambil caleg DPR Dapil Jawa Tengah II dari Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso, pada akhir Maret lalu, dari bank bisa terdeteksi.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menjelaskan, Bowo diduga menerima suap dari PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia.

Selain menangkap Bowo, KPK menyita uang Rp8 miliar yang sudah terpecah-pecah dalam pecahan Rp20.000 dan Rp50.000 ke 400 ribu amplop putih. Uang ini diduga siap dibagikan kepada masyarakat di daerahnya.

Apa Kendala PPATK Usut Transaksi Mencurigakan Pemilu 2019?

Di dalam Peraturan KPU No. 29 tahun 2018 diatur tentang kewajiban caleg untuk menyetorkan rekening khusus dana kampanye.

Rekening memuat sumber dana dari partai politik, caleg yang bersangkutan, dan sumbangan yang sah menurut hukum.

PPATK menemukan tidak semua caleg menyetorkan rekening khusus, tapi ada pula yang memberikan nomor kartu kredit.

"Faktanya seperti itu. Jadi tentunya ini menjadi kesulitan bagi PPATK mau pun penyedia jasa keuangan, khususnya perbankan," kata Deputi Bidang Pemberantasan PPATK Firman Shantybudi.

Dalam waktu dekat, kata Firman, PPATK akan berkordinasi dengan pihak penyedia jasa keuangan untuk menelusuri transaksi peserta pemilu.

"Sepanjang nama-nama bisa kita peroleh dan nomor rekening bisa terbaca," katanya.

Apa Saja yang Dilarang dalam Dana Kampanye Pemilu?

Dalam UU Pemilu, diatur sejumlah hal terkait dana pemilu.

Pertama, caleg dilarang menerima sumbangan dana lebih dari Rp2,5 miliar dari perseorangan dan Rp25 miliar dari perusahaan/lembaga.

Untuk calon DPD dilarang menerima lebih dari Rp750 juta dari perorangan dan Rp1,5 miliar dari lembaga/perusahaan.

Kedua, seluruh peserta pemilu tidak boleh menerima dana dari luar negeri. Ketiga, dilarang membuat laporan palsu terkait dengan dana kampanye. Keempat, melewati batas waktu pelaporan dana kampanye.

"Sanksinya bisa dibatalkan sebagai peserta," kata Tim Asisten Bidang Hukum Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Bachtiar Baital di Jakarta, Jumat (5/4/2019).

Berapa Lama Mengusut Dana Kampanye dan Politik Uang?

Sentra penegakan hukum terpadu (Gakumdu) memiliki peran untuk menangani pelanggaran pidana pemilu, seperti politik uang dan dana kampanye. Tim ini merupakan gabungan dari Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan.

Khusus pelanggaran pemilu, ditangani secara khusus (lex specialis) atau tidak seperti pada perkara umum lainnya, berdasarkan UU Pemilu.

Prosesnya bisa dibilang cukup singkat. Bawaslu melaporkan temuan kepada kepolisian yang akan diselidiki selama 15 hari. Kemudian, dikirim ke Kejaksaan untuk diteliti selama tiga hari.

Setelah itu dikembalikan ke kepolisian untuk diputuskan kelanjutannya dengan tenggat waktu 3 hari.

Berdasarkan data Bawaslu, dalam Pemilu 2019 sudah teradapat sembilan kasus politik uang yang diputus. Terdapat tujuh terpidana yang dijerat dihukum dua hingga enam bulan penjara.

"Terkait dana kampanye masih belum ada. Karena nanti kalau ada, tetap mekanismenya sama. Yaitu melalui sentra gakumdu," kata Kepala Biro Operasional Bareskrim Polri, Nico Afinta di Jakarta, Jumat (5/4/2019).

Mengapa Politik Uang dan Kecurangan Dana Kampanye Selalu Berulang?

Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, mencatat sejumlah hal terkait persoalan politik uang yang selalu hadir tiap pemilu dan persoalan dana kampanye.

Kata Titi, waktu proses hukum untuk menindaklanjut persoalan ini masih sangat terbatas. Memang awalnya pada pemilu 2014 hanya tujuh hari untuk penyelidikan, dan pemilu 2019 menjadi 15 hari.

"Jadi tidak ada penguatan pengaturan bahkan sejak pemilu 2009," katanya di Jakarta, Jumat (5/4/2019).

Kedua, saat ini belanja dana kampanye tak dibatasi, maka ini akan menjadi ruang kontestasi yang punya uang akan bisa kemudian melakukan mengandalkan uang itu tadi," lanjut Titi.

Selanjutnya menurut Titi, perlu ada pembatasan transaksi tunai. Sebab, transaksi tunai bisa berpotensi berkaitan dengan politik uang di lapangan.

Titi juga menyoroti tidak adanya keterlibatan PPATK di dalam Sentra Gakumdu.

"Kalau dari awal PPATK ini dapat akses, itu sudah luar biasa akses penegakan dan pengawasan hukumnya," tutupnya.

(*)
 


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews