IDI Tentang Tiga Aturan Baru BPJS Kesehatan

IDI Tentang Tiga Aturan Baru BPJS Kesehatan

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) menentang kebijakan baru Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). (Foto: tirto/batamnews)

Jakarta - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) menentang kebijakan baru Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Kebijakan tersebut terkait  tiga aturan baru jaminan pelayanan kesehatan, pada Juli 2018. Akan tetapi BPJS tetap tidak peduli. Misinya hanya satu: menyelamatkan defisit keuangan BPJS. 

Ketiga aturan yang dipermasalahkan itu, antara lain: Peraturan Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Nomor 02 tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Pelayanan Kesehatan, Peraturan Nomor 03 tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan dengan Bayi Bar Lahir Sehat, dan Peraturan Nomor 05 tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik. Ketiganya mempengaruhi pelayananan standar kesehatan kepada pasien. 

Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar menilai langkah BPJS itu hanya untuk menyelamatkan dirinya sendiri, tanpa mempedulikan nasib peserta BPJS yang telah membayar premi. Apalagi, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah menuruti pandangan dari IDI dan PERSI bahwa peraturan yang dikeluarkan BPJS harus ditunda terlebih dahulu. 

"Ini bentuk kegagalan. [BPJS] kerjaannya hanya mengurangi pelayanan, ini akan kontraproduktif dan ini akan tambah buruk. Poin utama adalah defisit itulah yang diatasi, sekarang cara mengatasi defisit tidak perlu mengurangi manfaat, tapi yang perlu gimana meningkatkan pendapatan,” kata Timboel. 

Kemenkes melalui Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Bambang Wibowo telah mengeluarkan surat pada Rabu (18/7/2018). Isi surat itu melarang agar ketiga peraturan yang dikeluarkan BPJS tersebut tidak diberlakukan terlebih dahulu sampai dengan pembahasan bersama dengan Kementerian Kesehatan. Seharusnya, hingga sekarang peraturan ini tidak berlaku. 

IDI juga telah mengirim surat pada 17 Juli 2018 dan PERSI pada 12 Juli 2018. Keduanya menolak adanya aturan tersebut karena dianggap bisa mencampuri pekerjaan profesi dokter. Namun surat itu dibalas oleh BPJS hanya berselang satu hari, yakni tanggal 18 Juli 2018, bertepatan dengan surat Kemenkes. 

Dalam suratnya, BPJS mengaku tidak mencampuri profesi dokter sama sekali. Akan tetapi, BPJS tidak mau menunda dan tetap ngotot dengan penerapan ketiga aturan tersebut. Apabila IDI dan PERSI merasa tidak puas, BPJS tidak terpengaruh. Dalam surat itu, BPJS menilai bahwa peraturan tersebut adalah aturan internal yang diberlakukan untuk panduan kerja bagi petugas BPJS di lapangan. 

Aturan ini, menurut Timboel, sangatlah berbahaya. Dengan adanya aturan ini, dokter tidak bisa merawat pasien dengan efisien. Dalam penjelasannya, BPJS mengaku akan tetap membayar biaya perawatan pasien sesuai dengan kemampuannya.

Inilah yang berbahaya menurut Timboel, karena BPJS tidak menerangkan sejauh mana biaya kesehatan tersebut dibayarkan. 

(*)

 


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews